Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pertambangan (pexels.com/Tom Fisk)

Intinya sih...

  • Hutan hujan tropis rentan terhadap gangguan aktivitas manusia, deforestasi, dan pencemaran sungai dari tambang emas dan nikel.

  • Ekosistem karst terganggu oleh pertambangan batu kapur, mengakibatkan kerusakan habitat unik dan sistem hidrologi bawah tanah.

  • Padang rumput alami rentan terhadap erosi, hilangnya lapisan humus, dan konversi lahan untuk tambang batu bara dan logam mulia.

Meskipun menjadi salah satu penggerak utama ekonomi global, aktivitas tambang seringkali memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan. Ekosistem yang seharusnya menjadi rumah bagi beragam flora dan fauna bisa rusak dalam waktu singkat akibat eksploitasi sumber daya alam. Masalah ini semakin kompleks karena tambang umumnya berada di wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi, seperti pegunungan, hutan hujan tropis, dan wilayah pesisir. 

Jika tidak diatur secara ketat, dampak dari tambang bisa bersifat permanen dan mengganggu keseimbangan lingkungan dalam jangka panjang. Beberapa ekosistem memiliki daya tahan yang lebih rendah terhadap perubahan lingkungan dibandingkan yang lain. Kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang bisa menghilangkan fungsi ekologis penting dari suatu wilayah. Berikut ini adalah lima ekosistem yang rentan terhadap aktivitas tambang dan membutuhkan perlindungan khusus.

1. Hutan hujan tropis

ilustrasi hutan hujan tropis (pexels.com/Ron Lach)

Hutan hujan tropis merupakan salah satu ekosistem terkaya di dunia dari segi keanekaragaman hayati, namun juga termasuk yang paling rentan terhadap gangguan aktivitas manusia. Tambang yang beroperasi di wilayah ini sering membuka akses dengan membabat pohon-pohon besar, membuka jalan, serta membangun infrastruktur yang menyebabkan rusaknya habitat. Akibatnya, banyak spesies yang kehilangan tempat tinggal atau sumber makanannya, yang dapat memicu kepunahan lokal.

Selain dampak langsung terhadap flora dan fauna, pertambangan di hutan hujan tropis juga berkontribusi besar terhadap perubahan iklim global. Proses deforestasi melepaskan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer, mengurangi kemampuan hutan untuk menyerap CO₂. Misalnya di Amazon dan Papua, tambang emas dan nikel sering mencemari sungai dengan merkuri atau limbah tailing, yang berakibat buruk terhadap masyarakat adat dan spesies air tawar.

2. Ekosistem karst

ilustrasi ekosistem karst (pexels.com/Te lensFix)

Karst adalah bentang alam yang terbentuk dari batuan kapur dan memiliki sistem gua serta aliran air bawah tanah yang kompleks. Tambang batu kapur dan semen sering mengeksploitasi wilayah karst karena kandungan mineralnya yang melimpah, namun dampaknya sangat signifikan. Ketika lapisan karst dihancurkan, sistem hidrologi bawah tanah ikut terganggu, menyebabkan sumber air bersih mengering atau tercemar.

Karst juga dikenal sebagai habitat endemik berbagai spesies unik yang hanya bisa hidup dalam kondisi gua dengan kelembaban tinggi dan suhu stabil. Kerusakan gua atau perubahan lingkungan sekitar dapat menyebabkan spesies ini punah tanpa sempat dikenali oleh ilmu pengetahuan. Di Indonesia, kawasan karst seperti di Maros dan Gunung Sewu menjadi contoh wilayah penting yang tengah terancam akibat ekspansi industri tambang.

3. Padang rumput alami

ilustrasi padang rumput (pexels.com/Mabel Amber)

Meskipun sering dipandang sebagai lahan tak produktif, padang rumput alami menyimpan fungsi ekologis penting, seperti menjaga kestabilan tanah dan menjadi habitat bagi berbagai herbivora serta predator. Pertambangan batu bara dan logam mulia yang masuk ke wilayah ini kerap menggali lapisan tanah dalam, menyebabkan erosi masif dan hilangnya lapisan humus.

Padang rumput juga memerlukan waktu pemulihan yang sangat lama setelah rusak, karena sebagian besar vegetasi tidak mampu tumbuh kembali di tanah yang telah terkontaminasi logam berat atau terganggu struktur tanahnya. Di negara-negara seperti Mongolia dan Afrika Selatan, konversi padang rumput untuk tambang terbukti menyebabkan penurunan drastis populasi satwa liar dan mengganggu kehidupan peternak lokal.

4. Mangrove dan pesisir

ilustrasi mangrove dan pesisir (pexels.com/Tom Fisk)

Ekosistem mangrove dan pesisir sangat vital sebagai pelindung alami dari badai serta abrasi, selain juga menjadi tempat berkembang biak berbagai spesies ikan dan burung. Namun, pertambangan pasir laut dan penambangan nikel yang dilakukan dekat kawasan pesisir kerap menyebabkan kerusakan besar-besaran. Lumpur dan limbah tambang yang dialirkan ke laut dapat mengendap di akar-akar mangrove, membunuh pohon-pohon muda dan mempercepat degradasi garis pantai.

Kerusakan mangrove berdampak ganda, karena selain mengancam keanekaragaman hayati laut, juga merugikan komunitas nelayan yang bergantung pada ekosistem tersebut. Di beberapa wilayah Indonesia timur, tambang nikel bahkan ditengarai mempercepat kerusakan terumbu karang yang berada di sekitar pesisir, akibat peningkatan sedimen dan bahan kimia di perairan.

5. Pegunungan tinggi

ilustrasi pegunungan (pexels.com/Sagui Andrea)

Pegunungan tinggi memiliki kondisi ekologis yang unik, dengan suhu rendah, curah hujan ekstrem, dan spesies-spesies yang teradaptasi khusus terhadap kondisi tersebut. Aktivitas tambang logam berat seperti tembaga dan emas yang dilakukan di dataran tinggi sering kali mengganggu kestabilan lereng dan memicu longsor besar. Selain itu, peledakan dan pengerukan tanah dalam skala besar turut menghancurkan habitat burung-burung endemik serta mamalia kecil.

Salah satu ancaman terbesar dari tambang di pegunungan adalah pencemaran air, karena air dari pegunungan biasanya menjadi sumber utama bagi masyarakat di dataran rendah. Ketika logam berat dan limbah kimia masuk ke aliran sungai dari lokasi tambang, maka pencemarannya bisa merambat jauh hingga ke hilir. Ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan tambang di wilayah seperti Papua atau Andes di Amerika Selatan.

Ekosistem-ekosistem yang rentan terhadap aktivitas tambang juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan global. Setiap kerusakan bisa menjadi ancaman terhadap stabilitas iklim, keanekaragaman hayati, dan keberlanjutan hidup manusia. Oleh karena itu, perlindungan terhadap ekosistem rentan harus menjadi prioritas dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team