TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wajib Tahu! 7 Fakta Mengerikan di Balik Orde Baru

Sering luput dari pembahasan sejarah Indonesia pada umumnya

unimelb.edu.au

Soeharto mungkin dikenal sebagai salah satu kepala negara dengan jabatan terlama sepanjang masa, yang memerintah Indonesia selama 32 tahun. Berdasarkan data dari BBC, ia juga berhasil memasukkan sekitar USD35 miliar atau senilai Rp500 triliun ke dalam "kantongnya" sendiri selama rezimnya.

Menurut Transparency International, secara statistik hal itu menjadikannya sebagai pemimpin paling korup dalam sejarah. Walau begitu, rezimnya, Orde Baru tetap dikenang sebagai salah satu era "terbaik" dan teraman dalam sejarah Indonesia.

Namun, warisan yang ditinggalkannya ternyata lebih kompleks dari sekadar keberhasilan ekonomi dan pembangunan. Banyak peristiwa mengerikan yang terjadi pada masanya. Tujuh di antaranya akan dijelaskan dalam daftar di bawah ini.

1. Gerakan 30 September 1965

wikimedia.org

Tidak dapat dimungkiri jika peristiwa G30S adalah "batu loncatan" Soeharto untuk menjadi presiden Indonesia. Semua bermula pada awal tahun 1965, ketika kondisi Indonesia sedang kacau dan Presiden Soekarno tidak dapat menahan inflasi yang melumpuhkan perekonomian negara.

Hal itu diperparah dengan kekacauan politik yang disebabkan oleh netralitas "semu" Indonesia selama Perang Dingin karena Soekarno lebih condong ke Blok Kiri pada saat itu. Secara tidak langsung, semua pemicu ini melahirkan Gerakan 30 September, sebuah peristiwa yang akan mengubah sejarah Indonesia selamanya.

Mengutip dari Britannica, pada dini hari 1 Oktober 1965, sekelompok konspirator dari dalam militer menculik dan membunuh enam jenderal tertinggi, lalu menyatakan telah mengendalikan angkatan bersenjata. Demi menghadapi upaya kudeta tersebut, Soekarno tidak punya pilihan lain selain menyerahkan hampir semua kuasa militernya kepada Soeharto.

Dilansir dari laman Guardian, Soeharto pun berhasil menumpas tokoh-tokoh di balik peristiwa ini. Namun, ia tidak pernah melepaskan kekuatan "darurat" tersebut dan malah memakainya untuk menggantikan Soekarno sebagai presiden Indonesia lewat Supersemar.

Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa G30S mungkin telah diatur dari belakang layar oleh Soeharto sendiri. Apa pun kebenarannya, peristiwa ini telah menjadi permulaan dari berbagai peristiwa berdarah yang akan terjadi di kemudian harinya.

2. Pembunuhan massal simpatisan PKI

ediaoyudao.com

Setelah berhasil menumpas kudeta G30S, Soeharto segera memulai kampanye untuk menghilangkan para lawan politiknya. Pertama-tama, ia harus membersihkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan pasukannya sendiri.

Nyatanya, sasaran pembersihan itu tidak hanya anggota PKI. Simpatisan, tertuduh PKI, dan siapa pun yang dianggap mengancam kekuasaannya akan dimusnahkan pada saat itu juga. Selama lebih dari setahun, para intelektual dan etnis Tionghoa Indonesia terbunuh dalam peristiwa ini.

Belum jelas berapa jumlah orang yang terbunuh selama "pembersihan" ini, tetapi perkiraan umum yang diambil dari laman The Diplomat menyebutkan bahwa angka kematian mencapai 500 ribu-1 juta, walau beberapa orang mengklaim jumlahnya mungkin mencapai 2,5 juta.

Pembersihan ini sangatlah brutal karena satuan militer memaksa warga biasa untuk melakukan pembunuhan, termasuk teman dan kerabat mereka sendiri. Di beberapa provinsi, penduduk desa diperintahkan untuk memukuli ratusan tahanan hingga mati dengan linggis.

Setelahnya, banyak mayat yang tergeletak di sepanjang jalan, sampai bau darah menyebar di kota-kota dan sungai tersumbat dengan mayat yang dibuang ke dalamnya. Saat peristiwa ini berakhir, tidak ada oposisi "kiri" yang tersisa untuk menentang sang diktator baru.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Wartawati Era Orde Baru yang Dituduh PKI

3. Diskriminasi terhadap masyarakat Papua

nationaalarchief.nl

Pada saat Soeharto memerintah, ada keinginan dari Irian Barat untuk "kembali" memerdekakan diri. Setidaknya, 85 persen dari masyarakat Papua ingin memisahkan diri dari Indonesia. Untuk menghadapi hal ini, Soeharto memulai kampanye berkelanjutan untuk menghancurkan mereka dari dalam.

Dilansir dari laman Human Rights Watch, Soeharto berhasil mendapat kontrol penuh atas Papua setelah melakukan pemungutan suara palsu. Pemerintahan otoriter pun menyusul dan semua orang yang menunjukkan tanda nasionalisme Papua akan dikenakan hukuman penjara selama 15 tahun.

Pada saat yang sama, kebijakan transmigrasi diberlakukan, yang membawa begitu banyak orang Jawa ke Papua sampai melebihi jumlah penduduk asli di sana. Penduduk asli Papua hanya bisa menyaksikan ketika Orde Baru mengeruk semua kekayaan alam di tanah mereka.

Sampai hari ini, dua dekade setelah Soeharto digulingkan, Papua tetap menjadi wilayah yang terpinggirkan dan menjadi korban diskriminasi dari mayoritas penduduk Indonesia.

4. Genosida di Timor Timur

easttimorgenocide.weebly.com

Walau telah membersihkan semua hal yang berbau komunis setelah peristiwa G30S, tampaknya Soeharto masih belum yakin jika "momok" tersebut sudah sepenuhnya lenyap dari wilayah Indonesia dan sekitarnya.

Oleh karena itu, pada Desember 1975, ia memerintahkan invasi pertama ke Timor Timur, yang dilakukan sebagai tanggapan terhadap ancaman komunis. Namun, yang terjadi selanjutnya adalah salah satu pembantaian terburuk dalam sejarah.

Dalam 24 jam, sejak pendaratan pertamanya, pasukan Soeharto langsung melakukan kekejaman di sana. Mengutip dari buku War and State Terrorism, di salah satu kota, 150 warga sipil dipilih secara acak; dibawa ke dermaga; dan ditembak oleh regu tembak. Sementara, di Ibu Kota Dili, pria dan anak laki-laki menjadi sasaran eksekusi massal.

Di Kota Malim Luro, tentara memaksa 60 warga sipil untuk berbaring di tanah dengan todongan senjata, kemudian menggilas mereka dengan buldoser. Mereka juga membiarkan korban terkunci dalam bangunan yang dibakar. Korban yang selamat dari invasi ini dibiarkan mati kelaparan.

Banyak yang mengatakan bahwa pendudukan Timor Timur mengakibatkan lebih dari 200 ribu kematian. Pada basis per kapita, peristiwa ini adalah genosida paling mematikan di abad ke-20 setelah Holocaust karena sepertiga dari total keseluruhan orang Timor meninggal.

5. Petrus

t-online.de

Sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin setuju jika Orde Baru sangat sukses dalam menekan kejahatan. Nyatanya, keberhasilan tersebut berasal dari kebijakan yang mengerikan karena pada saat itu. Alih-alih memenjarakan para penjahat, Soeharto justru memerintahkan anak buahnya untuk membunuh mereka.

Dikenal dengan nama Penembakan Misterius (Petrus), operasi itu bertujuan untuk membuat teror ke dalam hati masyarakat Indonesia. Selama periode ini, militer, polisi, dan antek-antek pemerintah akan menangkap siapa pun yang dicurigai telah melakukan kegiatan kriminal dan mengeksekusi mereka tanpa proses pengadilan.

Dilansir dari laman Jakarta Post, mereka sering membuat pesan dengan memutilasi mayat-mayat para penjahat dan membuangnya di tempat umum dan meninggalkan sedikit uang yang ditaruh di dekat mayat mereka untuk biaya pemakaman. Hal ini dilakukan untuk menakut-nakuti penjahat lainnya.

Tidak semua dari mereka yang dibunuh adalah penjahat karena banyak dari pegawai negeri sipil dan petani yang tidak bersalah juga turut menjadi korban. Lebih dari 2 ribu orang terbunuh selama Operasi Petrus, walau Soeharto sendiri tidak mengakui fakta ini dalam otobiografinya.

6. Pembantaian Santa Cruz

carmelites.org.au

Pada 1991, protes damai terjadi di seluruh Timor Timur. Di bawah pengawasan militer Indonesia, ribuan orang Timor berbaris ke pemakaman Santa Cruz di Dili untuk meletakkan bunga di kuburan para pejuang perlawanan. Namun, setelah kuburan tersebut penuh dengan pendemo, militer mulai melepaskan tembakan kepada mereka.

Terkurung oleh penjaga dan tembok, para demonstran tidak punya tempat untuk lari. Ketika mereka berusaha melarikan diri, militer melepaskan tembakan demi tembakan ke kerumunan sampai tanah licin dengan darah.

Dilansir dari Jakarta Post, setidaknya 400 orang terluka parah dan 270 lainnya terbunuh dalam peristiwa ini. Banyak juga yang hilang, entah ditangkap atau dibunuh oleh militer.

Serangan itu dianggap sebagai pertumpahan darah yang tidak perlu terjadi dan PBB mengutuk pemerintahan Soeharto sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Namun, semua itu sia-sia karena sampai hari ini belum ada yang dimintai pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut.

Baca Juga: [OPINI] Merindukan Orde Baru Sungguh Tidak Masuk Akal

Verified Writer

Shandy Pradana

"I don't care that they stole my idea. I care that they don't have any of their own." - Tesla // I am a 20% historian, 30% humanist and 50% absurdist // For further reading: linktr.ee/pradshy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya