Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi nenek moyang kecoak (pixabay.com/Aristal)

Kecoak sering kali ditemukan di rumah-rumah, tempat kotor, dan celah-celah bangunan sehingga sering dianggap sebagai hewan yang menjijikan dan menakutkan. Akan tetapi, jika kita telusuri lebih dalam, kecoak memiliki sejumlah fakta yang menarik yang mungkin belum banyak diketahui. Dengan mengetahui fakta menariknya, mungkin saja pandangan kamu akan berubah menjadi kekaguman.

1. Kecoak jerman muncul pertama kali di India atau Myanmar

ilustrasi lingkungan di India (pixabay.com/Rhiannon)

Sekelompok ilmuwan, dalam sebuah tulisan ilmiah di dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), telah mempelajari sampel DNA dari 281 kecoak jerman (Blattella germanica) yang merupakan kecoak paling umum ditemui di 17 negara pada enam benua. Para ilmuwan menemukan bahwa kecoak jerman tidak benar-benar berasal dari Jerman. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa spesies kecoak jerman telah berevolusi dari kecoak asia (Blattella asahinai) sekitar 2.100 tahun yang lalu, kemudian kecoak ini beradaptasi dengan lingkungannya di Myanmar atau India.

Jadi, bagaimana dan kapan serangga ini berpindah dan tersebar ke seluruh dunia sehingga menjadi hama perkotaan?

Berdasarkan analisis genomik, terdapat dua rute yang memungkinkan kecoak ini dapat berpindah. Rute pertama adalah rute ke Asia Barat, sekitar 1.200 tahun yang lalu, bertepatan dengan hadirnya dinasti Islam. Rute kedua adalah sekitar 390 tahun yang lalu, bertepatan dengan periode kolonial Eropa, yang perpindahannya kemungkinan dibantu dengan kemajuan dalam bidang transportasi, seperti mesin uap, globalisasi perdagangan, rumah dengan pipa ledeng, serta pemanas.

Di luar Eropa, kemunculan kecoak jerman pertama kali terjadi di New York pada tahun 1842 selama pembangunan saluran air Croton. Warga New York mempercayai bahwa saluran air inilah yang membawa kecoak ke kota sehingga menjadi hama bagi perkotaan.

2. Kecoak berkomunikasi melalui feromon

ilustrasi kecoak yang sedang kawin (pixabay.com/bayan_izzani)

Dilansir Kumparan, kecoak memiliki cara komunikasi yang berbeda dengan kerabat dekatnya, yaitu belalang dan jangkrik, karena kecoak tidak menggunakan suara sebagai media komunikasinya, melainkan melalui sinyal kimia yang disebut feromon atau pheromones. Setidaknya terdapat dua jenis feromon, yaitu feromon seksual yang berperan dalam menarik pasangan untuk proses kawin dan feromon agregasi yang dikeluarkan melalui kotoran yang berperan untuk mengumpulkan koloni kecoak dalam satu tempat.

Sinyal yang dilepaskan oleh kecoak nantinya akan ditangkap oleh kecoak lain melalui indera penciuman kecoak yang terletak di antena. Feromon ini bersifat mudah menguap atau volatile dan dapat menimbulkan reaksi walaupun konsentrasinya rendah. Oleh karena itu, keberadaan kecoak bisa diketahui dari adanya bau feromon yang apek dan menyengat.

3. Kecoak telah hidup sejak era mesozoikum dengan memakan kotoran dinosaurus

kecoak yang terjebak di getah pohon (newscientist.com/Peter Vršanský)

Dalam artikel yang diterbitkan di PLOS ONE, ilmuwan dari berbagai negara meneliti fosil kecoak purba berusia 125 juta tahun yang ditemukan di Lebanon. Kecoak tersebut terjebak di dalam getah pohon dengan mengeluarkan sisa kotoran atau feses yang masih mengandung partikel kayu yang telah tercerna sebelumnya. Para peneliti menduga bahwa partikel kayu tersebut sudah melalui pencernaan organisme lain.

Ada kemungkinan organisme itu adalah dinosaurus sauropoda yang waktu itu mendominasi bersama dengan keluarga kecoak Blattulidae selama era Mesozoikum. Kecoak pada era itu tidak dapat mencerna kandungan lignin tanpa bantuan endosimbion dari organisme lain. Oleh karena itu, kecoak sangat bergantung pada kayu yang sudah diproses oleh sistem pencernaan dinosaurus atau vertebrata herbivora lain yang mengandung endosimbion untuk memecah kandungan lignin.

Lalu, mengapa kecoak memakan kotoran dinosaurus? Kecoak merupakan hewan yang dapat memanfaatkan nitrogen dari berbagai sumber, termasuk feses mereka sendiri atau feses hewan lain, contohnya kelelawar herbivora. Perilaku ini akan memfasilitasi terjadinya transfer endosimbion pemecah lignin sehingga kecoak dapat berevolusi untuk mencerna lignin.

4. Kecoak dapat dijadikan robot hybrid untuk membantu manusia saat bencana alam

Seekor kecoak Madagaskar dipasang dengan perangkat elektronik dan sel surya. (reuters.com/Kim Kyung-Hoon

Dikutip dari The Straits Times, tim peneliti telah mengembangkan kecoak cyborg,  yaitu kecoak Madagaskar hidup yang dilengkapi dengan kamera inframerah dan sensor canggih untuk misi pencarian dan penyelamatan.

Serangga kecil ini mampu memjelajahi ruang sempit di celah-celah bangunan menggunakan daya yang lebih rendah dibandingkan dengan robot mini lainnya. Kecoak cyborg ini dibuat untuk mendeteksi kehidupan melalui kamera inframerah sehingga tim penyelamat dapat mengetahui keberadaan dari korban bencana.

5. Kecoak masih hidup walaupun tanpa kepala

ilustrasi kecoak yang sedang berbaring (pixabay.com/hhach)

Dikutip dari Scientific American, Joseph Kunkel, seorang ahli fisiologi dari Universitas Massachusetts Amherst, mengungkapkan bahwa kecoak tidak memiliki tekanan darah seperti manusia. Kecoak tidak memiliki pembuluh darah besar atau kapiler kecil. Sebagai gantinya, mereka memiliki sistem peredaran darah teruka dengan tekanan yang lebih rendah.

Ketika kepalanya hilang, leher kecoak akan tertutup karena pembekuan dan kecoak tetap bisa bernafas melalui spirakel di setiap segmen tubuhnya. Kecoak adalah hewan berdarah dingin yang tidak membutuhkan banyak makanan untuk bertahan hidup. Kemampuan ini memungkinkan kecoak bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan. Selain itu, tidak seperti manusia, serangga ini memiliki ganglia, yaitu kumpulan jaringan saraf yang tersebar di tiap segmen tubuh untuk menjalankan fungsi saraf dasar, seperti bergerak. Oleh karena itu, kecoak akan tetap hidup walaupun tanpa kepala, tetapi akan mati karena kehabisan energi, terkena infeksi, atau dimakan predator.

Kecoak memang merupakan serangga yang sering dianggap menjijikan, tetapi penuh dengan keajaiban biologis. Mulai dari kemampuannya bertahan hidup tanpa kepala hingga perannya dalam teknologi. Tingkat adaptasi mereka telah menunjukkan bagaimana evolusi dapat menciptakan spesies yang dapat bertahan dalam kondisi ekstrem, tetapi juga berkontribusi pada inovasi manusia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team