ilustrasi ladang pertanian (pexels.com/Reto Bürkler)
Meski kondisi saat ini belum ideal, ada potensi besar untuk perbaikan ke depan, terutama melalui teknologi pertanian dan kebijakan pangan yang progresif. Proyeksi hingga tahun 2032 menunjukkan bahwa negara-negara yang belum swasembada daging dapat mempersempit kesenjangan hingga 12 poin persentase, bahkan hingga 28 poin di Timur Tengah dan Afrika Utara. Namun, sektor seperti susu dan ikan masih menunjukkan potensi pertumbuhan yang kecil.
Di sisi lain, produksi kacang-kacangan, biji-bijian, dan bahan pangan bertepung menunjukkan prospek peningkatan signifikan, terutama di Eropa, Asia Tengah, dan Afrika. Strategi nasional seperti "30 by 30" di Singapura yang menargetkan produksi 30 persen kebutuhan pangan secara lokal pada 2030 menjadi contoh nyata bahwa investasi dan inovasi dapat membawa perubahan nyata dalam ketahanan pangan nasional.
Setelah membaca fakta-fakta di atas, kita jadi tahu bahwa di balik sepiring nasi atau semangkuk sayur, ada rantai pasokan panjang yang bisa terganggu kapan saja, entah karena perang, cuaca ekstrem, atau krisis global lainnya. ketahanan pangan bukan hanya persoalan produksi, tapi juga soal kebijakan, distribusi, dan ketergantungan antarnegara. Meski tantangannya besar, harapan tetap ada melalui teknologi, inovasi pertanian, dan komitmen politik yang kuat. Negara-negara yang kini belum mandiri masih punya peluang untuk memperbaiki diri jika mulai berinvestasi pada sistem pangan berkelanjutan. Dalam dunia yang semakin tidak pasti, swasembada pangan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.