Chastelein pindah ke kawasan Depok sekitar 1705. Selain membawa keluarganya, ia juga membawa budak yang diperkirakan berjumlah 200 orang. Para budak tersebut dipekerjakan untuk membuka lahan perkebunan sekaligus menjadi pembantu di rumah Chastelein.
Usaha Chastelein pun terhitung cukup maju. Di sisi lain, ia menjadikan kawasan tersebut sebagai lokasi penyebaran agama Kristen dengan nama De Earste Protestante Organisatie van Kristener. Sembari bekerja, pada malam hari, budak-budak yang dibawa Chastelein wajib mengikuti ajaran agama Kristen.
Pada masa mendatang, Chastelein meninggalkan wasiat yang berisi informasi terkait pemberian sejumlah tanahnya untuk budak yang mau dibaptis dan memeluk agama Kristen. Para budak tersebut dikelompokkan dalam 12 marga yang kemudian hari dikenal sebagai masyarakat asli Depok.
Cornellis Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714. Sepeninggalnya, para budaknya yang kehilangan memberikannya gelar de Stichter van Depok atau pendiri Depok. Pada masa mendatang, tanah dari Chastelein untuk budaknya ini didaftarkan oleh mantunya, Johan Francois de Witte van Schoten, ke Batavia sebagai pemilik. Namun, para budaknya tetap bisa menggunakan lahan.
Pengajuan tersebut membuat Johan Francois de Witte van Schoten tercatat sebagai pemilik tanah Depok hingga abad ke-19. Konon, tujuannya positif, agar pemerintah di Batavia tidak seenaknya menyalahgunakan kawasan Depok.
Begitu van Schoten kembali ke Belanda pada 1734, kepemilikan tanah balik kepada budak-budak Chastelein. Pada 1850, tanah di Depok menjadi hak milik mantan budak Cornelis Chastelein. Pemerintah Kolonial Belanda pun memberikan otonomi bagi masyarakat Depok untuk membuat pemerintahan sendiri pada 1871.