Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret awan mammatus
Potret awan mammatus (pixabay.com/DerTobiSturmjagd)

Intinya sih...

  • Awan Asperitas terlihat seperti gulungan ombak besar di langit, baru diakui resmi pada tahun 2017.

  • Awan Lentikularis sering dikira UFO karena bentuknya bulat dan melayang diam di udara.

  • Awan Mammatus punya ciri khas berupa tonjolan-tonjolan bulat mirip gelembung besar yang menggantung di langit.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Langit sering jadi panggung alami yang tak pernah kehabisan kejutan. Di balik birunya yang tenang, kadang muncul bentuk-bentuk awan yang bikin kita menoleh dua kali. Ada yang tampak seperti ombak, piring terbang, hingga gelembung besar di langit. Semua terbentuk karena perpaduan suhu, kelembapan, dan angin yang kebetulan pas pada waktu tertentu. Nah, berikut ini delapan jenis awan langka yang pernah muncul dan selalu berhasil bikin siapa pun terpukau saat melihatnya.

1. Awan Asperitas

Awan Asperitas (commons.wikimedia.org/Joshua Kitchens)

Awan asperitas terlihat seperti gulungan ombak besar di langit. Lapisan-lapisannya bergelombang tidak beraturan, memberi kesan langit sedang beriak seperti laut. Jenis awan ini baru diakui resmi pada tahun 2017 setelah sering memicu rasa penasaran banyak orang. Asperitas muncul saat udara lembap di bawah awan bergerak tak stabil, menciptakan pola bergelombang yang khas. Begitu muncul, langit terlihat berbeda—unik, agak suram, tapi menarik untuk dipandangi.

2. Awan Lentikularis

Awan Lentikularis (commons.wikimedia.org/Loren)

Awan lentikularis sering dikira UFO karena bentuknya yang bulat dan melayang diam di udara. Biasanya muncul di sekitar pegunungan saat angin kuat bertemu udara dingin dan naik ke atas lereng. Udara yang naik dan turun secara berulang membentuk lapisan awan yang rapi, seperti tumpukan piring atau pancake. Meski tampak diam, udara di dalamnya bergerak cepat. Saat sore hari, awan ini bisa memantulkan warna oranye atau keemasan yang membuat pemandangan semakin mempesona.

3. Awan Mammatus

Awan Mammatus (pixabay.com/Roy_Photos)

Awan mammatus punya ciri khas berupa tonjolan-tonjolan bulat di bagian bawahnya, mirip gelembung besar yang menggantung di langit. Ia terbentuk di bawah cumulonimbus saat badai petir mulai mereda. Prosesnya terjadi ketika udara dingin di dalam awan turun ke lapisan yang lebih hangat dan mengembun, membentuk pola bulat-bulat. Bentuknya yang tidak biasa membuat banyak orang terpesona sekaligus penasaran. Awan ini juga sering dianggap menakutkan, padahal kehadirannya justru menandakan atmosfer sedang kembali tenang.

4. Awan Noctilucent

Awan Noctilucent (pexels.com/Michael Ertelt)

Awan noctilucent hanya bisa dilihat pada malam hari di wilayah lintang tinggi, seperti dekat Kutub Utara. Mereka terbentuk sangat tinggi di atmosfer, sekitar 82 hingga 85 kilometer di atas permukaan bumi. Warna biru keperakannya terlihat lembut dan seolah bersinar dari dalam. Fenomena ini terjadi ketika partikel es di udara atas memantulkan cahaya matahari yang sudah terbenam. Karena kemunculannya jarang, melihat awan ini terasa seperti mendapat bonus kecil dari langit.

5. Awan Kelvin-Helmholtz

Awan Kelvin-Helmholtz (commons.wikimedia.org/Kr-val)

Awan ini mirip seperti deretan ombak laut yang terbentuk di udara. Polanya muncul ketika dua lapisan udara bergerak dengan kecepatan berbeda, menciptakan pusaran kecil yang melengkung. Bentuknya sangat rapi dan cepat berubah, biasanya hanya bertahan beberapa menit. Walau sederhana, awan ini jadi salah satu favorit fotografer karena bentuknya sulit ditebak dan selalu berbeda tiap kali muncul.

6. Awan Nacreous

Awan Nacreous (pixabay.com/PublicDomainPictures)

Awan nacreous dikenal juga sebagai awan induk mutiara karena warnanya yang lembut dan berkilau. Fenomena ini hanya muncul di daerah kutub saat suhu sangat dingin, di bawah -78°C atau -108°F. Ketika sinar matahari menyentuh partikel es di awan, cahaya terurai menjadi warna-warna pastel seperti ungu, hijau, dan oranye muda. Pemandangannya tenang tapi memikat, dengan warna-warna lembut bak pelangi samar.

7. Awan Arcus

Awan Arcus (pixabay.com/DerTobiSturmjagd)

Awan arcus biasanya muncul di depan badai petir besar dan terlihat seperti dinding panjang yang bergerak mendekat. Bentuknya memanjang tebal, seolah menjadi pembatas antara langit cerah dan awan gelap di belakangnya. Ada dua jenis utama: shelf cloud yang menempel di dasar awan badai, dan roll cloud yang menggulung sendiri seperti silinder besar. Meski terlihat menakutkan, awan arcus sebenarnya hanya pertanda udara dingin dari badai yang mulai menyebar ke depan. Saat lewat di atas kepala, pemandangannya bisa membuat langit tampak dramatis tanpa perlu efek tambahan.

8. Awan Pileus

Awan Pileus (commons.wikimedia.org/Michael81)

Awan pileus tampak seperti topi tipis yang menutupi puncak awan cumulus di bawahnya. Awan ini terbentuk ketika udara lembap terdorong ke atas dan mengembun di atas awan yang sedang tumbuh cepat. Kemunculannya biasanya hanya sebentar, lalu menghilang seiring berkembangnya awan utama. Sekilas, langit tampak seperti sedang memakai tudung kecil yang ringan dan rapi.

Itulah delapan jenis awan langka yang tak hanya indah, tapi juga menyimpan kisah menarik tentang dinamika langit. Setiap bentuknya tercipta dari perpaduan alam yang begitu presisi, membuat kita sadar betapa luar biasanya fenomena di atas sana. Jadi, lain kali saat menatap langit, jangan buru-buru menunduk begitu saja. Karena siapa tahu, kamu beruntung bisa melihat salah satunya langsung dengan mata sendiri.

Sumber Referensi:

Schultz, D. M., Kanak, K. M., Straka, J. M., Trapp, R. J., Gordon, B. A., Zrnić, D. S., ... & Lilly, D. K. (2006). The mysteries of mammatus clouds: Observations and formation mechanisms. Journal of the Atmospheric Sciences, 63(10), 2409-2435.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team