Beruang Kutub Serang Ibu dan Anak di Alaska, Alasannya Bikin Miris 

Awalnya, si beruang sempat dikira berpenyakit

Bulan lalu, seekor beruang kutub jantan menewaskan seorang ibu dan anaknya yang baru berusia 1 tahun di Wales, Alaska. Dilansir laman Live Science, serangan tersebut merupakan serangan fatal pertama yang tercatat di Amerika Serikat setelah lebih dari 30 tahun.

Awalnya, sempat muncul dugaan kalau beruang kutub tersebut menderita penyakit yang  mempengaruhi otaknya, seperti rabies atau distemper. Karena itu, ia mendadak muncul dan menyerang warga sekitar. Setelah sampel jaringan tubuh predator puncak itu dipelajari, akhirnya diketahui mengapa serangan fatal tersebut bisa terjadi. 

 

1. Serangan terjadi pada sore hari

Beruang Kutub Serang Ibu dan Anak di Alaska, Alasannya Bikin Miris ilustrasi beruang kutub (commons.wikimedia.org/Andreas Weith)

Summer Wyomick dan putranya yang berusia 1 tahun, Clyde Ongtowasruk, tewas diserang seekor beruang kutub jantan pada 17 Januari lalu saat keduanya berjalan meninggalkan area sekolah. Peristiwa itu terjadi pada sore hari. Jarak pandang menurun drastis akibat badai salju. Karena itu, Summer tidak menyadari kehadiran karnivor raksasa yang bobotnya bisa lebih dari 700 kilogram tersebut. 

Dilansir Live Science, beberapa staf sekolah sempat berusaha menghentikan serangan dengan memukul beruang dengan sekop, tapi karnivor itu malah balik menyerang. Mereka langsung berlarian masuk ke dalam sekolah dan menutup pintu bangunan yang kala itu penuh dengan murid. Akhirnya, seorang warga datang membawa senjata dan menembak mati beruang kutub tersebut.

2. Beruang kutub jarang muncul di Wales

Beruang Kutub Serang Ibu dan Anak di Alaska, Alasannya Bikin Miris ilustrasi beruang kutub (commons.wikimedia.org/Brocken Inaglory)

Serangan fatal tersebut terjadi di Wales, sebuah kota kecil yang terletak di ujung barat dataran Amerika Utara. Kota itu cuma berjarak sekitar 80 kilometer dari Rusia melintasi Selat Bering.

Dilansir AP News, beruang kutub tidak begitu sering muncul di kota yang dihuni sekitar 160 orang itu. Hal tersebut dibandingkan dengan Desa Ryrkaypiy di Rusia yang para warganya harus memancing beruang kutub jauh-jauh dari desa dengan bangkai walrus atau Churchill di Kanada yang lokasinya berada di dalam habitat alami beruang kutub.

Seperti wilayah lain yang bersinggungan dengan beruang kutub, Wales rutin menggelar patroli beruang kutub sejak 2014 lalu. Namun, program tersebut tak jalan karena berbagai faktor, beberapa di antaranya karena pandemik dan jarangnya beruang kutub muncul. 

Sekalipun patroli aktif hari itu, tidak ada yang tahu apakah bisa mencegah kejadian pada Selasa yang nahas itu. Apalagi, mengingat peristiwa tersebut terjadi sore hari yang sebenarnya bukan waktu yang berisiko untuk bertemu beruang kutub.

Baca Juga: 5 Fakta Lalat yang Jarang Diketahui, Hewan yang Dihindari!

3. Serangan beruang kutub amat langka

Beruang Kutub Serang Ibu dan Anak di Alaska, Alasannya Bikin Miris ilustrasi beruang kutub (commons.wikimedia.org/Alan D. Wilson)

Lindsey Mangipane, seorang pakar biologi satwa liar dari Departemen Perikanan dan Satwa Liar Amerika Serikat, mengungkapkan pada laman Live Science kalau serangan beruang kutub terhadap manusia sangat jarang. Serangan terakhir terjadi pada 1993 lalu, sementara serangan fatal yang menyebabkan kematian terjadi pada 1990 di Point Lay, Alaska.

Beruang kutub bergantung penuh pada lautan es yang jadi tempat tinggal mangsa utamanya, yakni anjing laut. Kadang, mereka juga menyantap telur burung dan sumber makanan lainnya, tapi itu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuhnya yang menurut National Wildlife Federation bisa berbobot lebih dari 771 kilogram. 

Seiring berkurangnya lautan es akibat perubahan iklim, para beruang raksasa ini terpaksa mencari makan ke darat. Frekuensi bertemu dengan manusia jadi meningkat. 

4. Hasil tes negatif patogen berbahaya

Beruang Kutub Serang Ibu dan Anak di Alaska, Alasannya Bikin Miris ilustrasi anak beruang kutub (commons.wikimedia.org/Alan D. Wilson)

Dari serangan yang tak terduga itu, muncul dugaan kalau beruang kutub tersebut menderita penyakit yang mempengaruhi kinerja otak. Rabies, toksoplasmosis, dan distemper jadi beberapa di antaranya. 

Dr. Kimberlee Beckmen, seorang dokter hewan dari Departemen Perikanan dan Perburuan Alaska, melakukan tes terhadap sampel jaringan beruang kutub tersebut. Hasil tes menunjukkan kalau beruang jantan dewasa itu negatif patogen-patogen yang mempengaruhi otak.

Namun, usai dipelajari lebih lanjut, diketahui kalau beruang jantan itu dalam kondisi tubuh yang buruk dan diduga sudah berusia lanjut. Penemuan ini konsisten dengan sebuah hasil studi.

Mengutip Live Science, sebuah studi yang dilansir jurnal Wildlife Society Bulletin menemukan kalau beruang kutub jantan yang kekurangan nutrisi paling berpotensi menjadi ancaman bagi manusia. Hingga saat ini, belum diketahui pasti mengapa beruang itu bisa berada dalam kondisi tubuh yang buruk. Ada kemungkinan kalau perubahan iklim yang disebabkan manusia turut berperan. 

5. Perubahan iklim meningkatkan interaksi antara manusia dan beruang

Beruang Kutub Serang Ibu dan Anak di Alaska, Alasannya Bikin Miris ilustrasi beruang kutub (commons.wikimedia.org/Arturo de Frias Marques)

Lautan es sudah selalu menjadi rumah bagi beruang kutub. Di atas hamparan lapisan air yang membeku itu, beruang kutub mencari makan, berkembang biak, sampai membesarkan anak-anaknya. Karena lokasinya terpencil dan lumayan ekstrem untuk ditinggali manusia, tingkat interaksi antara beruang kutub dengan manusia sangat minim. 

Namun, saat lautan es ini menghilang, beruang kutub akan kehilangan akses menuju makanan utamanya. Karena kelaparan, mereka akan naik ke darat untuk mencari makan. Mencairnya lautan es juga membuat beberapa daerah kerap disatroni beruang kutub. Wales, Ryrkaypiy, dan Churchill jadi "dikunjungi" lebih lama oleh karnivor darat terbesar di dunia tersebut.

Dari faktor-faktor itu, tingkat interaksi antara beruang kutub dengan manusia yang awalnya minim jadi meningkat. Bukan tidak mungkin kalau korban akan berjatuhan kembali, baik dari pihak manusia maupun beruang kutub, bila perubahan iklim tak segera mendapatkan penanganan serius. 

Semoga tak ada lagi banyak korban jiwa dan kerugian untuk semua pihak, ya. Namun, hal itu bisa tercipta apabila manusia sadar dan mulai bergerak untuk melawan perubahan iklim.

Baca Juga: 8 Hewan Ini Suka Berpura-pura Menjadi Hewan Lain, Bisa Mirip Banget!

Ina Suraga Photo Verified Writer Ina Suraga

Business inquiries: suraga.ina@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya