ilustrasi benda langit (unsplash.com/Benjamin Voros)
Montero García menjelaskan cara yang digunakan oleh Suku Maya Kuno adalah dengan menggunakan perhitungan pergerakan benda langit. “Kenapa mereka bisa memprediksinya? Karena tidak mungkin terjadi gerhana matahari kecuali pada saat Bulan Baru, dan tidak dapat terjadi gerhana bulan kecuali pada saat Bulan Purnama,” jelasnya.
"Atas dasar tersebut, prediksi pada tingkat tertentu dapat dibuat, dengan mempertimbangkan perbedaan yang memerlukan penyesuaian, seperti yang ditunjukkan dalam Kodeks Dresden,” lanjut Montero García.
Kodeks Dresden sendiri merupakan manuskrip Maya kuno yang berasal dari abad ke-11 atau ke-12. Kodeks tersebut berisi serangkaian tabel astronomi yang digunakan untuk melacak pergerakan benda-benda langit.
Salah satu tanda gerhana dapat ditemukan di halaman 54 Kodeks Dresden, dan terdiri dari pita langit, Matahari, dua tulang paha, dan bidang hitam putih yang menyerupai sayap kupu-kupu. Dalam bahasa Maya, peristiwa seperti itu disebut sebagai Pa'al K'in, yang berarti “Matahari yang pecah”.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kita mengetahui bahwa Matahari tidak terlahap atau rusak selama gerhana matahari. Ia hanya tertutup saat Bulan Baru melintasi bidang orbit Bumi. Siklus ini biasanya terjadi setiap 177 hari, sebuah periode yang dikenal sebagai musim gerhana.