Ilustrasi Seismogram (IDN Times/Arief Rahmat)
Para ahli vulkanologi sepakat bahwa hal yang paling berharga adalah memantau kegempaan gunung berapi melalui frekuensi dan distribusi gempa bumi yang mendasarinya. Semakin banyak seismograf yang ditempatkan di gunung berapi, semakin lengkap juga gambaran yang mereka peroleh tentang pipa-pipa gunung tersebut.
Jaringan seismik dapat mengirimkan data melalui radio 24 jam sehari ke stasiun pemantauan yang dilengkapi komputer. Hal ini memungkinkan para ilmuwan untuk dengan aman mengamati perubahan.
Sistem akuisisi dan analisis data seismik berbasis komputer, yang pada dasarnya merupakan observatorium portabel, memungkinkan tim tanggap krisis berhasil memprediksi letusan Gunung Pinatubo pada 1991.
Meskipun kegempaan adalah kuncinya, pemantauan deformasi tanah merupakan teknik baru lainnya yang memungkinkan pemetaan tiga dimensi tentang apa yang terjadi di bawah tanah. Magma yang naik dari kedalaman sering kali mendorong kulit gunung berapi ke atas dan ke luar, seperti balon yang terisi udara.
Pengukur kemiringan dan instrumen survei yang sensitif dapat mengukur dan mencatat perubahan sekecil apa pun, yang membantu ahli vulkanologi. Misalnya seberapa dalam sumber magma, seberapa cepat pergerakannya, dan di lokasi gunung berapi mana ia mungkin meletus.
Pemantauan semacam ini telah membantu para ilmuwan mengantisipasi letusan gunung berapi Kilauea dan Mauna Loa di Hawaii, yang mengalami perubahan bentuk dengan cara dan kecepatan yang dapat diprediksi.