Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punah

Sebagian besar terancam akibat perburuan dan perdagangan

Intenational Union for Conservation of Nature atau sering disingkat sebagai IUCN merupakan organisasi internasional yang berkonsentrasi di bidang perlindungan alam dan lingkungan.

Salah satu program besar dari organisasi ini adalah pembentukan Daftar Merah IUCN (IUCN Red List), sebuah daftar panjang mengenai status keterancaman spesies satwa dan tumbuhan dari seluruh dunia. Daftar ini disusun oleh ratusan orang ilmuwan dari berbagai organisasi dan selalu diperbarui dalam jangka waktu tertentu. Setiap spesies yang dimuat di IUCN Red List dikategorikan dalam 1 dari 9 kategori keterancaman, mulai dari tidak terancam (Least Concern) hingga punah (Extinct).

Di tahun 2019, IUCN merilis versi terbaru dari Daftar Merah IUCN. Dari daftar tersebut, IUCN melaporkan terdapat 26 jenis burung dari seluruh dunia yang mengalami kenaikan status keterancaman.

Parahnya, dari 26 jenis burung ini 8 di antaranya berasal dari Indonesia, menjadikan negara ini sebagai penyumbang terbanyak spesies burung yang semakin terancam di bumi di tahun 2019. Nah, apa saja sih jenis yang semakin terancam tersebut?

1. Trulek Jawa (Vanellus macropterus)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punahcommons.wikimedia.org

Burung Trulek Jawa merupakan salah satu spesies enigmatik yang misterius di Indonesia. Burung ini terakhir terlihat di tahun 1940, sebelum kemudian menghilang dianggap punah oleh IUCN di tahun 1994.

Sejak saat itu, berbagai ekspedisi dilakukan untuk mencari keberadaan burung ini di berbagai wilayah yang dicuragai menjadi habitat terakhir si Trulek Jawa. Sayangnya, seluruh ekspedisi ini belum bisa menemukan satupun individu Trulek Jawa, kecuali sebuah perjumpaan dari warga lokal di tahun 2013 yang masih diragukan.

Di tahun 2000, IUCN mengubah status burung ini menjadi kritis (Critically Edangered) dengan harapan pencarian terus menerus bisa menghasilkan penemuan populasi yang masih tersisa.

Namun setelah 19 tahun, IUCN pun mengevaluasi jenis ini sebagai "kritis-kemungkinan besar punah" (Critically Edangered-Possible Extinct). Keputusan ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar habitat burung ini (kawasan padang rumput basah) telah hilang di kawasan sebarannya, sehingga kemungkinan sebuah populasi bisa bertahan sangatlah minim.

2. Gosong Tanimbar (Megapodius tenimberensis)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punahhbw.com

Sekilas, burung ini memang terlihat mirip dengan ayam. Namun, sebenarnya burung ini berasal dari dari famili megapodiidae bersama dengan Maleo dan berbagai jenis burung gosong lainnya.

Perbedaan utama burung dari famili ini dengan burung lain adalah kebiasaan uniknya dalam menetaskan telur--bukannya mengeraminya hingga menetas, burung gosong justru mengubur telurnya di dalam pasir atau tumpukan daun membusuk. Setelah menetas, anak burung ini bisa langsung hidup mandiri tanpa bantuan orangtuanya sama sekali.

Burung Gosong Tanimbar hanya dapat ditemukan di Pulau Tanimbar, sebuah pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Menurut IUCN, sebarannya yang sangat terbatas serta populasinya yang sedikit membuat burung ini cukup rentan terhadap kepunahan.

IUCN pun meningkatkan status keterancaman burung ini dari hampir terancam (NearThreathened) menjadi rentan (Vulnurable) di tahun 2019.

Baca Juga: 8 Fakta Burung Unta, Burung Terbesar & Pelari Tercepat di Dunia

3. Empuloh Janggut (Alophoixus bres)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam PunahSheau Torng Lim/Flickr.com

Di pasar burung dan kalangan penghobi kicaumania, burung Empuloh Janggut lebih dikenal dengan nama "cucak jenggot". Nama tersebut mengacu pada bulu-bulu putih memanjang di bagian bawah kepala yang membuatnya terlihat seperti memiliki jenggot.

Awalnya, nama spesies Alophoxius bres merujuk pada populasi di Pulau Jawa, Kalimantan, Semenanjung Malaysia dan Filipina. Namun, penelitian lebih dalam mengungkap bahwa populasi di luar Pulau Jawa berasal dari spesies yang berbeda sehingga nama spesies A. bres hanya digunakan untuk populasi yang berasal dari Pulau Jawa saja.

Pada masa lampau, burung cucak jenggot dikenal sebagai burung yang cukup umum di hutan, pinggiran hutan, hingga di kawasan pedesaan. Namun karena suaranya yang merdu, burung ini pun marak diburu dan menjadi semakin sulit ditemukan di habitat aslinya. IUCN pun memutuskan untuk menaikkan status keterancaman burung ini dari risiko rendah (Low Concern) menjadi rentan (Vulnurable) di tahun 2019.

4. Cica-daun Sumatera (Chloropsis media)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punahcommons.wikimedia.org

Burung cica-daun atau biasa disebut "cucak ijo" di pasar burung merupakan kelompok burung berkicau dengan ciri khas warna bulu dominan hijau serta pola menyerupai topeng pada individu jantan. Terdapat setidaknya 6 jenis cica-daun di Indonesia yang tersebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Seluruh jenis burung cica-daun memiliki suara yang indah sehingga sering diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan.

Salah satu jenis burung cica-daun yang semakin terancam punah ada Cica-daun Sumatera. Sesuai namanya, burung yang dikenal dengan nama Sumatran Leafbird dalam bahasa Inggris ini hanya bisa dijumpai di kawasan hutan Sumatra.

Di tahun ini, burung Cica-daun Sumatra dikategorikan sebagai spesies yang genting (Edangered) oleh IUCN, setelah sebelumnya dikategorikan sebagai rentan (Vulnurable) di tahun 2016.  

5. Cica-daun Besar (Chloropsis sonnerati)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punahcommons.wikimedia.org

Sesuai dengan namanya, Cica-daun Besar memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis burung cucak ijo lain di Indonesia. Burung ini juga memiliki sebaran yang lebih luas dibandingkan kedua jenis lain di daftar ini, mulai dari Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, serta sebagian besar Semenanjung Malaya.

Meskipun sebarannya lebih luas, burung Cica-daun Besar juga mengalami peningkatan status keterancaman yang cukup signfikan. Pada tahun 2012, burung ini masih dikategorikan sebagai spesies dengan risiko rendah (Low Concern) oleh IUCN.

Status keterancaman burung ini kemudian melonjak menjadi rentan (Vulnurable) di tahun 2016, sebelum akhirnya dikategorikan sebagai spesies genting (Edangered) di pertengahan tahun 2019.

6. Cica-daun Jawa (Chloropsis cochincinensis)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punah@crazybirdguy

Selain dua jenis cica-daun di atas, ada satu jenis burung cica-daun lagi yang ikut mengalami kenaikan status keterancaman IUCN yakni Cica-daun Jawa. Sesuai namanya, burung ini hanya bisa ditemui di Pulau Jawa dan merupakan spesies terkecil dari ketiga jenis burung cucak ijo yang ada di daftar ini.

Salah satu perbedaan utama jenis burung ini dari burung cica-daun lainnya adalah warna biru yang cukup mencolok di bagian sayap, serta warna kuning tipis di sekitar topeng hitam di wajah. 

Sama seperti kedua saudaranya, burung Cica-daun Jawa juga terancam punah akibat perburuan untuk diperdagangkan. Burung ini mengalami peningkatan status keterancaman yang cukup pesat dibandingkan dengan jenis lain, dari kategori risiko rendah (Least Concern) di tahun 2016 menjadi genting (Edangered) di pertengahan tahun ini.

7. Kerak Perut-Pucat (Acridotheres cinereus)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punahcommons.wikimedia.org

Kerak Perut-Pucat merupakan burung jenis jalak-jalakan yang hanya bisa ditemui di kawasan Sulawesi Selatan, namun mulai diintroduksi ke kawasan Kalimantan dan Timor. Burung ini memang mirip dengan Jalak Kerbau (A. javanicus) yang biasa ditemui di pasar burung. Namun, burung yang memiliki nama Inggris Pale-bellied Myna ini memiliki warna tubuh yang lebih pucat, serta pola warna putih di ekor yang mencolok.

Di tahun ini, burung Kerak Makassar mengalami peningkatan status keterancaman dari Least Concern (risiko rendah) menjadi Vulnurable (rentan). Populasi burung ini diperkirakan berada di antara angka 2500-9999 ekor, dengan tren populasi yang menurun. Menurut website IUCN, kenaikan tingkat keterancaman ini terjadi akibat perburuan dan perdagangan untuk memenuhi permintaan pasar burung.

8. Kacamata Jawa (Zosterops flavus)

Di Tahun 2019, 8 Jenis Burung dari Indonesia Semakin Terancam Punahbirdpacker.com

Nama burung yang satu ini merujuk pada pola lingkaran di sekitar matanya yang mirip seperti kacamata. Terdapat beberapa jenis burung kacamata di Indonesia, namun semuanya dikenal dengan nama "pleci" di pasar burung. Semua jenis burung kacamata umumnya hidup berkelompok di kawasan hutan, pinggiran hutan, pedesaan, hingga taman-taman kota.

Kacamata Jawa merupakan salah satu spesies burung kacamata yang hanya bisa ditemukan di Pulau Jawa. Burung ini berbeda dengan burung pleci lainnya dengan warna tubuh yang lebih kuning, serta tidak adanya pola garis di antara paruh dengan mata. Selain itu, burung ini memiliki sebaran yang sangat terbatas, yakni di kawasan hutan bakau dan hutan pesisir di bagian pantai utara Pulau Jawa.

Hampir seluruh jenis burung pleci di Indonesia mengalami penurunan populasi akibat perburuan dan perdagangan sejak harganya tiba-tiba melonjak di pasar burung. Sebagai spesies dengan populasi kecil dan sebaran terbatas, efek perburuan pada burung Kacamata Jawa pun menjadi lebih dibandingkan dengan burung kacamata yang lain. Hal ini membuat IUCN meningkatkan status burung ini dari Vulnurable (rentan) menjadi Edangered (genting) di akhir tahun 2019.

Duh, tentu malu rasanya jika negara ini disebut sebagai negara penyumbang spesies burung terancam punah terbanyak di dunia. Sayangnya, masyarakat dan pemerintah tidak segera bertindak, bukan tidak mungkin burung-burung ini tidak akan bisa kita lihat lagi di alam dalam waktu dekat. Semoga kedelapan jenis burung ini bisa tetap lestari di habitatnya!

Baca Juga: 5 Fakta Menarik American Kestrel, Burung Predator Terkecil di Dunia

Panji Gusti Akbar Photo Verified Writer Panji Gusti Akbar

Science nerd, crazy birdwatcher and third-wave coffee aficionado

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya