digitalcollections.universiteitleiden.nl/Steijlen, Fridus
Tan Malaka ternyata sudah menjadi incaran kemarahan bahkan jauh sebelum ia memperjuangkan kemerdekaan 100 persen. Namun, Tan kecil selalu dimarahi akibat tindakan nekatnya.
Namun ayahnya menyelematkan Tan dari pukulan rotan ibunya yang terkenal pedih. Ayah Tan memberi hukuman lain yakni ditempatkan di pinggir jalan dengan kekang kuda sehingga Tan menjadi bahan tontonan warga sekitar, terutama anak-anak para engku. Ibu Tan Malaka ternyata tidak puas hanya dengan hukuman tersebut. Akhirnya ia melaporkan kepada Guru Gadang atau Guru Kepala agar memberikan hukuman.
Guru Gadang sendiri dikenal akan hukuman pilin pusat (cabut pusar) yang legendaris.Tan Malaka sudah beberapa kali merasakan pedihnya pilin pusat. Pengalaman hampir tenggelam di Sungai Ombilin ketika bersama anak para engku juga berakhir dengan hukuman pilin pusat Guru Gadang.
Dalam kesempatan lain, Tan Malaka sedang bermain simbur di sungai dan sudah melihat semua temannya lari. Ternyata temannya lari karena melihat Guru Gadang datang, sedangkan Tan Malaka tidak menyadari karena posisinya membelakangi Guru Gadang. Akhirnya Tan Malaka mendapatkan hukuman pilin pusat.
Hukuman lain yang pernah dirasakan Tan Malaka adalah dimasukkan ke kandang ayam. Kali ini ia dicap sebagai "penjahat perang" akibat terlibat perang lempar jeruk yang melebar menjadi perang lempar batu antar kampung. Lagi-lagi ibu Tan tidak puas dengan hukuman yang diberikan dan melaporkan kepada Guru Gadang. Alhasil, pilin pusat kembali mendarat di perut Tan Malaka.
Itulah 8 fakta menarik tentang masa muda Tan Malaka. Ternyata kisah Tan Malaka muda sangat menarik dan bahkan menggelitik. Di satu sisi juga kita dibuat iba ketika Tan harus berjuang melawan sakit di perantauan yang jauh dari kampung halaman. Setidaknya Tan bisa bernafas lega karena tidak menemukan pilin pusat di Haarlem.