5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Miris

Populasinya di alam bebas akan semakin berkurang

Manusia adalah makhluk yang egois, serakah, dan berhati keras. Banyak konflik yang seharusnya selesai di meja perundingan, tetapi justru menjadi pertempuran berdarah. Bukan hanya merugikan manusia, perang juga berdampak negatif pada satwa liar, lho!

Kira-kira, apa dampak perang bagi hewan atau satwa liar? Let's find out together!

1. Diburu untuk dikonsumsi karena kekurangan logistik

5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Mirisilustrasi berburu binatang (pixabay.com/jackmac34)

Perang berimbas pada satwa liar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tentara yang kehabisan logistik akan berburu hewan liar untuk dikonsumsi dagingnya atau menjual organ tubuhnya untuk membiayai operasi militer, mengutip Earth.com.

Selain itu, perang memperparah kemiskinan sehingga masyarakat setempat terpaksa beralih ke daging hewan liar (bushmeat) supaya bisa bertahan hidup. Padahal, itu berpotensi menyebabkan zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.

2. Tewas karena terkena senjata, ranjau darat, atau bahan kimia

5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Mirisilustrasi kawasan berisi ranjau darat (pixabay.com/stand4canada)

Tidak seperti manusia, hewan tidak bisa membaca papan peringatan di atas. Tanpa sadar, mereka memasuki kawasan berisi ranjau darat dan akhirnya tewas di tempat!

Hewan juga rentan terkena senjata atau bahan kimia yang digunakan dalam konflik. Dilansir Irrawaddy, jumlah hewan yang terbunuh melebihi korban manusia, yang rata-rata menelan 25.000 korban setiap tahun. Contoh hewan yang menjadi korban adalah gajah Asia, yang tak sengaja melintasi zona ranjau darat di perbatasan Thailand-Burma.

3. Hewan yang tinggal di kebun binatang menjadi tak terurus dan kelaparan

5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Mirisilustrasi singa di kebun binatang (pixabay.com/KleeKarl)

Hewan di alam liar yang hidup di zona perang memang kasihan karena terbunuh di habitatnya sendiri. Namun, hewan yang tinggal di kebun binatang atau penangkaran selama masa perang juga tak kalah sengsara.

Contohnya ketika perang Suriah pecah. Kebun binatang itu terletak di daerah yang dikuasai oleh pasukan pemberontak. Perlahan, hewan-hewan mulai mati karena penyakit, stres, kelaparan, dan pemboman.

Sebelum perang, kebun binatang itu memiliki 300 hewan. Tetapi setelahnya, populasinya terjun bebas menjadi tiga belas hewan saja! Untungnya, hewan-hewan yang tersisa berhasil dipindahkan dari zona konflik oleh Four Paws, kelompok kesejahteraan hewan.

Ada yang lebih parah, yaitu ketika perang Irak meletus. Situasinya sangat kacau sehingga penduduk setempat terpaksa membunuh hewan-hewan yang ada di kebun binatang untuk dimakan.

Belum lagi hewan peliharaan seperti kucing dan anjing. Saat perang, prioritas utama manusia adalah menyelamatkan diri sendiri dan keluarganya. Hewan peliharaannya terpaksa ditinggalkan dalam kondisi lapar, kebingungan, stres, dan sedih.

Baca Juga: Mengapa Ukuran Hewan Semakin Mengecil? Ini Jawabannya!

4. Populasi satwa liar berkurang drastis

5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Mirisilustrasi badak di alam liar (pixabay.com/dkeats)

Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature di tahun 2018, hanya dengan satu tahun perang dalam periode 20 tahun sudah cukup untuk mengacaukan populasi hewan di alam liar. Yang diteliti adalah konflik bersenjata di Afrika.

"Terjadinya konflik saja, terlepas dari jumlah kematian manusia, sudah cukup untuk mengurangi populasi satwa liar. Bahkan, konflik tingkat rendah sudah cukup untuk menjatuhkan populasinya," ungkap salah satu peneliti pada Los Angeles Times.

Mereka menjelaskan bahwa ketika kondisi damai, populasi hewan umumnya stabil. Namun ketika habitat mereka terpapar konflik (walau tingkat rendah sekalipun), populasinya akan menyusut dari waktu ke waktu.

5. Pasca perang, populasinya sulit untuk pulih kembali

5 Dampak Negatif Perang bagi Hewan atau Satwa Liar, Mirisilustrasi gajah yang terlihat sedih (pixabay.com/gapyearescape)

Penelitian yang dilakukan oleh University of East Anglia menjadikan Angola sebagai studi kasus untuk mengetahui konsekuensi utama perang saudara terhadap mamalia hutan dan sabana. Perang saudara Angola sendiri berlangsung antara tahun 1975-2002.

Angola memiliki dua kawasan lindung utama, yaitu Taman Nasional Quiçama dan Suaka Margasatwa Quiçama. Hasilnya, populasi mamalia liar 77 persen lebih rendah pasca perang daripada sebelum perang.

Populasinya sulit untuk pulih kembali di periode pasca perang, yaitu antara tahun 2002-2017. Terutama untuk spesies mamalia bertubuh besar seperti gajah yang hidup di sabana terbuka.

Nah, itulah beberapa dampak negatif perang terhadap hewan atau satwa liar. Semoga tidak ada lagi perang supaya manusia dan hewan bisa hidup dengan tenang!

Baca Juga: 8 Fakta Trophy Hunting, Memburu Hewan demi Ego Manusia!

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya