TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pentingnya Melibatkan Masyarakat dalam Pengolahan Sampah

Ini penting untuk memunculkan rasa tanggung jawab

freepik.com

Sampah adalah permasalahan yang sangat serius yang belum teratasi hingga sekarang. Sekitar 6 persen dari gas rumah kaca disumbang oleh sampah. Selain itu, sampah berdampak pada keanekaragaman hayati, menyebabkan polusi, dan kematian satwa.

Memperingati Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh tiap 21 Februari, Yayasan KEHATI, Mongabay Indonesia, dan Journalist Learning Forum mengadakan webinar bertema "Pengelolaan Sampah Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Aliran Sungai" pada Jum'at (19/2/2021).

Ada beberapa narasumber yang dihadirkan, di antaranya adalah Imanuddin Utoro, Manajer Program Kehutanan Yayasan KEHATI; Een Irawan Putra, Pegiat Komunitas Peduli Ciliwung dan Satgas Naturalisasi Ciliwung Kota Bogor; dan Ridho Malik, Head of Strategic Services Waste4Change. Simak pembahasan lengkapnya di sini!

1. Hanya 7,5 persen sampah yang didaur ulang

Unsplash/Zibik

Ridho memaparkan fakta yang mengejutkan tentang sampah. Dari 100 persen, hanya 7,5 persen yang di-recycle atau didaur ulang. 70 persen langsung di-drop ke tempat pembuangan akhir (TPA), sedangkan sisanya ada yang dibakar, dibuang ke sungai, dan tercecer di mana-mana.

Belum lagi, dampak sampah bagi ekosistem. Walau hanya berkontribusi 6 persen pada gas rumah kaca, sampah tetap memiliki andil pada pemanasan global, Imanuddin menegaskan.

Tanpa disadari, ini menghasilkan efek domino. Pemanasan global yang tidak terkendali bisa menaikkan permukaan air laut dan meningkatkan suhu bumi. Lalu, suhu yang kian meningkat berpotensi menyebabkan kebakaran hutan.

Tidak hanya itu saja, keanekaragaman hayati pun ikut terancam. Sampah yang dibuang ke sungai akan bermuara ke laut, lalu menyebabkan kematian satwa. Tak heran, sering ditemukan sampah plastik di perut paus, penyu, hingga burung.

2. Pengolahan sampah perlu melibatkan masyarakat, mengapa?

Unsplash/Hermes Rivera

Di beberapa negara maju, dikenal istilah polluter pays principle. Artinya, pencemar (baik individu atau korporasi) harus bertanggung jawab untuk membayar kerusakan yang terjadi pada lingkungan.

Sementara di Indonesia, pemerintah justru bertugas sebagai operator, yakni yang menjalankan, mengangkut, dan mengelola sampah. Menurut Ridho, yang bertugas sebagai operator harusnya adalah masyarakat itu sendiri dan pihak swasta, sedangkan pemerintah sebagai regulator atau pembuat regulasi.

Berdasarkan survei yang disampaikan oleh Imanuddin, sebenarnya mayoritas masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang sampah. Sebanyak 69,70 persen setuju bahwa sampah yang mudah membusuk lebih baik dijadikan kompos dan tidak boleh dibuang ke sungai.

69,44 persen sepakat bahwa setiap rumah tangga harus menyediakan tempat sampah sendiri untuk memisahkan sampah. Selain itu, 61,62 persen responden setuju bahwa sampah berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

"Masyarakat kita tahu bagaimana (cara) mengelola sampah. Tetapi, kalau kita lihat bagaimana mereka implementasi, ternyata jomplang. Ternyata mereka banyak yang tidak punya TPS, tidak punya tempat sampah, sampahnya juga dicampur. Prakteknya beda dengan pengetahuan yang mereka miliki," ujar Imanuddin.

Baca Juga: 7 Cara untuk Mengurangi Sampah Elektronik, Mulailah dari Diri Sendiri

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya