ilustrasi serigala (pixabay.com/Papafox/Peter Fischer)
Kepunahan hewan bukan sekadar bahwa manusia tidak bisa lagi melihat dan mengagumi semua hewan yang ada di Bumi. Faktanya, kepunahan hewan juga berdampak pada lingkungan hidup manusia. Pasalnya, segala sesuatu yang ada di Bumi ini mempunyai tujuan bagi lingkungannya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tumbuhan sangat penting untuk menghasilkan oksigen. Namun, keberadaan hewan juga tak kalah penting bagi keberlangsungan hidup manusia, lho.
Keanekaragaman hayati mengacu pada keanekaragaman makhluk hidup. Hal ini mencakup keanekaragaman genetika, spesies, dan ekosistem. Dikutip Australian Museum, ada lebih dari 13 juta spesies tumbuhan dan hewan yang ada di Bumi. Wilayah-wilayah yang memiliki keberagaman yang paling berpengaruh adalah Australia, hutan hujan Amazon di Amerika Selatan, dan Asia Tenggara. Bahkan, serangga dan cacing yang sangat kecil pun menjadi faktor dalam keanekaragaman hayati.
Contoh keanekaragaman hayati ini ialah serigala di Taman Yellowstone—taman nasional pertama di Amerika Serikat. Sayangnya, serigala Yellowstone ini diburu hingga hampir punah. Sebagai predator utama di ekosistem Yellowstone, berkurangnya jumlah mereka membuat populasi herbivor seperti rusa mengalami peningkatan.
Nah, terlalu banyak rusa menyebabkan berkurangnya pohon dedalu (willow) dan pohon aspen di tepi sungai—yang merupakan makanan kesukaan rusa. Akibatnya, burung penyanyi juga terganggu karena pohon dedalu dan aspen merupakan habitat mereka. Selain itu, berkurangnya tanaman ini bisa menyebabkan erosi di dekat perairan. Hilangnya habitat burung juga membuat serangga seperti nyamuk jadi semakin banyak. Hal itu lantaran nyamuk adalah sumber makanan utama bagi burung. Tentu saja ini merupakan reaksi berantai yang merusak sampai ketika serigala Yellowstone berkembang biak kembali pada 1995. Taman Yellowstone lalu kembali pulih dan seimbang.