Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bunga (pixabay.com/denttran)

Intinya sih...

  • Lantana (Lantana camara) merupakan tanaman invasif yang merusak ekosistem tropis dan subtropis.

  • Bunga air mata pengantin (Antigonon leptopus) dapat menyelimuti vegetasi lokal dan menghalangi sinar matahari masuk.

  • Eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat menutupi permukaan air, menurunkan kadar oksigen, dan mengancam kehidupan ikan serta organisme air lainnya.

Tanaman berbunga memang cantik, tapi jangan tertipu. Tidak semua bunga cocok untuk ditanam di sembarang tempat. Beberapa justru punya sisi gelap yang tersembunyi di balik kelopak indahnya. Kalau salah pilih, bisa-bisa ekosistem di sekitarmu rusak tanpa kamu sadari.

Yup, beberapa jenis bunga ternyata bersifat invasif. Artinya mereka bisa menyebar liar, mengambil alih habitat asli, dan membuat tanaman lokal kehilangan ruang hidupnya. Parahnya, beberapa dari bunga ini juga bisa mengganggu hewan asli yang tinggal di lingkungan tersebut. Jadi, sebelum asal tanam demi estetika, yuk kenali dulu jenis-jenis bunga yang bisa jadi ancaman buat ekosistem!

1. Lantana (Lantana camara)

Lantana camara (pixabay.com/nguyenthienlong)

Sekilas, bunga lantana tampak seperti permen warna-warni yang mekar di taman. Bunganya kecil-kecil, berkelompok, dan punya warna mencolok seperti pink, merah, kuning, oranye, hingga ungu. Tapi di balik keindahannya, lantana dikenal sebagai tanaman super invasif dan gulma yang sudah merusak banyak ekosistem tropis dan subtropis di dunia.

Mengutip artikel Ecology and use of Lantana camara in India dalam The Botanical Review, lantana dianggap oleh IUCN sebagai salah satu dari 100 spesies paling invasif di dunia, dan termasuk dalam 10 gulma terburuk di dunia. Tanaman ini punya kemampuan adaptasi luar biasa dan bisa tumbuh di hampir semua jenis tanah. Ia juga cepat menyebar lewat biji dan cabangnya yang menjalar. Jika dibiarkan, lantana bisa menutupi seluruh lahan, menghambat pertumbuhan tanaman asli, dan menurunkan keanekaragaman hayati.

2. Bunga air mata pengantin (Antigonon leptopus)

Antigonon leptopus (pixabay.com/sarangib)

Namanya memang puitis, “air mata pengantin”, tapi pengaruhnya di alam tak seindah namanya. Tanaman merambat ini punya bunga merah muda yang cantik dan sering dipakai menghiasi pagar atau tembok rumah. Namun, jika tumbuh liar, ia bisa menjalar tak terkendali dan menyelimuti vegetasi lokal.

Air mata pengantin dikenal rakus cahaya. Ia akan menutupi tanaman-tanaman lain dan menghalangi sinar matahari masuk, membuat tanaman lokal tak bisa berfotosintesis. Selain itu, pertumbuhannya yang cepat bikin dia susah dikendalikan. Sekali berkembang, sulit diberantas tanpa intervensi besar.

3. Eceng gondok (Eichhornia crassipes)

Eichhornia crassipes (pixabay.com/DuyCuong1080)

Si cantik dari perairan ini sering dianggap sebagai bunga air yang indah. Daunnya mengapung, bunganya ungu kebiruan, dan sering dijadikan penghias kolam atau danau buatan. Tapi kenyataannya, eceng gondok adalah mimpi buruk bagi perairan alami.

Tanaman ini tumbuh luar biasa cepat dan bisa menutupi seluruh permukaan air dalam waktu singkat. Akibatnya, sinar matahari tak bisa menembus air, dan kadar oksigen pun menurun drastis. Ikan dan organisme air lainnya terancam mati karena kekurangan oksigen, danau jadi tercemar, dan ekosistem air runtuh perlahan.

4. Bunga impatiens (Impatiens glandulifera)

Impatiens glandulifera (pixabay.com/Hans)

Impatiens sering disebut juga sebagai Himalayan balsam dan punya tampilan menawan dengan warna ungu, merah muda, hingga putih. Sayangnya, tanaman ini punya sisi invasif yang luar biasa di lingkungan beriklim lembap. Ia menyebar cepat dan memiliki kemampuan bersaing yang tinggi dengan tanaman asli.

Bijinya bisa meledak dan terpental hingga beberapa meter dari induknya, memperluas jangkauan penyebaran. Tanaman ini juga tumbuh tinggi dan cepat, menutupi semak dan rumput lokal yang lebih kecil. Lama-lama, ia menciptakan dominasi tunggal yang merusak keseimbangan vegetasi.

5. Baby's breath (Gypsophila)

Baby's breath (pixabay.com/Lee_seonghak)

Bunga kecil-kecil berwarna putih ini sering jadi favorit dalam buket pengantin dan dekorasi meja. Tapi di alam liar, Gypsophila bisa berkembang jadi ancaman yang tak terlihat. Ia menghasilkan banyak biji dan menyebar cepat, terutama di padang rumput dan area semi-kering.

Ketika sudah tumbuh dalam jumlah besar, tanaman ini bisa menggantikan rumput asli yang menjadi sumber makanan satwa liar. Akarnya juga cukup dalam, membuatnya sulit dicabut dan dikendalikan. Sekali menancap, baby’s breath bisa menjajah lahan luas dan mengganggu sistem vegetasi alami.

6. Periwinkle (Vinca)

Periwinkle (pixabay.com/FotoRieth)

Periwinkle atau Vinca dikenal sebagai tanaman penutup tanah yang cantik dengan bunga ungu kebiruan. Ia tumbuh rendah, menjalar cepat, dan kerap dipilih karena minim perawatan. Namun, justru sifat inilah yang membuatnya sangat invasif di hutan dan taman alam.

Akar periwinkle membentuk anyaman padat yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman lain. Selain itu, daunnya yang lebat bisa menutupi tanah dan mencegah biji tanaman lokal tumbuh. Di beberapa negara, Vinca bahkan dilarang ditanam di area terbuka karena dampaknya yang serius terhadap ekosistem hutan.

Tanaman berbunga memang bisa mempercantik taman atau pekarangan, tapi jika jenisnya invasif, dampaknya bisa sangat serius. Mereka tak cuma mengganggu keindahan alami, tapi juga memengaruhi rantai makanan, sumber air, hingga kesehatan tanah. Akhirnya, lingkungan yang awalnya sehat bisa berubah drastis dalam waktu singkat.

Karena itu, penting untuk lebih selektif dalam memilih tanaman, terutama jika kamu tinggal di dekat area hutan, danau, atau kawasan konservasi. Cek dulu karakteristik tanamannya, apakah berisiko invasif atau tidak. Jangan sampai keindahan sesaat justru jadi ancaman jangka panjang bagi alam kita.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team