Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesia

Jakarta tak pernah 'menyatakan diri' sebagai ibu kota

Rencana pemindahan ibu kota akhir-akhir ini kembali digaungkan. Beberapa kota di luar Pulau Jawa juga diusulkan untuk menjadi ibu kota yang baru, tentu dengan beberapa alasan serta faktor alam yang terjadi di wilayah tersebut. Hingga akhirnya diputuskan ibu kota akan pindah ke Kabupaten Penajam dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Namun, dalam sejarah berdirinya NKRI, ini bukan kali pertama Indonesia memindahkan ibu kotanya dari Jakarta.

Ditilik ke belakang, ada beberapa catatan sejarah tentang jejak pemindahan ibu kota dan alasan di balik terpilihnya Jakarta menjadi ibu kota. Bahkan Jakarta memang sudah 'memiliki bakat' untuk menjadi ibu kota negara, tanpa perlu repot 'menyatakan dirinya' sebagai ibu kota RI.

1. Warisan kolonial yang 'memilih' Jakarta jadi ibu kota negara

Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesiaid.wikipedia.org

VOC sempat memindahkan pusat akitivitas perdagangannya ke Jakarta yang saat itu diberi nama Batavia setelah sebelumnya bernama Jayakarta. Saat persekutuan dagang itu bubar tahun 1799, VOC banyak sekali meninggalkan asetnya berupa gedung pemerintahan, benteng, dan masih banyak lagi.

Warisan kolonial tadi menjadi salah satu alasan mengapa Jakarta dipilih menjadi ibu kota negara. Ada banyak bekas kantor pemerintahan dan kantor Gubernur Jenderal VOC yang sekarang dijadikan sebagai istana negara, yang pada akhirnya bisa digunakan kembali sebagai kantor pemerintahan RI.

Alasan lainnya adalah karena secara 'alamiah' Jakarta digunakan sebagai pusat aspirasi rakyat dan ada banyak peristiwa bersejarah yang terjadi di Jakarta.

Masuk akal, karena setelah ratusan tahun dijajah dan dengan segera memproklamirkan kemerdekaannya, Indonesia belum memiliki kemampuan untuk membangun berbagai macam bangunan, yang nantinya digunakan sebagai kantor pemerintahan.

Akhirnya, secara konstitusional, melalui Undang-Undang Nomor 10 tahun 1964 ditetapkan, jika Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya tetap menjadi Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan nama Jakarta. 

2. NICA dan surat Sultan Hamengkubuwana IX

Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesiawww.donisetyawan.com

Belum puas menjajah Indonesia selama berabad-abad, Belanda kembali lagi ke Indonesia dengan membonceng pasukan Sekutu, NICA yang saat itu berhasil mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II.

Kembalinya Belanda itu lagi-lagi membuat keadaan di Indonesia, khususnya di ibu kota Jakarta menjadi genting. Pada sisi lain, masih ada tentara Jepang yang belum ditarik, membuat Soekarno dan sejumlah petinggi RI mencoba bertahan sebisa mungkin di ibu kota.

Melihat keadaan ibu kota yang mulai kacau, tanggal 2 Januari 1946 Sultan Hamengkubuwana IX megirimkan surat kepada Presiden Soekarno yang isinya berupa pesan dari Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VIII yang menawarkan Yogyakarta sebagai ibu kota sementara RI.

Tawaran tersebut tentu disambut baik oleh Presiden Soekarno dan para pejabat tinggi lainnya. Mereka pun mengadakan rapat mengenai persiapan kepindahan ibu kota dalam sidang kabinet tertutup.

Baca Juga: Jadi Ibu Kota Negara, Ini Potensi Penajam dan Kutai Kartanegara

3. 1946: Operasi rahasia pemindahan ibu kota

Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesiabinatalenta45.wordpress.com

Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adams, Soekarno mengatakan, “Kita akan memindahkan ibu kota besok malam. Tidak ada seorang pun dari saudara boleh membawa harta benda, aku juga tidak,” ucap beliau.

Besok malamnya operasi rahasia pemindahan ibu kota pun dilaksanakan. Mengingat Jakarta sudah tidak aman lagi karena dikepung oleh pasukan tentara NICA dan Sekutu, maka disusunlah rencana yang cermat untuk melakukan proses evakuasi tersebut.

Menjelang tengah malam, pada 3 Januari 1946, secara perlahan tiba sebuah gerbong yang ditarik lokomotif uap buatan Jerman di jalur kereta api belakang kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Menteng, Jakarta Pusat

Lampu kereta dimatikan agar tak memantik kecurigaan tentara NICA. Ini juga dimaksudkan agar tentara Sekutu itu mengira bahwa gerbong tersebut merupakan gerbong kosong atau hanyalah kereta biasa yang langsir menuju stasiun Manggarai.

Akhirnya, pada 4 Januari 1946 dini hari, 'rombongan gerbong kosong' itu tiba di Yogyakarta dengan selamat setelah melewati rute panjang dan menegangkan, Pegangsaan Timur-Manggarai-Jatinegara-Bekasi-Cikampek-Cirebon-Purwokerto-Kroya-Kutoarjo-Yogyakarta. Menjelang subuh, Sultan HB IX, Paku Alam VIII, dan Jenderal Soedirman tiba di Stasiun Tugu untuk menyambut kedatangan rombongan tersebut.

Dengan ini, untuk sementara waktu ibu kota negara RI dipindahkan ke Yogyakarta, sedangkan pengelolaan dan pengendalian keamanan kota Jakarta diserahkan kepada Panglima Divisi Siliwangi, Letnan Kolonel Daan Jahja, yang juga merangkap sebagai Gubernur Militer Kota Jakarta.

4. 1948: PDRI dan pemindahan ibu kota ke Bukittinggi

Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesiamerahputih.com

Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada 19 Desember 1948 membuat status Yogyakarta berubah menjadi darurat perang. Soekarno, Hatta, dan sejumlah pejabat tinggi RI yang lainnya ditangkap dan diasingkan ke luar pulau Jawa.

Pemerintah RI pun terpaksa membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan memindahkan ibu kota negara (lagi) ke Bukittinggi, Sumater Barat. PDRI dipimpin langsung oleh Mr. Sjafroedin Prawiranegara.

Pembalasan pun dilakukan oleh angkatan perang RI lewat Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk merebut kembali Yogyakarta dan mendesak Belanda untuk mundur. Serangan tersebut juga membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia masih tetap tegak berdiri. PBB dan beberapa negara lain pun mendesak Belanda untuk segera berdamai dan mengakhiri agresinya.

5. Yogyakarta dan kembalinya ibu kota negara

Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesiatempatwisataid.com

Mendapat desakan dari berbagai kalangan, membuat Soekarno, Hatta, dan pejabat tinggi RI yang sempat diasingkan pun dibebaskan serta dipulangkan ke Yogyakarta. Dengan demikian, PDRI yang sempat memainkan perannya selama agresi militer terjadi pun dibubarkan dan pusat pemerintah RI di Yogyakarta juga mendapat status awalnya sebagai ibu kota sementara.

Kedudukan ibu kota di Yogyakarta pun berlangsung hingga penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949.

RIS (Republik Indonesia Serikat) berhasil dibubarkan dan dikembalikan ke bentuk negara yang sebenarnya, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terhitung sejak tanggal 17 Agustus 1950, ibu kota Indonesia juga dikembalikan lagi ke Jakarta hingga saat ini.

6. Usulan pemindahan ibu kota dari masa Soekarno, SBY, dan Jokowi

Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesiawww.goodnewsfromindonesia.id

Usulan pemindahan ibu kota baru nyatanya sudah ada sejak masa pemerintahan Soekarno yang saat itu berencana membangun ibu kota di Palangkaraya dan pada masa pemerintahan SBY, ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru pun didukung. Ini dikarenakan masalah lingkungan dan overpopulasi di Jakarta yang sudah mencapai level yang paling signifikan, bahkan mengkhawatirkan. 

Usulan ibu kota dipindahkan ke luar Pulau Jawa pun sudah pernah digaungkan, namun baru pada masa Presiden Joko Widodo ide untuk memindahkan ibu kota negara teralisasikan.

Beberapa wilayah diluar Pulau Jawa pun sempat diusulkan menjadi ibu kota negara, seperti Palangkaraya,  Banjarmasin, Pontianak, Palembang, Balikpapan, hingga Lampung. Adapun wilayah lain yang juga menjadi usulan wilayah ibu kota yang baru adalah Karawang dan Maja.

Akhirnya, melalui rapat terbatas pada tanggal 29 April 2019, Presiden Joko Widodo pun memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa, tepatnya di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota ini juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dan diperkirakan akan rampung pada tahun 2024.

Terlepas dari mana kota yang harusnya menjadi ibu kota negara, Kalimantan dirasa merupakan wilayah yang cocok untuk menjadi ibu kota negara. Pulau ini jauh dari daerah batas konvergen tektonik yang artinya relatif aman dari ancaman gempa bumi dan letusan gunung berapi.

Bahkan Presiden Soekarno pernah merencanakan pembangunan ibu kota di Palangkaraya yang wilayahnya juga berada di Pulau Kalimantan karena luas wilayahnya yang lebih besar dari Jakarta dan masuk ke dalam daerah yang memiliki batas konvergen tektonik.

Baca Juga: Jawa Barat Juga Bakal Pindahkan Ibu Kota, Ini 3 Pilihannya

Ines Melia Photo Verified Writer Ines Melia

Dengan menulis saya 'bersuara'. Dengan menulis saya merasa bebas.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya