TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Kesehatan Mental Gen Z, Generasi Paling Tertekan

Konon, generasi ini paling mengkhawatirkan #IDNTimesScience

ilustrasi generasi Z (unsplash.com/Zyanya BMO)

Gen Z merupakan generasi yang terdiri dari anak-anak muda yang lahir antara 1995 hingga 2010. Menurut para peneliti, generasi Z merupakan generasi yang paling tertekan saat ini. Tidak heran, kalau banyak sekali isu kesehatan mental yang menyerang generasi ini.

Menurut Western Governors University, hanya 45% individu gen Z yang mengatakan bahwa kesehatan mental mereka baik atau sangat baik. Angka ini 11% lebih rendah dari generasi sebelumnya, yakni generasi milenium.

Untuk lebih jelasnya, simak 5 fakta mengenai isu kesehatan mental gen Z, generasi yang paling tertekan saat ini.

1. Masalah kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dari generasi sebelumnya

ilustrasi orang depresi (pexels.com/Pixabay)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center, 70% remaja dari berbagai ras, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan keluarga mengatakan bahwa kecemasan dan depresi adalah masalah yang paling banyak dialami oleh rekan-rekan mereka saat ini. Angka ini terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.

Penelitian lainnya juga mengungkapkan bahwa lebih dari satu dari delapan orang Amerika berusia 12 hingga 25 tahun mengalami masalah besar, yakni depresi.

Rasa cemas, stres, dan depresi yang dialami oleh para gen Z disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor tersebut kebanyakan berasal dari lingkungan mereka, seperti kekerasan, pelecehan, kekhawatiran akan ketidakstabilan keuangan, politik, dan juga media sosial.

Baca Juga: Survei Kesehatan Mental di RI: Mayoritas Kesepian dan Ingin Bunuh Diri

2. Generasi yang paling banyak melakukan konseling

ilustrasi orang yang sedang konseling (pexels.com/Karolina Grabowska)

Karena banyaknya individu gen Z yang mengalami kesehatan mental, membuat angka permintaan konseling dan terapi pada generasi ini meningkat. Sekitar 37% anggota gen Z melaporkan bahwa mereka menerima bantuan dari psikolog atau ahli kesehatan mental lainnya.

Namun, hanya separuh yang mengatakan bahwa mereka berhasil mengelola stres mereka. Hampir tiga perempat gen Z mengatakan bahwa mereka membutuhkan banyak dukungan emosional untuk memulihkan kesehatan mental mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, diskusi seputar kesadaran kesehatan mental juga telah menjadi lebih umum pada generasi ini.

3. Media sosial memegang dampak besar pada isu kesehatan mental gen Z

ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Perkembangan teknologi dan banyaknya media sosial yang beredar saat ini, membuat sejumlah generasi, khususnya gen Z menjadi kecanduan. Hal ini tentu dapat membawa dampak negatif terutama pada kesehatan mental.

Banyak remaja saat ini merasa tertekan dan mengalami perasaan terisolasi serta kesepian yang intens semenjak era komunikasi digital. Bahkan banyak kasus bunuh diri di Amerika yang disebabkan oleh penggunaan media sosial, kata seorang penulis studi JAMA. Parahnya tingkat kecanduan medsos pada generasi ini juga menciptakan generasi yang individualis dan rendah akan rasa simpati.

Selain itu, gen Z terus-menerus disadarkan akan berita dunia yang tragis atau hoaks melalui informasi yang mudah diakses melalui ponsel mereka sehingga meningkatkan angka kecemasan dan ketakutan pada generasi ini. 

4. Orang kulit putih lebih aware dan terbuka terhadap isu kesehatan mental dibandingkan orang kulit berwarna

ilustrasi anak kecil dari berbagai warna kulit (pexels.com/Yan Krukov)

Melissa DuPont-Reyes dari Latino Research Institute di University of Texas di Austin menyurvei 667 siswa kelas enam dari sekolah perkotaan di Texas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak kulit putih lebih berpengetahuan tentang penyakit mental daripada anak-anak dengan kulit berwarna. Selain itu, anak-anak kulit putih lebih sering menunjukkan sikap dan perilaku yang lebih positif terhadap pengelolaan kesehatan mental.

Survei ini juga mengungkapkan bahwa anak laki-laki kulit hitam cenderung memiliki sikap yang lebih negatif terhadap penyakit mental dan pola serupa terlihat juga pada remaja Latin. Dari sini dapat disimpulkan bahwa orang kulit berwarna lebih cenderung menekan, mengecilkan, atau mengabaikan emosi mereka yang dapat berkontribusi pada peningkatan isu kesehatan mental pada anak.

Ada stigma rasa malu terhadap penyakit mental oleh komunitas orang kulit berwarna sehingga mereka cenderung mengabaikan kesehatan mental yang dimiliki. Kurangnya layanan kesehatan mental untuk remaja di komunitas Latin dan Afrika-Amerika meningkatkan resiko mereka terkena depresi. 

Baca Juga: 5 Fobia yang Mengganggu Kesehatan Mental, Jangan Diabaikan!

Verified Writer

Sintya Yoo

nothing

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya