Perang Saudara Amerika adalah salah satu momen tergelap dalam sejarah Amerika. Pada saat itu, para petugas medis akan memberikan morfin secara "cuma-cuma" kepada pasukan di kedua sisi. Sejarawan memperkirakan bahwa setidaknya ada 200.000 pecandu morfin pada tahun 1900-an sebagai akibat dari konflik tersebut.
Selain morfin, rokok juga menjadi zat adiktif yang diberikan kepada tentara Amerika selama perang. Sebelum tahun 1917, ketika Amerika memasuki Perang Dunia I, merokok dianggap sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh kelas atas. Namun, ketika tentara Amerika dikirim ke front Eropa, mereka akan diberi rokok tembakau yang dilinting.
Para petinggi militer berpendapat kalau merokok akan menenangkan saraf seorang prajurit sebelum berperang. Selama perang, para dokter juga akan memberikan rokok kepada tentara yang terluka. Tak lama setelahnya, tren mengisap rokok pun membludak.
Tentara Amerika menganggap rokok jauh lebih murah dan lebih mudah digunakan saat bepergian. Jadi, mereka membawa pulang kebiasaan ini setelah pertempuran selesai. Banyak tentara yang bergantung pada tembakau selama Perang Dunia I, lalu membawa kebiasaan mereka ke dalam Perang Dunia II.
Kecenderungan tentara Amerika dengan zat adiktif tidak sampai di situ saja. Ketika Perang Vietnam berkecamuk, ada banyak film dan buku yang mempopulerkan fakta kalau penggunaan zat-zat adiktif diperbolehkan di sana.
Untuk meningkatkan stamina, agresi, dan semangat prajurit yang bertempur dalam kondisi yang menakutkan, para petinggi militer Amerika di Vietnam akan membagikan berbagai zat adiktif seperti pil pep, steroid, dan banyak lagi.
Penyalahgunaan narkoba adalah hal yang sangat dilarang. Meski begitu, beberapa pasukan di atas telah menggunakan zat adiktif selama pertempuran berlangsung. Meski digunakan untuk menenangkan pikiran, selalu ada dampak buruk yang akan muncul dari penggunaannya.