[OPINI] Merindukan Orde Baru Sungguh Tidak Masuk Akal

bagi anda yang merasa orde baru harus bangkit, siapkah anda dengan segala kejahatan tanpa tuan?

Saya tidak lahir saat zaman orde baru. Beruntung sekali. Namun, saya lahir setelah zaman orde baru. Saya menyesal. Saya dipaksa menjadi bagian generasi yang membenci PKI secara membabi buta tanpa sebab. Sama seperti yang dilakukan dan dipaksakan kepada generasi sekarang. Membenci karena berbeda agama, pilihan, juga teriakan kafir berkepanjangan. Membenci karena alasan berbeda agama menjadi hal yang tak berkesudahan.

Saya dipaksa menonton film yang berisi kekerasan 30 September. Setiap tahun. Lalu, saya dilarang bertanya mengapa, apa, kenapa, bagaimana. Yang diinginkan dari saya adalah membenci PKI dengan segala antek-anteknya. Buku-buku sejarah tak pernah luput dari gerakan-gerakan menyeramkan. Justru hal ini yang paling menarik buat saya. Bangsa ini pernah mengalami kemelut hingga tak pernah bisa tertuntaskan. Ahli sejarah, ahli nujum, ahli peramalan, tak bisa memberi batas yang nyata antara yang benar dan salah. Entahlah…masa orde baru itu seperti apa sehingga tampak begitu berkerut-kerut. Hingga 71 Indonesia merdeka, isu 30 September tak pernah benar. Namun, masih ada yang beranggapan zaman orba itu enak, mapan, tentram, bahkan ingin menobatkan Presidennya sebagai salah satu pahlawan nasional.

Mendengar kata Gerwani, PKI, Pasukan Tameng, pemberontakan, pembunuhan, petrus, Ade Irma Suryani, dan lainnya, mulut saya seolah dibekap begitu rapat. Tidak ada yang boleh mengetahuinya lebih dalam. Kematian ratusan orang masih jadi misteri. Yang paling ampuh membunuh kala itu adalah fitnah. Begitu didengar terlibat PKI, tanpa memastikan dulu, nyawa seseorang langsung dicabut. Seolah Tuhan terlambat menyelamatkan.

Fitnah begitu kejam. Padahal media sosial belum ditemukan. Fitnah itu membunuh. Sama seperti era pemilihan Gubernur DKI. Adu fitnah jadi gejolak sosial. Semua pandai menggali, terutama mereka yang anti-cina, anti-perbedaan, anti-toleransi, menggebu merekrut pengikut. Zaman orde baru itu seperti menjelma dalam bentuk lain hari ini. Atas nama agama, semua bebas difitnah, dicaci, disingkirkan, akhirnya dibekukan. Anehnya, masih banyak yang buta karena agama, etnis, dan antitoleransi. Hingga mereka yang berdiri di balik jubah putih, berkoar merindukan orde baru. Katanya supersemar maha sakiti, katanya zaman serba murah, katanya penyelamat dari bahasa laten. Nyatanya negeri ini jadi negeri terkorup di dunia.  

Merindukan orde baru? Sungguh, anda tidak masuk akal. Anda tahu? Zaman kelam yang tak pernah jelas itu, telah membuat banyak anak tidak memiliki ayah, banyak istri yang dipaksa jadi janda tiba-tiba, banyak yang gila karena fitnah, banyak yang menyerah karena dianggap tak memiliki masa depan? Penggolongan manusia pun terjadi zaman itu. Ada kumpulan manusia yang digolongkan ke dalam sampul D, golongan kiri, golongan hitam, yang dirinya juga keturunannya tak bisa menjadi pegawai negeri, menduduki jabatan, bahkan harus dimusnahkan dalam penderitaan.

Apakah hal ini yang dirindukan? Belum lagi, saya merasa 6 tahun belajar sejarah di sekolah dasar, ditambah 3 tahun lagi di SMP, 3 tahun lagi di SMA, belajar sejarah 30 September yang tak pernah jelas? Melulu soal kebencian PKI dan orde baru yang katanya menyelamatkan. Saya bertanya untuk yang merindukan orde baru ini, tahukah anda berapa tubuh yang telah menjadi bangkai tak mendapat kuburan layak? Tak pernah ditemukan jasadnya oleh keturunannya? Menginginkan orde baru kembali berkuasa? Anda mungkin lelah dengan segala fitnah yang ternyata memakan anda secara perlahan. Setelah isu anticina tak berhasil, grup berisik ini kembali mengusik. Salah satunya isu pembanding zaman.

Orba tampak seperti zaman yang tentram di permukaan. Itu bukan karena minimnya kriminalitas, tapi karena pers dibungkam. Kebebasan pers dalam menyampaikan berita dan aspirasi rakyat dibelenggu negara lewat Departemen Penerangan. Mungkin, kasus penistaan agama ini tidak akan pernah mencuat, akhirnya menang. Sebab minoritas dipaksa tunduk pada mereka yang mengaku paling bijak beragama. Berapa orang yang akan hilang tiba-tiba, berapa buruh yang “diperkosa”, berapa pemuda yang tidak mendapat kesempatan karena layak?

Berapa kerusuhan yang akhirnya harus dibungkam dengan pembunuhan? Apa yang bisa dirindukan dari zaman orba ini? Kalimat ini terdengar berisik sekali. Merindukan orba tidak main-main dipublikasikan. Mereka yang berada di balik layar bahkan mengadakan pertemuan. Yang datang ribuan, jutaan, dengan alasan sama yaitu menginginkan penista agama dibekukan. Yang mati tidak mungkin hidup kembali. Orde baru telah tumbang dan pengikutnya yang jelas-jelas masih merindukan masa-masa kelam sudah sepantasnya diselidiki, dibina, bila perlu dibuatkan panti khusus bagi mereka yang tunaakal, tunalogika, juga tunatoleransi. Pikiran-pikiran oknum seperti ini yang menghambat kemajuan Indonesia. Kemerdekaan belum sepenuhnya milik Indonesia jika yang begini masih memiliki pengikut manut dan nurut.

Kematian Presiden yang memerdekaan Indonesia tak pernah jelas. Apakah benar Bung Karno wafat karena sakit ginjal yang dideritanya? Atau sakit hati memiliki generasi penjilat, jahat, rakus, juga rasis? Penyakit ini yang membunuh Beliau perlahan demi menghindari pertumpahan darah. Lantas, begitu orde baru dibicarakan untuk bangkit, seharusnya kita cepat melawan. Satu-satunya cara adalah mengirim mereka pada pemilik orde baru itu.

Ni Nyoman Ayu Suciartini Photo Verified Writer Ni Nyoman Ayu Suciartini

I'm a writer

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya