Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi borealis (Pixabay.com/ELG21)
ilustrasi borealis (Pixabay.com/ELG21)

Keindahan fenomena aurora di kutub Bumi menjadi salah satu fenomena alam terindah yang sayangnya tidak terjadi di seluruh langit Bumi. Aurora menjadi pertunjukan langit yang sangat memukau mata bagi yang melihatnya. Fakta menariknya, fenomena aurora bisa dijadikan acuan dalam memperkirakan cuaca luar angkasa.

Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa dengan mengamati aurora bisa memprediksi cuaca luar angkasa, seperti diberitakan laman Space pada Minggu (2/6/2024). Seperti apa penjelasannya dan apa dampaknya cuaca luar angkasa terhadap kehidupan di Bumi?

1. Proses terjadinya aurora

ilustrasi australis (Pixabay.com/Pexels)

Melansir laman Space, fenomena aurora terjadi karena adanya partikel bermuatan dari emisi Matahari yang membentuk angin Matahari yang bertabrakan dengan lapisan magnetosfer Bumi, yaitu medan magnet pelindung Bumi. Selanjutnya partikel bermuatan ini mengalir menyusuri garis medan magnet Bumi hingga bersentuhan dengan atmosfer Bumi. Saat bersentuhan dengan atmosfer dan bereaksi dengan atom-atom di atmosfer, energi dari tabrakan ini menghasilkan cahaya.

Aurora hanya terjadi pada kutub Bumi. Aurora yang terjadi di Kutub Utara dinamakan Borealis atau juga dikenal dengan Cahaya Utara. Sedangkan aurora yang terbentuk di kutub selatan dinamakan Australis atau juga dikenal dengan cahaya selatan.

2. Aurora bisa terjadi di semua planet

ilustrasi planet pada tata surya (Pixabay.com/BlenderTimer)

Apakah aurora hanya terjadi di langit kutub Bumi saja? Apakah planet selain Bumi juga memungkinkan terjadinya aurora? Berdasarkan proses terjadinya aurora, setiap planet yang memiliki medan magnet dan atmosfer berpotensi terjadinya fenomena aurora, seperti dilansir laman Space.

Masih melansir laman Space, berdasarkan hasil pengamatan Ilmuwan, selain di planet Bumi, fenomena aurora juga terjadi di planet Jupiter, Saturnus, dan Uranus. Bahkan, aurora juga terjadi di planet luar yang berada di luar tata surya kita atau sering disebut eksoplanet. Tercatat pada tahun 2018, fenomena aurora terjadi pada eksoplanet hasil pengamatan Astronot. 

Bentuk atau struktur aurora bisa berbeda-beda antara planet satu dengan planet yang lainnya. Struktur aurora dapat dipengaruhi dari beberapa faktor, yaitu kekuatan medan magnet suatu planet, kecepatan rotasi, kondisi angin matahari, dan aktivitas bulan di sekitar planet. Oleh karena itu, untuk di Bumi saja, struktur aurora bisa berbeda-beda karena perubahan kondisi angin matahari pada saat menghantam magnetosfer Bumi.

3. Korelasi aurora dengan cuaca luar angkasa

ilustrasi borealis (Pixabay.com/ELG21)

Ilmuwan menyatakan bahwa dengan mengamati aurora dapat memprediksi cuaca luar angkasa. Bagaimana penjelasan ilmiah dari teori ini? Melansir laman Space, tim Ilmuwan dari Departemen Ilmu Bumi Universitas Hong Kong menyatakan pendapatnya bahwa angin matahari mempengaruhi struktur aurora di berbagai planet, termasuk pada eksoplanet. Dengan demikian, teori ini dapat membantu memantau, memprediksi, dan menjelajahi lingkungan magnetis tata surya kita, termasuk di sekitar Bumi.

Kesimpulannya adalah dari struktur aurora yang terjadi di Bumi maupun di planet selain Bumi termasuk eksoplanet, kita bisa mengetahui aktivitas matahari. Aktivitas matahari ini terkait dengan angin matahari yang dihasilkan. Selanjutnya kondisi angin matahari ini akan mempengaruhi badai geomagnetik yang terjadi akibat interaksi lapisan magnetosfer suatu planet.

4. Apa dampak cuaca luar angkasa terhadap kehidupan di Bumi

ilustrasi aktivitas Matahari (Pixabay.com/Flutie8211)

Diketahui aurora bisa memprediksi cuaca luar angkasa. Lalu, seberapa besar dampak cuaca luar angkasa terhadap kehidupan di Bumi? Melansir laman Scientific American, badai geomagnetik yang terjadi bisa mengakibatkan pergeseran satelit dari garis orbitnya, mengganggu sistem komunikasi, dan bahkan bisa memutus kabel bawah laut yang menghubungkan jaringan internet. 

Seperti dilansir laman Space, pada bulan Mei 2024 telah terjadi fenomena aurora terkuat yang pernah terjadi dalam kurun waktu 21 tahun terakhir. Hal ini ada kaitannya aktivitas Matahari yang terjadi, yaitu ledakan Matahari atau badai Matahari yang terjadi. 

Dari penjelasan tadi, bahwa selain menjadi pertunjukan langit yang menakjubkan, ternyata aurora bisa menjadi acuan untuk memprediksi cuaca luar angkasa. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan analisis dan antisipasi terhadap dampak dari cuaca luar angkasa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team