TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Menyedihkan Badak Jawa, Mamalia Darat Terlangka di Dunia

Badak jawa diprediksi dapat punah dalam 10 tahun

ilustrasi badak jawa (unsplash.com/Ashwina Kumar)

Badak merupakan salah satu hewan herbivora terbesar, kedua terbesar setelah gajah. Terdapat lima spesies badak di dunia ini, dua diantaranya ada di Indonesia. Mereka adalah badak sumatera dan badak jawa.

Badak jawa adalah hewan endemik sekaligus kebanggaan warga Jawa. Namun sayangnya, ia juga menyandang status sebagai mamalia darat paling terancam punah. Padahal, ia sudah menghuni Pulau Jawa jauh sebelum manusia hadir. Nah, berikut ini ada sejumlah fakta menyedihkan dari badak jawa yang perlu kamu ketahui. 

Baca Juga: Bukan Hanya Manusia, Hewan-Hewan Ini pun Jago Bertani

1. Badak jawa adalah mamalia darat paling langka di dunia dengan hanya 79 spesies

ilustrasi badak jawa di habitatnya (pixabay.com/Deba_dmj)

Sosok badak jawa hanya dapat ditemukan di ujung barat Pulau Jawa, tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon. Dilansir International Rhino Foundation, pada 2022, total populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung hanya berkisar 76 individu, lho. Jumlah ini tentu tergolong sangat sedikit.

Jika melihat masa lalu, jumlah badak jawa jauh lebih baik. Sebab, saat pertama kali dilakukan perhitungan pada 1967, populasinya hanya terpantau sebanyak 25 individu. Kemudian perhitungan secara berkala dalam skala besar mulai terus dilakukan sehingga semakin banyak badak jawa yang terpantau.

2. Dulu, badak jawa tersebar di luar Taman Nasional Ujung Kulon hingga ke Asia Tenggara

ilustrasi badak jawa yang bermigrasi (pixabay.com/Our-world-wiki)

Sekarang badak jawa memang hanya bisa dijumpai di Taman Nasional Ujung Kulon. Namun jika melihat masa lalu, spesies ini pernah menjadi penghuni Asia Tenggara. Mulai dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, bahkan hingga ke India.

Jadi, tak heran jika terdapat nama tempat yang mengandung unsur badak, seperti Ranca Badak di Bandung, Rawa Badak di Jakarta, Kandang Badak di Gunung Gede Pangrango, dan Cibadak di Sukabumi. Penamaan itu muncul karena dulunya tempat tersebut merupakan habitat badak jawa.

Sayangnya, badak jawa terakhir di luar Ujung Kulon tercatat ada di Tasikmalaya dan dibunuh pada 1934. Sementara itu, di luar Indonesia, badak jawa terakhir di Vietnam ditemukan meninggal akibat diburu pada 2010.

3. Perburuan cula dan anggapan sebagai hama membuat populasinya turun drastis

ilustrasi cula badak jawa (unsplash.com/Gerhard Trupp)

Sejatinya, tidak ada yang tau pasti kenapa populasi badak jawa bisa menurun secara drastis hingga ke angka puluhan. Namun, pendorong utamanya sudah pasti karena perburuan cula dan badak jawa yang dianggap sebagai hama di dunia pertanian.

Dilansir Mongabay, di masa lalu, cula badak jawa memiliki nilai yang tinggi. Tak heran jika pada tahun 1800, diprediksi sebanyak 2.500 cula badak jawa dikirim ke China setiap tahunnya. Artinya, diperkirakan ada 7 ekor badak jawa yang dibunuh setiap harinya.

Ditambah, pada masa pemerintahan Belanda di pertengahan abad 19, badak jawa dianggap sebagai hama pertanian dan perkebunan. Akibatnya, pemerintah Belanda memberi imbalan bagi siapa pun yang bisa membunuh badak jawa. Tercatat, pada era tersebut, sebanyak 256 individu badak jawa terbunuh hanya dalam 2 tahun.

4. Diprediksi akan punah dalam 10 tahun mendatang

ilustrasi badak jawa yang meninggal (pixabay.com/Herbert2512)

Populasinya yang rendah dan banyaknya ancaman membuat badak jawa rentan punah. Dilansir Discover Magazine, para peneliti memprediksi jika badak jawa berpotensi besar punah dalam 10 tahun mendatang.

Bahkan, tanpa ancaman perburuan cula, badak jawa memiliki banyak ancaman. Populasinya yang sangat kecil memungkinkan mereka untuk kawin sedarah. Kondisi ini tentu akan menurunkan kualitas keturunan badak jawa. Berdasarkan analisis, populasi badak jawa saat ini hanya berasal dari 3 atau 4 garis keturunan.

Selain itu, badak jawa harus bersaing ruang dan makanan dengan banteng. Ditambah, ia juga rentan terhadap penyakit, seperti penyakit ngorok dan rentan terhadap bencana alam, khususnya tsunami dan letusan gunung berapi.

Verified Writer

Pradhipta Oktavianto

Tukang tulis yang menyukai alam dan konservasi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya