Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Negara Bisa Kehilangan Wilayah Tanpa Perang? Ini Faktanya!

Broughton Village, batas negara Inggris dan Skotlandia (commons.wikimedia.org/Harry Bond)
Broughton Village, batas negara Inggris dan Skotlandia (commons.wikimedia.org/Harry Bond)
Intinya sih...
  • Keputusan pemerintah bisa mengubah wilayah tanpa perang
  • Separatisme damai oleh warga lokal memengaruhi batas negara
  • Faktor geografis dan ekonomi juga dapat menyebabkan negara kehilangan wilayahnya
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Fakta negara sering kali dikaitkan dengan kekuatan militer, batas teritorial, dan konflik bersenjata. Namun, tidak semua perubahan wilayah terjadi karena perang. Ada berbagai mekanisme lain yang memungkinkan sebuah negara kehilangan sebagian tanahnya tanpa harus mengangkat senjata. Beberapa kejadian dalam sejarah menunjukkan bahwa faktor hukum, geografi, politik, bahkan ekonomi dapat berperan besar dalam perubahan peta dunia.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa hilangnya wilayah bukan hanya soal kalah dalam pertempuran, melainkan juga soal keputusan internal, tekanan diplomatik, atau bencana alam yang tak terhindarkan. Negara bisa saja menyusut atau berubah bentuk hanya karena dinamika yang tidak melibatkan kekerasan. Berikut lima penjelasan yang memperlihatkan bagaimana negara bisa kehilangan wilayah tanpa perang.

1. Pemerintah mengubah keputusan atas wilayahnya

Kepulauan Habomai (commons.wikimedia.org/Okapia2)
Kepulauan Habomai (commons.wikimedia.org/Okapia2)

Kadang kala, kehilangan wilayah justru datang dari dalam, yakni keputusan resmi pemerintah sendiri. Situasi ini bisa terjadi karena pertimbangan administratif, politik, atau demi menjaga hubungan dengan negara tetangga. Dalam sejarah, ada kasus ketika satu negara menyerahkan sebagian wilayahnya untuk menghindari ketegangan atau mengakomodasi hasil perundingan damai.

Contohnya adalah ketika Uni Soviet menyerahkan sebagian Kepulauan Habomai kepada Jepang dalam perjanjian yang tak pernah selesai dijalankan. Meskipun perang tak terjadi, wilayah bisa berpindah tangan karena keputusan politik. Ini membuktikan bahwa proses hukum dan perjanjian internasional juga bisa memengaruhi peta suatu negara.

2. Warga lokal menolak untuk tetap berada dalam satu negara tertentu

Perbatasan Skotlandia dan Inggris (commons.wikimedia.org/Barbara Carr)
Perbatasan Skotlandia dan Inggris (commons.wikimedia.org/Barbara Carr)

Ketika masyarakat di suatu wilayah merasa tidak lagi cocok dengan pemerintah pusat, mereka bisa mendorong proses pemisahan secara damai. Proses ini bisa berlangsung lewat referendum atau deklarasi politik yang didukung hukum internasional. Hasilnya, wilayah tersebut bisa keluar dari negara induk tanpa perang, terutama jika pemerintah pusat memilih untuk tidak menggunakan kekerasan.

Kasus Skotlandia dan Inggris pada 2014 menjadi contoh nyata. Meski akhirnya Skotlandia tetap bertahan dalam Kerajaan Inggris, referendum tersebut memperlihatkan bahwa separatisme tak selalu bermakna konflik. Dalam situasi seperti ini, suara rakyat bisa mengubah batas negara secara sah tanpa perlu kontak senjata.

3. Wilayah ditinggalkan karena perubahan geografis

Kiribati (commons.wikimedia.org/
Kiribati (commons.wikimedia.org/

Alam juga bisa mengambil peran dalam mengubah batas wilayah. Naiknya permukaan air laut, aktivitas tektonik, atau abrasi ekstrem bisa menghapus batas darat atau bahkan membuat wilayah di suatu negara jadi tidak layak huni. Jika tidak segera diatasi, negara bisa kehilangan klaim atas wilayah itu secara perlahan.

Negara-negara kepulauan kecil di Pasifik seperti Kiribati dan Tuvalu menghadapi risiko kehilangan daratan akibat perubahan iklim. Dalam kondisi ekstrem, bukan hanya wilayah yang hilang, tetapi juga identitas nasional bisa terancam jika seluruh daratan tenggelam. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan tidak bisa dianggap remeh dalam diskusi tentang wilayah negara.

4. Negara melepas wilayah demi kepentingan ekonomi

Hong Kong (commons.wikimedia.org/WiNG)
Hong Kong (commons.wikimedia.org/WiNG)

Beberapa negara pernah secara sukarela melepaskan wilayahnya demi kepentingan ekonomi, stabilitas anggaran, atau efisiensi tata kelola. Ketika biaya pengelolaan wilayah dianggap terlalu besar atau tidak sebanding dengan manfaat ekonominya, keputusan untuk menyerahkan pengelolaan bahkan kedaulatan wilayah bisa menjadi strategi yang dipertimbangkan. Langkah ini biasanya ditempuh melalui perjanjian formal, bukan konflik bersenjata, dan melibatkan kalkulasi diplomatik yang panjang.

Contoh paling dikenal adalah penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada Tiongkok pada 1997 setelah masa sewa selama 99 tahun berakhir. Meskipun keputusan tersebut tidak semata-mata didasarkan pada faktor ekonomi, aspek perdagangan, perbankan, dan hubungan internasional turut memengaruhi proses negosiasi dan hasil akhirnya. Perpindahan ini menunjukkan bahwa keputusan geopolitik bisa berjalan melalui jalur damai dengan pertimbangan ekonomi jangka panjang.

5. Hasil negosiasi damai mengubah batas negara

Sudan Selatan (commons.wikimedia.org/Steve Evans)
Sudan Selatan (commons.wikimedia.org/Steve Evans)

Perjanjian damai bukan hanya mengakhiri konflik, tetapi juga bisa secara sah memindahkan batas wilayah. Dalam beberapa kasus, meskipun awalnya ada ketegangan, solusi akhirnya dicapai melalui jalur diplomatik. Proses ini menunjukkan bahwa negosiasi punya kekuatan mengubah peta tanpa harus menambah korban jiwa.

Salah satu contohnya adalah perjanjian damai antara Sudan dan Sudan Selatan. Setelah bertahun-tahun konflik, wilayah Sudan Selatan akhirnya memisahkan diri melalui referendum dan menjadi negara merdeka pada 2011. Meski berawal dari konflik, fase akhir dari pemisahan itu diselesaikan lewat mekanisme legal dan damai yang diakui dunia internasional.

Wilayah negara tidak hanya berubah karena perang. Banyak faktor non-militer seperti keputusan politik, tekanan warga, bencana alam, dan diplomasi dapat menjadi penyebab utamanya. Fakta negara dalam konteks ini menunjukkan bahwa kedaulatan bersifat dinamis, bukan sesuatu yang selalu dijaga lewat kekuatan, tetapi juga lewat kebijakan dan adaptasi terhadap kondisi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us