Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi militer (pexels.com/Pixabay)

Tidak semua negara mengandalkan kekuatan militer untuk menjaga stabilitas dan keamanan wilayahnya. Ada sejumlah negara di dunia yang secara resmi tidak memiliki angkatan bersenjata dan tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai negara berdaulat. Fenomena ini sering mengundang rasa penasaran banyak orang, terutama ketika bicara soal perlindungan nasional, kedaulatan, dan ancaman dari luar. Uniknya beberapa dari negara tersebut justru dikenal stabil secara ekonomi dan sosial, meskipun tidak punya sistem pertahanan militer seperti negara lain.

Pembahasan soal fakta negara yang memilih untuk hidup tanpa institusi militer bukan hanya menarik dari sisi politik, tetapi juga menyangkut cara pandang masyarakat dunia terhadap keamanan. Apakah ketiadaan militer menjadikan mereka lebih rentan atau justru lebih damai? Berikut lima fakta menarik tentang negara tanpa militer dan bagaimana mereka bertahan.

1. Kosta Rika menghapus militer sejak 1948

Kosta Rika (commons.wikimedia.org/Wayne77)

Kosta Rika menjadi salah satu contoh negara yang paling dikenal dalam pembahasan negara tanpa militer kali ini. Keputusan menghapus institusi militer diambil sejak tahun 1948 pasca perang saudara yang memicu refleksi besar tentang kekuasaan bersenjata. Sejak saat itu, anggaran militer dialihkan untuk pendidikan, kesehatan, dan penguatan hukum. Langkah ini membuat Kosta Rika dikenal sebagai negara demokratis yang stabil di kawasan Amerika Tengah.

Keamanan nasional dikelola melalui kepolisian sipil dan sistem hukum yang kuat. Dukungan dari perjanjian internasional serta kerja sama regional ikut membantu menjaga stabilitas. Walaupun tidak punya militer, Kosta Rika tetap menjaga hubungan luar negeri dengan pendekatan diplomatis. Negara ini juga aktif dalam kampanye perlucutan senjata secara global, menunjukkan bahwa perdamaian bukan hasil dari kekuatan senjata semata.

2. Islandia bergantung pada NATO untuk keamanan

Islandia (commons.wikimedia.org/Hedwig Storch)

Islandia tidak memiliki angkatan bersenjata permanen meskipun menjadi anggota pendiri NATO. Sejak Perang Dunia II, pertahanan negara ini sempat dikelola oleh pasukan Amerika Serikat yang ditempatkan di Pangkalan Udara Keflavik. Kini, perlindungan Islandia ditangani melalui perjanjian pertahanan bersama dengan sekutu NATO, terutama Norwegia, Denmark, dan juga Amerika Serikat. Kondisi geografis Islandia yang terpencil turut mendukung kebijakan tanpa militer.

Pemerintah Islandia fokus pada pembangunan ekonomi, pendidikan, dan layanan sosial tanpa perlu membiayai tentara nasional. Meski begitu, negara ini tetap memiliki unit penjaga pantai yang dilengkapi teknologi canggih untuk patroli laut dan tanggap darurat. Islandia juga aktif dalam diplomasi lingkungan dan perjanjian internasional terkait keamanan global, membuktikan bahwa keberadaan militer bukan satu-satunya cara menjaga kedaulatan.

3. Liechtenstein membubarkan militer karena krisis ekonomi

Liechtenstein (commons.wikimedia.org/A.Savin)

Liechtenstein sempat memiliki militer, namun dibubarkan pada tahun 1868 setelah negara ini mengalami krisis keuangan. Sejak saat itu, keamanan dan pertahanan menjadi tanggung jawab lembaga kepolisian, yang juga dibantu melalui kerja sama regional dengan Swiss. Keputusan ini dinilai realistis mengingat luas wilayah yang kecil dan jumlah penduduk yang sedikit. Ketimbang mempertahankan militer, Liechtenstein memilih membangun sistem pemerintahan yang efisien dan netral.

Keamanan negara dijaga melalui diplomasi dan hubungan baik dengan negara-negara sekitar. Karena tidak memiliki konflik internal maupun eksternal yang signifikan, Liechtenstein mampu bertahan tanpa angkatan bersenjata. Investasi besar di sektor keuangan dan pendidikan juga memperkuat posisi negara ini di Eropa. Liechtenstein membuktikan bahwa stabilitas bisa dicapai dengan pendekatan damai dan kebijakan yang konsisten.

4. Vatikan mengandalkan garda Swiss untuk perlindungan

Vatikan (commons.wikimedia.org/Diliff)

Sebagai negara terkecil di dunia, Vatikan juga tidak memiliki anggota militer atau angkatan bersenjata konvensional. Perlindungan wilayah serta pengamanan Paus dipercayakan kepada Garda Swiss, unit yang secara historis dibentuk sejak abad ke-16. Mereka bukan sekadar simbolik, tetapi dilatih secara profesional untuk menangani ancaman keamanan modern. Garda Swiss menjadi satu-satunya pasukan bersenjata yang secara resmi diakui di wilayah Vatikan.

Selain itu, keamanan di dalam wilayah Vatikan juga dikelola oleh aparat kepolisian lokal dan kerja sama erat dengan Italia. Keberadaan Vatikan sebagai pusat keagamaan dunia juga memberi dimensi diplomatik yang berbeda. Negara ini mengandalkan status netral dan hubungan internasional untuk menjaga kedamaian. Meski tak punya militer, Vatikan tetap menjaga otoritasnya dengan cara yang unik dan terencana.

5. Samoa tidak menyediakan anggaran militer dalam sistem negaranya

Samoa (commons.wikimedia.org/The U.S. National Park Service)

Samoa merupakan sebuah negara di kawasan Pasifik Selatan yang juga tidak memiliki angkatan bersenjata. Perlindungan nasional di Samoa dilakukan melalui perjanjian keamanan dengan Selandia Baru. Dalam situasi darurat atau ancaman eksternal, Selandia Baru bertanggung jawab memberikan bantuan militer. Strategi ini memungkinkan Samoa menghindari beban anggaran pertahanan dan lebih fokus pada pembangunan infrastruktur serta pelayanan publik.

Pemerintah Samoa menempatkan kepolisian sebagai lembaga utama yang menjaga ketertiban domestik. Meskipun begitu, negara ini tetap memiliki sistem hukum dan pengawasan perbatasan yang berjalan. Ketergantungan terhadap aliansi strategis tidak lantas membuat Samoa lemah, karena kebijakan luar negerinya cenderung netral dan tidak memancing konflik. Samoa menunjukkan bahwa negara kecil bisa hidup tanpa militer, asal memiliki rencana diplomatik yang matang.

Negara tanpa militer bukan berarti negara yang lemah. Sebaliknya, banyak dari mereka justru berhasil menunjukkan bahwa kekuatan tidak hanya berasal dari senjata, tapi juga dari pendidikan, diplomasi, dan kebijakan strategis yang bijak. Fakta negara tanpa militer memberi sudut pandang baru bahwa perdamaian dan stabilitas bisa tercapai lewat jalan berbeda, tanpa harus menempuh jalur kekerasan atau dominasi militer.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAtqo