ilustrasi hujan meteor (unsplash.com/fernando rodriguez)
Hujan meteor Coma Berenices memancar dari konstelasi dengan nama yang sama. Dari bumi, konstelasi ini terlihat di bagian utara pada garis lintang antara 90 hingga -70 derajat. Konstelasi Comae Berenicid tempat hujan meteor ini menempati urutan ke-42 dari 88 rasi bintang di langit malam.
Dulunya, konstelasi Coma Berenices ini dianggap sebagai bagian dari konstelasi Leo oleh astronom abad kedua, Ptolemy, melansir Seasky. Namun, konstelasi ini kemudian dimasukkan ke daftar katalog bintang astronom Denmark, Tycho Brahe, pada tahun 1602.
Sebutan konstelasi 'Coma Berenices' diambil dari nama Ratu Berenice II yang merupakan istri Ptolemeus III dari Mesir. Menurut cerita, Ratu asal Mesir ini memotong rambutnya sebagai hadiah karena Raja Ptolemeus III Euergetes berhasil pulang dari perang dengan selamat.
Dilansir situs Ian Ridpath's yang mengutip buku Star Tales, rambut tersebut diletakkan di kuil yang didedikasikan untuk Arsinoë, diidentifikasi sebagai Aphrodite. Kuil tersebut terletak di Zephyrium dekat Aswan modern.
Keesokan harinya, rambut tersebut hilang tanpa tertulis catatan lebih lengkap bagaimana prosesnya. Lalu, Conon dari Samos, seorang ahli matematika dan astronom yang hidup sekitar 280–220 SM menunjukkan sekelompok bintang di dekat konstelasi Leo.
Ia pun memberi tahu raja bahwa rambut Berenice telah bergabung dengan rasi bintang. Makanya, konstelasi tempat hujan meteor Coma Berenices berasal juga disebut sebagai 'Berenice's Hair' alias rambut Berenice.
Masih dari sumber yang sama, hubungan antara rambut dan konstelasi kemungkinan besar dipentaskan untuk memuliakan Ptolemeus dan ratunya di antara rakyat mereka. Kisah tersebut dimitologikan oleh penyair istana Callimachus (sekitar 305–240 SM) dalam puisi populernya berjudul 'Lock of Berenice'.
Meski termasuk redup dan sedikit, bukan berarti hujan meteor Coma Berenices tidak worth it untuk diamati. Siapa tahu kamu justru menemukan fakta baru terkait peristiwa langit satu ini, kan?