Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret desa Shirakawa-go (pexels.com/Mateusz Walendzik)
potret desa Shirakawa-go (pexels.com/Mateusz Walendzik)

Intinya sih...

  • Di Desa Shirakawa-go, atap rumah yang curam dirancang untuk menghadapi salju tebal, mencerminkan kecerdikan masyarakat setempat dalam menyesuaikan arsitektur dengan kondisi alam ekstrem.

  • Bangunan dari bahan alami yang tahan lama, dibuat dari rumput miscanthus jenis kariyasu dan dipanen secara gotong royong untuk menjaga ketahanan bangunan.

  • Desain rumah menyesuaikan iklim pegunungan yang ekstrem, memungkinkan udara di dalam rumah tetap kering dan segar meski cuaca di luar sangat lembap atau bersalju.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Terletak di antara pegunungan bersalju di Prefektur Gifu, Desa Shirakawa-go di Jepang menjadi salah satu contoh nyata bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam. Dikenal dengan rumah tradisional beratap jerami yang khas, desa ini bukan hanya destinasi wisata bersejarah, tetapi juga bukti kejeniusan masyarakat Jepang dalam memanfaatkan sumber daya alam secara bijak.

Setiap sudut Shirakawa-go menyimpan cerita tentang kearifan lokal, ilmu pengetahuan sederhana, dan teknologi alami yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dari bentuk rumah hingga cara hidup penduduknya, semuanya dirancang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Penasaran bagaimana masyarakat Shirakawa-go memanfaatkan alam dengan cerdas? Yuk, simak lima faktanya berikut ini!

1. Atap curam yang dirancang untuk menghadapi salju tebal

potret rumah-rumah tradisional Shirakawa-go dengan atap curam yang menahan beban salju musim dingin (pixabay.com/Penny)

Rumah-rumah di Shirakawa-go memiliki atap jerami curam bergaya gassho-zukuri, yang berarti “tangan yang sedang berdoa.” Kemiringan sekitar 60 derajat pada atap ini dirancang agar salju tebal dapat meluncur turun sendiri, sehingga bangunan tidak terbebani oleh tumpukan salju saat musim dingin. Desain ini mencerminkan kecerdikan masyarakat setempat dalam menyesuaikan arsitektur dengan kondisi alam ekstrem di daerah pegunungan.

Meskipun begitu, penduduk Shirakawa-go tetap perlu naik ke atap setidaknya sekali setiap musim dingin untuk membersihkan sisa salju agar tidak merusak struktur rumah. Atap jerami ini juga berfungsi sebagai isolasi alami yang menjaga suhu rumah tetap stabil. Pembuatan dan perawatannya dilakukan secara gotong royong menggunakan tali alami tanpa paku logam, menunjukkan harmoni antara tradisi, teknologi alam, dan kebersamaan masyarakat.

2. Bangunan dari bahan alami yang tahan lama

potret rumah gassho-zukuri di Shirakawa-go, dibangun dari bahan alami yang tetap kuat bertahan bertahun-tahun (pexels.com/M K)

Bangunan tradisional di Shirakawa-go dibuat dari bahan alami yang kuat dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah rumput miscanthus jenis kariyasu, yang ditanam dan dipanen sebelum musim salju. Setelah dikeringkan, rumput ini digunakan untuk menutup atap melalui tradisi gotong royong bernama yui, di mana warga bekerja bersama untuk membangun atau memperbaiki rumah. Proses ini bukan hanya menjaga ketahanan bangunan, tapi juga melestarikan nilai kebersamaan masyarakat.

Kini, karena kariyasu semakin sulit ditemukan, masyarakat mulai menggunakan rumput susuki sebagai pengganti. Meski lebih mudah tumbuh, susuki membutuhkan waktu lebih lama untuk kering setelah terkena hujan atau salju, sehingga atap perlu diganti setiap 20–30 tahun sekali. Meski bahan berubah, semangat gotong royong yui tetap dijaga, memastikan rumah-rumah gassho-zukuri tetap kokoh dan selaras dengan alam.

3. Desain rumah yang menyesuaikan iklim

potret rumah tradisional Shirakawa-go, desainnya selaras dengan kondisi alam dan cuaca ekstrem (pexels.com/Robs Quiambao)

Desain rumah gassho-zukuri di Shirakawa-go dibuat dengan menyesuaikan iklim pegunungan yang ekstrem. Bagian ujung rumah atau gable sengaja dibuat terbuka terhadap angin dan sinar matahari. Bentuk ini memungkinkan udara hangat naik dan keluar dengan mudah, sementara cahaya matahari bisa masuk ke loteng. Dengan begitu, udara di dalam rumah tetap kering dan segar meski cuaca di luar sangat lembap atau bersalju. Struktur ini juga membuat rumah tetap sejuk di musim panas tanpa memerlukan pendingin buatan.

Selain untuk kenyamanan, desain tersebut juga memiliki fungsi ekonomi. Loteng yang luas dan berventilasi baik dimanfaatkan warga untuk membudidayakan ulat sutra. Panas dari perapian di lantai bawah naik ke loteng, menjaga suhu ideal bagi ulat sutra sekaligus membantu mengeringkan jerami atap dari dalam. Desain ini menunjukkan bagaimana masyarakat Shirakawa-go memadukan fungsi rumah dengan pemanfaatan energi alam secara cerdas dan efisien.

4. Kehidupan yang selaras dengan alam sekitar

potret panorama desa Shirakawa-go, menunjukkan keseimbangan antara manusia dan alam sekitar (pexels.com/NatureEye Conservation)

Kehidupan masyarakat Shirakawa-go memperlihatkan bagaimana manusia dapat hidup harmonis dengan alam. Rumah-rumah di desa ini dibangun menghadap timur dan barat agar sinar matahari dapat membantu mencairkan salju di musim dingin. Sementara itu, angin dari lembah pegunungan dimanfaatkan untuk menjaga sirkulasi udara alami, membuat suhu di dalam rumah tetap nyaman sepanjang tahun.

Selain arsitekturnya, pengelolaan lingkungan di Shirakawa-go juga mencerminkan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam. Sistem saluran air alami di desa ini tidak hanya mengairi sawah dan kebun, tetapi juga menjadi habitat ikan trout, menandakan kebersihan lingkungan yang terjaga. Masyarakat Shirakawa-go menjaga keseimbangan ini dengan tidak mencemari air dan terus mempertahankan pola hidup yang ramah alam. Inilah bentuk nyata hubungan antara tradisi dan keberlanjutan yang sudah diwariskan selama berabad-abad.

5. Warisan budaya yang bertahan di era modern

potret desa Shirakawa-go, warisan budaya yang tetap bertahan di era modern (pexels.com/Boris Radisic)

Warisan budaya di Shirakawa-go masih terjaga dengan baik hingga sekarang. Banyak rumah tradisional di desa ini telah berdiri selama lebih dari 200 tahun dan tetap dirawat dengan menggunakan teknik gassho-zukuri, yaitu gaya arsitektur beratap jerami curam yang disusun tanpa paku. Meskipun telah berusia ratusan tahun, rumah-rumah ini masih kokoh dan berfungsi sebagaimana mestinya, menunjukkan betapa cerdasnya masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Kemampuan penduduk Shirakawa-go dalam menjaga keseimbangan antara budaya, lingkungan, dan kehidupan modern membuat desa ini diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995. Pengakuan tersebut menjadi bukti bahwa tradisi lama bisa tetap relevan di masa kini. Hingga saat ini, desa ini tidak hanya menjadi simbol pelestarian budaya Jepang, tetapi juga contoh bagaimana kearifan lokal dapat bertahan dan memberi inspirasi di era modern.

Shirakawa-go membuktikan bahwa manusia bisa berkembang tanpa meninggalkan akar tradisinya. Dengan memelihara keseimbangan antara budaya, pengetahuan, dan alam, masyarakat desa ini menunjukkan bahwa kemajuan yang sesungguhnya lahir ketika warisan lama tetap dijalankan, selaras dengan kebutuhan zaman, dan harmonis dengan lingkungan sekitar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team