5 Fakta Yabusame, Ritual Memanah dari Atas Kuda Asal Jepang

Hanya Samurai terbaik menjadi pemanah berkuda di masa lalu

Intinya Sih...

  • Yabusame, Teknik Panahan Berkuda Samurai
  • Sejarah dan Ritual Yabusame
  • Tradisi Yabusame di Masa Lalu dan Sekarang

Selain dikenal dengan keahliannya dalam menggunakan senjata pedang katana, sejumlah Samurai di masa lalu Jepang diketahui menguasai teknik memanah di atas kuda yang sedang berlari. Menurut Warfarehistorynetwork, teknik panahan memiliki sejarah yang panjang dan terhormat dalam sejarah Jepang baik untuk berburu maupun teknik berperang. Selain teknik panahan Kyudo, dalam sejarah Jepang terdapat pula teknik panahan yang dilakukan sembari berkuda dan seiring perjalanan waktu pemanah berkuda tersebut berevolusi menjadi prajurit atau ksatria elit dalam budaya masyarakat Jepang: Samurai. Sejumlah sumber informasi menuliskan bahwa salah satu seni beladiri atau martial art pertama para Samurai adalah panahan berkuda, "The way of the horse and bow".

Dalam perjalanan waktu, seni beladiri untuk berlatih dan mengasah keterampilan para Samurai dalam memanah sasaran sembari berkuda tersebut dikenal dengan nama yabusame. Yabusame dicirikan sebagai sebuah ritual dibandingkan dengan sekedar aktivitas berlatih atau olah raga berkuda karena aspek-aspek kekhidmatan dan religiusitasnya. Hingga saat ini yabusame masih dipertunjukkan dalam ekshibisi umum ataupun dalam acara-acara resmi kenegaraan seperti ketika menjamu tamu kepala negara asing yang sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang.

Ingin tahu lebih lanjut tentang yabusame ini, simak lima fakta menariknya berikut ini, yuk!

1. Berkembang pada masa Keshogunan Kamakura

https://www.youtube.com/embed/TtL0HbvSTbc

Meskipun berbagai teknik panahan di Jepang diketahui telah ada jauh dalam sejarah masa lalu Jepang, namun praktik yabusame ini mulai mendapatkan bentuknya pada masa Keshogunan Kamakura (1185 hingga 1333), pemerintahan militer yang didirikan oleh Minamoto Yoritomo sebagai Shogun pertama dalam sejarah Jepang. Menurut Web-Japan hingga abad pertengahan, menembakkan anak panah sambil menunggang kuda yang berlari dengan kecepatan tinggi merupakan keterampilan penting bagi para prajurit. Minamoto Yoritomo menjadi khawatir dengan kurangnya keterampilan memanah sambil berkuda yang dimiliki para samurainya dan dia mengorganisir yabusame sebagai bentuk latihan untuk mengasah keterampilan bertempur para samurainya.

Selanjutnya Minamoto Yoritomo dengan antusias mempelajari dan mempromosikan seni memanah di atas kuda yang sedang berlari ini dan atas perintahnya, ritual di Kuil Tsurugaoka Hachimangu dimulai pada tahun 1187. Ia berharap dapat meningkatkan kekuatan mental dan pengabdian keagamaan yang kuat bagi para samurai dengan melaksanakan yabusame sebagai bagian dari ritual keagamaan Shinto. Selama periode Keshogunan Kamakura tersebut memanah sembari berkuda juga digunakan sebagai pelatihan militer untuk membuat para samurai siap dalam menghadapi pertempuran.

2. Hanya samurai terbaik yang dipilih sebagai pemanah berkuda

5 Fakta Yabusame, Ritual Memanah dari Atas Kuda Asal Jepanglukisan dari sekitar tahun 1878 yang menggambarkan seorang Samurai di atas kuda dengan pakaian perang dan membawa busur serta anak panah (commons.wikimedia.org/Library of Congress)

Menurut Doyouknowjapan, di masa lalu hanya prajurit-prajurit terbaiklah yang dipilih sebagai pemanah di atas kuda. Selama abad pertengahan, para Samurai berlatih berbagai macam teknik bertempur dan seni beladiri. Memanah sambil menunggang kuda merupakan bentuk teknik tempur atau seni beladiri tertinggi saat itu dan terpilih sebagai pemanah yabusame merupakan sebuah kehormatan besar di masa itu. Pemanah yang menunjukkan keterampilan terbaiknya dianugerahi kain putih sebagai lambang kehormatan tertinggi

Sebagaimana diinformasikan dalam laman Warfarehistorynetwork, dalam sejarah masa lalu Jepang teknik memanah sambil mengendarai kuda merupakan salah satu teknik tempur yang paling ditakuti dari para Samurai elit khususnya samurai-samurai dari klan Minamoto yang banyak menguasai teknik ini. Salah satu pertempuran terkenal yang melibatkan duel panahan sebagai awal penentu kemenangan adalah Pertempuran Kurikara di tahun 1183 yang merupakan salah satu pertempuran penting dalam Perang Gempei (1180-1185). Kiso Yoshinaka, Samurai dari klan Minamoto memenangkan pertempuran ini melawan klan Taira yang juga memberikan jalan bagi berdirinya Keshogunan Kamakura. 

Kemudian pada tahun 1185, dalam pertempuran Yashima, Samurai dari klan Minamoto lainnya bernama Nasu no Yoichi menenunjukkan keterampilan yang luar biasa dengan busur dan anak panahnya dari atas punggung kudanya ketika ia berhasil memanah dengan tepat kipas tangan kecil yang diikatkan di tiang kapal klan Taira dengan anak panah pertamanya meskipun kapal perang tersebut bergerak akibat gelombang pasang laut.

Baca Juga: 5 Spesies Kupu-kupu Tercantik yang Hidup di Jepang

3. Yabusame merupakan sebuah ritual

5 Fakta Yabusame, Ritual Memanah dari Atas Kuda Asal Jepangpotret yabusame ketika didemonstrasikan di hadapan Presiden AS saat itu George W. Bush saat berkunjung ke Jepang (commons.wikimedia.org/whitehouse.gov)

Sejak masa lalu selain fungsinya sebagai pelatihan militer, yabusame lebih dicirikan sebagai sebuah ritual dibandingkan hanya sebagai sekedar aktivitas berlatih beladiri ataupun aktivitas olah raga berkuda para Samurai. Dilansir Japanculturalexpo, yabusame adalah tradisi spirit para Samurai yang masih dipelihara hingga hari ini. Secara tradisional, tradisi yabusame juga didedikasikan kepada para dewa dan berdoa untuk perdamaian universal, panen yang melimpah dan kesehatan masyarakat. Saat ini ekshibisi yabusame yang dipertunjukkan merupakan kombinasi dari ritual keagamaan Shinto, kompetisi dan keahlian memanah serta berkuda.

Ketika pertunjukkan akan dimulai, seorang perwakilan memanjatkan doa kepada dewa (Kami), dan setelahnya ite (pemanah dengan lisensi yabusame) menunggangi kuda dengan kecepatan tinggi melintasi lintasan sepanjang sekitar 255 m dan menarik busur serta  menembakkan panahnya kepada tiga sasaran papan kayu yang dipasang di sepanjang jalur. Anak panahnya berbentuk tumpul dan bulat agar mengeluarkan suara yang lebih nyaring saat mengenai papan. Yabusame adalah ritual di mana memperlihatkan keterampilan memanah merupakan doa itu sendiri. Sejumlah sumber menuliskan, dalam penampilannya para praktisi yabusame saat ini mengenakan topi kasa tradisional, kimono shozoku dan pelindung lengan igote yang disulam dengan lambang keluarga serta membawa senjata katana, busur dan anak panah, sama seperti penampilan para Samurai di masa lalu.

4. Masuknya senjata api di abad ke-16 mempengaruhi tradisi ini

5 Fakta Yabusame, Ritual Memanah dari Atas Kuda Asal Jepangteknik memanah di atas kuda yang sedang berlari merupakan salah satu teknik perang yang sulit dipelajari (commons.wikimedia.org/Jim Mills)

Menurut Authentic-Tokyo tradisi yabusame mengalami kemunduran setelah abad ke-15. Pada pertengahan abad ke-16 dengan masuknya bangsa Portugis dan senjata-senjata api mereka, busur dan panah mulai kehilangan kepopulerannya di medan pertempuran. Dalam salah satu pertempuran terkenal di sejarah masa lalu Jepang, yaitu Pertempuran Nagashino yang terjadi di tahun 1575 antara pasukan gabungan Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu melawan pasukan Takeda Katsuyori, pasukan gabungan tersebut menunjukkan kekuatan dan keefektifan penggunaan kekuatan senjata api dalam menghancurkan pasukan kavaleri klan Takeda. Sejumlah sumber sejarah menyebutkan bahwa pertempuran tersebut merupakan perang modern pertama dalam sejarah Jepang.

Meski demikian diketahui bahwa tradisi ritual yabusame ini dihidupkan kembali pada masa Edo atau pada masa Keshogunan Tokugawa (1603-1868) dan masih diadakan sebagai bagian dari ritual keagamaan Shinto di Jepang hingga saat ini. Saat ini ritual yabusame diadakan pada beberapa waktu yang berbeda-beda dalam 1 tahun di berbagai tempat di Jepang dan biasanya acara tersebut digelar dekat dengan Kuil Shinto, seperti di kota Tsuwano, Kyoto, Kamakura, Samukawa dan Zushi.

5. Terdapat dua sekolah terkenal di Jepang untuk belajar yabusame

5 Fakta Yabusame, Ritual Memanah dari Atas Kuda Asal Jepangpotret pemanah yang sedang membidik sasaran di atas kuda yang sedang berlari (commons.wikimedia.org/Jim Mills)

Sebagaimana diinformasikan dalam laman Public Relations Office Government of Japan, di Jepang terdapat dua sekolah terkenal untuk mempelajari tradisi yabusame ini. Yang pertama adalah Takeda school yabusame yang merupakan salah satu sekolah tertua untuk mempelajari teknik panahan yabusame dengan sejarahnya yang telah berjalan sekitar 800 tahun sejak akhir abad ke-12. Sekolah Takeda mempertahankan tradisi dengan mewariskan teknik menunggang kuda dan nilai-nilai semangat para Samurai era Kamakura. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang paling aktif dalam mempromosikan tradisi kuno memanah sembari menunggang kuda. Setiap tahun sekolah tersebut mendemonstrasikan yabusame di berbagai lokasi seperti di Kuil Meiji (Tokyo), Kuil Kamigamo (Kyoto) dan Kuil Samukawa (Perfektur Kanagawa).

Yang kedua adalah Ogasawara school yang didirikan oleh Ogasawara Nagakiyo di abad ke-12 atas perintah Shogun pertama Minamoto Yoritomo. Sejumlah sumber sejarah menyebutkan bahwa Yoritomo ingin agar prajuritnya memiliki keterampilan dan disiplin yang tinggi. Panahan berkuda dipandang sebagai salah satu cara yang baik untuk menanamkan prinsip-prinsip yang diperlukan bagi seorang prajurit Samurai sekaligus membuatnya siap dalam menghadapi pertempuran.

Jepang terkenal dengan berbagai macam tradisi dari sejarah masa lalunya yang masih terus dilestarikan dan diperkenalkan di masa modern ini sebagai khazanah kekayaan budayanya.

Jika ada kesempatan berwisata ke Jepang, jangan lewatkan pertunjukkan yang menarik dan mengesankan ini, ya!

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Kelinci Amami, Fosil Hidup yang Ada yang di Jepang 

Dodi Wijoseno Photo Verified Writer Dodi Wijoseno

Penyuka sejarah dan olah raga

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Achmad Fatkhur Rozi
  • Mayang Ulfah Narimanda

Berita Terkini Lainnya