5 Ancaman yang Disebabkan Sampah Antariksa, Risiko Tabrakan Satelit

- Sampah luar angkasa meningkatkan risiko tabrakan dengan satelit aktif, mengakibatkan kerusakan serius dan gangguan pada layanan komunikasi serta pemantauan cuaca.
- Stasiun Internasional Luar Angkasa (ISS) dan astronaut berada dalam ancaman serius akibat sampah luar angkasa, memerlukan manuver darurat untuk menghindari tabrakan.
- Fenomena Kessler Syndrome bisa menyebabkan orbit Bumi terlalu berbahaya untuk eksplorasi, menghambat misi ke luar angkasa dan menimbulkan risiko jatuhnya sampah ke Bumi.
Di era modern ini, eksplorasi luar angkasa semakin berkembang pesat dengan berbagai misi peluncuran satelit dan perjalanan ke luar angkasa. Namun, di balik kemajuan tersebut, ada ancaman yang semakin mengkhawatirkan, yaitu sampah antariksa. Sampah ini terdiri dari berbagai benda seperti bagian roket yang terlepas, satelit yang sudah tidak berfungsi, serta serpihan akibat tabrakan di orbit.
Menurut data NASA, saat ini terdapat lebih dari 36 ribu objek berukuran lebih dari 10 cm yang mengorbit Bumi, sementara jumlah partikel kecil yang tidak terdeteksi jauh lebih besar. Jika tidak segera ditangani, keberadaan sampah luar angkasa dapat membahayakan teknologi yang kita andalkan sehari-hari. Satelit yang digunakan untuk komunikasi, navigasi, dan pemantauan cuaca bisa terkena dampaknya. Lebih jauh lagi, sampah antariksa bisa mengancam keselamatan astronaut serta memperumit misi eksplorasi di masa depan. Berikut beberapa ancaman yang disebabkan oleh sampah antariksa. Ada apa saja?
1.Tabrakan dengan satelit aktif

Salah satu dampak paling nyata dari sampah antariksa adalah risiko tabrakan dengan satelit yang masih beroperasi. Dilansir laman Flypix, dengan kecepatan yang bisa mencapai 28.000 km/jam, bahkan serpihan kecil sampah antariksa pun dapat menyebabkan kerusakan serius.
Pada 2009, satelit komunikasi Iridium 33 milik AS bertabrakan dengan satelit nonaktif Kosmos-2251 milik Rusia, menciptakan ribuan kepingan puing baru. Tabrakan semacam ini bisa menyebabkan gangguan pada layanan komunikasi, navigasi, dan bahkan pemantauan cuaca yang bergantung pada satelit. Selain itu, setiap tabrakan juga akan memperbanyak jumlah sampah di orbit sehingga meningkatkan kemungkinan insiden serupa di masa depan.
2.Ancaman bagi stasiun luar angkasa dan astronaut

Sampah antariksa juga menjadi ancaman serius bagi Stasiun Internasional Luar Angkasa (ISS) dan astronaut yang bertugas di luar angkasa. Partikel kecil sekalipun bisa menembus dinding ISS atau pakaian luar angkasa astronaut sehingga berpotensi menyebabkan kebocoran udara yang berbahaya.
Dilansir laman Space.com, pada 2021, NASA harus menunda aktivitas luar angkasa astronaut karena adanya ancaman dari serpihan satelit yang meledak. ISS sendiri sering melakukan manuver untuk menghindari tabrakan dengan puing-puing luar angkasa yang terdeteksi. Jika tidak ada langkah pencegahan, risiko bagi awak ISS akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah sampah antariksa.
Beberapa negara dan perusahaan kini sudah mulai mengembangkan teknologi untuk membersihkan orbit Bumi guna mengurangi ancaman ini. Namun, tantangan teknis dan biaya tinggi masih menjadi hambatan dalam menerapkan solusi yang efektif.
3.Efek domino (Kessler Syndrome)

Fenomena Kessler Syndrome menggambarkan situasi di mana tabrakan antar benda di luar angkasa menciptakan lebih banyak puing, yang kemudian memicu tabrakan berantai yang tidak terkendali. Dilansir laman National Space Centre, ilmuwan NASA, Donald J. Kessler, pertama kali mengemukakan teori ini pada 1978, yang memperingatkan bahwa jika jumlah sampah antariksa terus meningkat, orbit Bumi bisa menjadi terlalu berbahaya untuk kegiatan eksplorasi.
Efek domino ini dapat menyebabkan orbit tertentu menjadi tidak dapat digunakan lagi karena terlalu banyak puing yang bertebaran. Jika ini terjadi, akses ke luar angkasa akan semakin sulit dan mahal serta menghambat perkembangan teknologi antariksa. Beberapa ahli bahkan khawatir bahwa Kessler Syndrome bisa mengakibatkan hilangnya infrastruktur komunikasi global yang bergantung pada satelit luar angkasa.
4.Menyulitkan misi masa depan

Sampah antariksa juga dapat menyulitkan misi eksplorasi masa depan, baik untuk pengiriman satelit baru maupun perjalanan ke luar angkasa. Setiap peluncuran roket kini harus mempertimbangkan jalur orbit yang aman agar tidak bertabrakan dengan puing-puing luar angkasa.
Dilansir laman NASA, pada 2021, misi Crew-2 SpaceX yang membawa astronaut ke ISS harus melakukan manuver darurat untuk menghindari serpihan luar angkasa yang melintas. Jika jumlah sampah terus bertambah, kemungkinan peluncuran tertunda atau bahkan dibatalkan dan adanya aksi darurat seperti ini akan semakin besar.
Selain itu, eksplorasi luar angkasa ke Bulan dan Mars juga bisa terhambat. Hal ini disebabkan karena jalur keluar dari orbit Bumi dipenuhi sampah yang berbahaya.
5.Ancaman bagi Bumi

Meskipun sebagian besar sampah antariksa tetap berada di orbit, beberapa di antaranya bisa jatuh kembali ke Bumi. Kebanyakan puing kecil akan terbakar saat memasuki atmosfer, tetapi benda yang lebih besar berisiko mencapai permukaan.
Dilansir NASA, Pada tahun 1979, sisa-sisa stasiun luar angkasa Skylab milik NASA jatuh di Australia Barat. Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, tapi insiden seperti ini tetap berpotensi membahayakan.
Insiden serupa terjadi pada 2020 ketika bagian roket Long March 5B milik China jatuh di dekat sebuah desa di Pantai Gading. Jika tidak dikendalikan dengan baik, serpihan dari luar angkasa bisa jatuh di daerah berpenduduk dan menyebabkan kerusakan.
Beberapa negara kini mulai menerapkan aturan agar satelit dan roket memiliki mekanisme de-orbit yang aman untuk memastikan mereka terbakar habis di atmosfer atau jatuh di lautan. Namun, masih banyak sampah luar angkasa yang tidak memiliki mekanisme tersebut, sehingga risiko bagi Bumi tetap ada.
Sampah antariksa masih menjadi tantangan yang segera diatasi agar tidak menghambat eksplorasi masa depan. Saat ini, berbagai teknologi sedang dikembangkan, seperti satelit pembersih dan sistem penangkap puing, untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan. Meskipun belum sepenuhnya diterapkan, langkah-langkah ini menunjukkan upaya nyata dalam menjaga orbit tetap aman.