Kecoak (commons.wikimedia.org/Len Worthington)
Meskipun kecoak dapat bertahan hidup tanpa kepala, ia tidak bisa melakukannya selamanya. Kehilangan kepala berarti kecoak tidak bisa lagi minum air, padahal cairan sangat penting untuk proses metabolisme dan peredaran hemolimf. Tanpa cairan, tubuh kecoak akan mengalami dehidrasi sehingga akhirnya mati. Biasanya kecoak hanya bisa bertahan sekitar satu minggu dalam kondisi ini.
Fakta ini sekaligus menegaskan bahwa ketahanan kecoak bukan berarti ia abadi. Keterbatasan fisiologis tetap berlaku, meskipun tubuhnya memiliki keunggulan yang tidak dimiliki hewan lain. Dengan memahami hal ini, penjelasan ilmiah mengenai daya tahan kecoak menjadi lebih masuk akal dan tidak sekadar mitos. Inilah alasan mengapa kecoak sering dijadikan contoh dalam studi ketahanan hidup serangga di bidang biologi.
Fenomena kecoak yang tetap hidup meski kepalanya terputus menunjukkan betapa kompleks dan uniknya sistem tubuh serangga. Fakta hewan ini memberi gambaran bahwa kehidupan tidak selalu terpusat pada satu organ, melainkan bisa tersebar dalam mekanisme biologis yang berbeda. Dengan memahami hal tersebut, kita dapat melihat bahwa kecoak bukan hanya serangga pengganggu, melainkan juga bukti nyata keajaiban evolusi dan adaptasi makhluk hidup.
Referensi:
"Fact or Fiction: A Cockroach Can Live without Its Head" Scientific American. Diakses pada September 2025
"Can a Cockroach Live without Its Head?" Scientific American. Diakses pada September 2025
"Can a cockroach really live without its head?" Science Focus. Diakses pada September 2025
"The Week-Long Life of a Headless Cockroach" World Atlas. Diakses pada September 2025