Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
salah satu masyrakat suku Sherpa (Rüdiger Wenzel, CC BY-SA 3.0 DE, via Wikimedia Commons)

Sulit membayangkan mendaki Gunung Everest tanpa tahu medan yang harus dilalui. Para pendaki yang berbondong-bondong menaklukkan puncak Everest pun perlu dipandu oleh orang yang lebih lihai dan paham seluk beluk Pegunungan Himalaya.

Oleh kerena itu, orang Sherpa hadir untuk mereka. Setiap perjalanan pendaki yang mencapai puncak Everest, pasti terdapat orang dari suku Sherpa di dalamnya.

Apabila nekat berpergian sendirian tanpa orang Sherpa, risiko tersesat di jalan hingga tak bisa kembali pulang ada di depan mata. Lantas, siapa sebenarnya suku Sherpa yang tinggal di sekitar Pegunungan Himalaya ini? Yuk, cari tahu lima faktanya di bawah ini.

1. Dipercaya menjadi pemandu Pegunungan Himalaya

potret Pegunungan Himalaya (pexels.com/Sulav Loktam)

Pada dasarnya yang disebut sebagai suku Sherpa ialah suatu komunitas penutur Bahasa Sherpa. Melansir Britannica, orang-orang Sherpa merupakan sebutan bagi kelompok etnis yang tinggal di wilayah dataran tinggi Pegunungan Himalaya selama beberapa generasi.

Kini, mereka terkenal sebagai pemandu mapun porter yang membantu para pendaki dari berbagai dunia mencapai puncak Everest. Pengetahuan dan keahlian lokal orang Sherpa pun sangat berguna bagi para pendaki yang asing pada medan pendakian.

Beberapa anggota suku Sherpa telah terlibat dalam pendakian di sekitar Pegunungan Himalaya yang dilakukan oleh orang-orang Inggris sejak 1920-an. Orang-orang Inggris yang merencanakan ekspedisi pendakian gunung, mempekerjakan orang-orang Sherpa untuk membawa berbagai peralatan dan sebagai petunjuk jalan.

Sebab, orang-orang dari suku tersebut sudah dibekali dengan kemampuan fisik dan mental yang menjadi bagian dari budaya suku Sherpa. Oleh karena itu, para pendaki pun menilai orang Sherpa sebagai sosok pekerja keras, damai, dan berani. Mereka juga dapat dipercaya untuk membimbing para pendaki menuju puncak.

2. Orang Sherpa pertama yang berhasil mencapai puncak Everest

Edmund Hillary (kiri) dan Tenzing Norway (kanan) (Jamling Tenzing Norgay, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Pegunungan Himalaya memilki beberapa puncak, salah satunya puncak Everest yang terkenal sulit ditaklukan. Berbagai ekspedisi mulai dilakukan sejak 1920-an, tapi belum ada yang bisa mencapai puncak. Alasannya pun beragam, mulai dari kekurangan perbekalan hingga tewas di perjalanan.

Barulah pada 29 Mei 1953 pukul 11.30, laki-laki asal Selandia Baru, Edmund Hillary dan seorang Sherpa bernama Tenzing Norgay berhasil mencapai Puncak Everest setinggi 8.848 mdpl.

Dilansir Britannica, di usia 19 tahun Tenzing Norway sudah memulai ekspedisi pertamanya sebagai porter, tepatnya pada tahun 1933. Dua tahun setelahnya, tepatnya tahun 1935, Tenzing menemani ekspedisi pengintaian Eric Shipton ke Everest.

Dalam beberapa tahun berikutnya Tenzing aktif mengambil bagian dalam ekspedisi Everest dari pendaki lainnya. Atas prestasinya, Tenzing dianggap sebagai pahlawan legendaris di Nepal dan India. Banyak penghargaan yang diperolehnya, baik dari pemerintah Nepal hingga medali dari Raja Inggris, George VI.

3. Daya tahan tubuh bak manusia super

salah satunya masyarakat suku Sherpa (unsplash.com/Karthik Thoguluva)

Bertahan dalam ketinggian ekstrem dalam waktu yang lama bukanlah hal mudah. Kemampuan adaptasi suku Sherpa di dataran tinggi Himalaya membuat sebagian ilmuan bertanya-tanya.

Suku Sherpa dapat mengatasi atmosfer rendah oksigen di pegunungan Himalaya, jauh lebih baik daripada mereka yang mengunjungi wilayah tersebut. Dilansir BBC, studi yang dilakukan oleh Profesor Andrew Murray dari Cambridge University menyatakan, bahwa penyerapan gula darah (glukosa) oleh masyarakat Suku Sherpa jauh lebih besar daripada lemak untuk membakar energi.

Mayoritas masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari menyerap lemak sebagai bahan bakar. Meskipun lemak menjadi bahan kabar yang baik, dalam proses metabolisme memerlukan lebih banyak asupan oksigen daripada glukosa.

Dengan penyerapan glukosa yang lebih besar, orang Sherpa mendapatkan lebih banyak kalori per unit oksigen yang dihirup. Hal itu membuat tubuh mereka menghasilkan tenaga 30 persen lebih banyak dari masyarakat dataran rendah. Bertahun-tahun hidup dalam ketinggian ekstrem menimbulkan mutasi genetik yang menyebabkan Suku Sherpa memiliki metabolism pengelolahan oksigen yang lebih efisien.

4. Gaji yang didapat bukan main-main

salah satu masyarakat suku Sherpa (unsplash.com/Christopher Burns)

Hidup di wilayah pegunungan paling tinggi di dunia, suku Sherpa mencari nafkah dari pertanian dataran tinggi, peternakan, dan pemintalan wol serta tenun. Namun, setelah Pegunungan Himalaya ramai dengan berbagai ekspedisi pendakian, sebagian orang Sherpa beralih menjadi menjadi pemandu. Mereka juga menyediakan berbagai fasilitas untuk pendaki, seperti menyediakan perlengkapan, pemandu, penginapan, kedai kopi, hingga Wi-Fi.

Pendapatan yang diberikan industri pendakian Everest ini telah menjadikan Sherpa sebagai salah satu etnis terkaya di Nepal. Mereka setidaknya menghasilkan sekitar tujuh kali pendapatan per kapita semua orang di Nepal, lho.

Meskipun pendapatan yang didapatkan cukup tinggi, ini setara dengan risiko yang ditanggung. Bepergian di Gunung Everest adalah pekerjaan yang sangat berbahaya. Dilansir National Geographic, dari banyak kematian di Gunung Everest, setidaknya 40 persen berasal dari orang Sherpa.

Pada tanggal 18 April 2014, longsoran salju jatuh dan menewaskan 16 pendaki asal Nepal, di mana 13 di antaranya adalah orang Sherpa. Tentu saja ini menjadi adalah kerugian besar bagi komunitas Sherpa yang hanya terdiri dari sekitar 150 ribu orang.

5. Tidak hanya di Himalaya, orang Sherpa juga berada di beberapa belahan dunia, lho

masyarakat suku Sherpa (JP Vets, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

Suku Sherpa dikenal suka berpergian dan telah bermigrasi ke beberapa daerah di sekitar Pegunungan Himalaya. Beberapa dari mereka membentuk sebuah grup kecil yang tersebar di Bhutan, China, Amerika Utara, Australia, hingga Eropa.

Banyak hal yang mendorong orang-orang Sherpa meinggalkan tanah airnya di Pegunungan Himalaya. Salah satunya ialah keterbatasan mata pencaharian sebagai pemandu dan porter untuk para pendaki. Sementara pekerjan tersebut memiliki risiko yang cukup berat. Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk berpindah ke wilayah lain untuk keberlangsungan hidup.

Kemampuan fisik suku Sherpa bertahan di Pegunungan Himalaya tidak dapat ditemukan di masyarakat lain. Jasa suku Sherpa dalam memandu dan membimbing berbagai pendaki dari belakan dunia sungguh sangat berharga. Namun, di sisi lain beberapa anggota komunitas takut terhadap risiko menjadi pemandu dan memilih berpindah ke wilayah lain. Semoga suku Sherpa tetap bertahan, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team