TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jadi Bencana Berulang, Ini 7 Penyebab Banjir Jakarta dan Kota Besar

Simak pemicunya, supaya kamu bisa mencegahnya!

Ilustrasi bencana banjir. (IDN Times/Sukma Shakti)

Surabaya, IDN Times - Pemberitaan soal banjir banyak terdengar di mana-mana. Terlebih, setelah ibukota Indonesia, Jakarta, mengalami banjir lagi untuk ke sekian kalinya. Belum lagi yang sebelumnya terjadi di kota-kota lain di seluruh Indonesia.

IDN Times/Nena Zakiah

Hal ini membuat kita bertanya-tanya, apa kira-kira faktor penyebab banjir dan bagaimana banjir bisa terjadi? IDN Times berkesempatan untuk mengobrol langsung dengan Nahwa Nuri Syahidah, S.T, Kepala Bidang Program SIGAB LAZ Nurul Hayat Surabaya di Markas SIGAB, Jl. I Gusti Ngurah Rai Blok A2/8 Surabaya. Bekali dirimu dahulu dengan pengetahuan berikut ini, yuk!

1. Letak daerah yang dekat dengan sungai

theguardian.com

Tidak ada penyebab tunggal banjir. Faktor-faktornya beragam, salah satunya adalah letak daerah yang dekat dengan sungai.

"Kita lihat dulu kondisi geografisnya, apakah daerah tersebut berada dalam peta rawan banjir," buka Nuri, sapaannya.

Identifikasi pula apakah daerah tersebut berada di dekat sungai.

"Kita lihat karakteristik sungainya, apakah termasuk sungai besar, sungai dekat pegunungan bahkan kita juga mengelompokkan sungai yang bagian sempadan (pinggiran sungai) yang rapuh dan rawan longsor," lanjutnya lagi.

Oleh karena itu, bermukim di daerah aliran sungai (DAS) memiliki risiko tinggi terkena banjir. Ketika terjadi hujan deras, air sungai akan berpotensi meluap ke pemukiman penduduk. Gak hanya banjir, risiko longsor pun memungkinkan terjadi.

2. Curah hujan tinggi tingkatkan risiko banjir

beautifulfeed.com

Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Menurut jurnal berjudul 'Pola Hujan Rata-rata Bulanan Wilayah Indonesia: Tinjauan Hasil Kontur Data Penakar dengan Resolusi Echam T-42' yang ditulis oleh Edvin Aldrian, disebutkan bahwa curah hujan tinggi terjadi antara bulan Januari hingga April, lalu di bulan Mei-Oktober terdapat penurunan curah hujan, karena musim peralihan menuju kemarau, dan kembali hujan pada bulan November dan Desember. Dalam skala tahunan, Indonesia menerima curah hujan antara 1.000 hingga 3.000 mm. 

Seberapa besar pengaruh hujan pada banjir?

"Tergantung tinggi tidaknya curah hujan di daerah tersebut. Jadi misalnya, daerah tersebut tergolong kering dan memiliki curah hujan rendah. Meskipun durasi hujan lama, kalau curah hujannya rendah, akan tetap aman dari banjir," terang Nuri.

Begitu pula jika daerah tersebut memiliki curah hujan tinggi, ketika durasi hujan hanya sebentar, tidak akan beresiko banjir.

"Jadi kedua hal tersebut: durasi dan curah hujan, saling berpengaruh," pungkasnya.

Baca Juga: 10 Fakta Ilmiah Kenapa Orang Mendekat Jika Ada Kerumunan Apapun

3. Tinggal di daerah resapan air meningkatkan potensi banjir

abc.net.au

Gak semua lahan layak dimanfaatkan menjadi hunian. Penggunaan lahan yang salah bisa meningkatkan risiko terjadinya banjir.

"Kadang, lahan yang seharusnya menjadi tempat penyimpanan atau resapan air, malah dipakai untuk pembangunan. Ketika hujan datang, akhirnya air menggenangi daerah resapan air tersebut," ungkap Nuri.

Hal ini sering ditemui di kota-kota besar, di mana penyalahgunaan lahan sering terjadi. Daerah resapan air itu dimanfaatkan manusia untuk berbagai kepentingan, mulai dari membangun pemukiman, pelabuhan, rekreasi dan sebagainya. Padahal, resapan air berfungsi untuk menyangga kota dari ancaman kekeringan di musim kemarau atau luapan air di musim penghujan.

4. Pemakaian air tanah yang tinggi

grunge.com

Potensi risiko banjir di perkotaan dan pedesaan berbeda. Di kota, karena mobilitas yang tinggi dan pembangunan pesat, menyebabkan kebutuhan air di kota jauh lebih tinggi.

"Kemudian, mereka akan mencari sumber air, apakah memakai air sungai atau air tanah. Namun sayangnya, kualitas air sungai di perkotaan cenderung kotor, tercemar dan gak layak minum, sehingga penduduk banyak yang memilih menggunakan air tanah," terang Nuri.

Padahal, penggunaan air tanah yang masif memunculkan problem baru, yakni permukaan tanah menjadi turun. Ini karena jumlah air tanah yang berkurang. Permukaan tanah yang turun dapat memperbesar risiko terjadinya banjir.

5. Tentu saja, membuang sampah sembarangan dapat perbesar risiko banjir

theguardian.com

Kita telah diajarkan sedari dini bahwa membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan banjir. It's true, karena sampah dapat menghalangi aliran air dan menyebabkan air sungai meluber. Kurangnya edukasi dan kepedulian terhadap lingkungan membuat masyarakat dengan abainya membuang sampah ke sungai.

"Sampah dapat menutup saluran air. Akhirnya air tersebut meluber ke pemukiman penduduk," jelas Nuri.

FYI, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut ada sekitar 7.000 ton sampah yang dibuang di Sungai Ciliwung setiap harinya. Dari 7.000 ton ini, hanya 75 persen sampah yang bisa diangkut. Bahkan, 180 ton sisanya mengendap dan mencemari sungai. Miris!

6. Tinggal di lereng gunung dengan hutan yang dibabat habis

theaustralian.com.au

Tinggal di lereng gunung gak membuat kita lolos dari ancaman banjir. Seperti yang terjadi di daerah Sentani, Papua pada 16 Maret 2019 silam. Daerah yang biasanya dikenal aman ini tiba-tiba mengalami longsor dan banjir bandang!

"Padahal, daerah ini dikenal gak pernah banjir. Setelah ditelusuri, Sentani yang berada di lereng Gunung Cycloops memiliki lahan miring yang berbentuk hutan. Namun, hutan itu dibabat karena ada pembukaan lahan dan pembangunan," terang Nuri.

Terlebih, kondisi geografis di daerah tersebut tanahnya rapuh.

Alhasil, ketika turun hujan, gak ada penghalang air berupa pohon dan menyebabkan air tersebut terus meluncur ke bawah. Kebetulan, di bawah ada pemukiman penduduk. Dan akhirnya, terjadilah banjir di wilayah tersebut.

Baca Juga: 12 Alasan Ilmiah Kenapa Seseorang Menjadi Teroris, Ini Pikiran Mereka

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya