potret Joseph Stalin (kiri), Franklin D Roosevelt (tengah), dan Winston Churchill (kanan) yang diambil pada tahun 1943 (commons.wikimedia.org/Dennis Charles Oulds)
Perang Dunia II berakhir dengan lahirnya dua negara adidaya baru, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, serta organisasi internasional bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi kepentingan dunia internasional. Suka tak suka, negara-negara Eropa harus menerima fakta kalau superioritas mereka sudah kalah jauh dengan dua adidaya itu. Ditambah lagi, Piagam PBB secara fundamental mencantumkan tentang hak kebebasan dan hak asasi seluruh negara yang ada di dunia.
Seluruh tekanan itu semakin menyudutkan kekuatan Eropa yang berusaha kembali ke Asia dan Afrika. Prosesnya memang tidak terjadi dalam semalam, tapi ada banyak bukti kalau keputusan negara Eropa yang memberi kemerdekaan pada wilayah jajahannya itu ada kaitannya dengan kehadiran negara adidaya. Dilansir Britannica, faktor keterlibatan negara adidaya itu terkait dengan paradigma keduanya yang lebih menekankan pada penguasaan secara tak langsung pada aspek ideologi, ekonomi, dan militer wilayah bekas jajahan.
Alhasil, keduanya sering menjembatani kemerdekaan suatu negara baru dan menentang adanya kolonialisme yang dilakukan oleh negara Eropa. Keterlibatan dua adidaya itu dalam memengaruhi kemerdekaan negara baru terlihat di Suriah, Lebanon, Mesir, India, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Korea, serta banyak negara Afrika. Meskipun demikian, dalam prakteknya, keterlibatan dua adidaya ini memang menimbulkan sederet konflik baru di negara yang baru merdeka tersebut.
Sebab, seperti yang sudah dijelaskan, salah satu tujuan terselubung dari hadirnya Amerika Serikat dan Uni Soviet di negara baru adalah penyebaran ideologi liberalisme dan komunisme. Malahan, persaingan keduanya sampai melahirkan konflik baru yang disebut Perang Dingin. Akibatnya, ada banyak perpecahan ideologi dalam internal negara baru dan kedua adidaya ini tak segan-segan untuk mempersenjatai kubu yang memihak ideologi mereka. Fase ini sering disebut sebagai perang proksi yang menandai babak baru persaingan dunia setelah dekolonialisasi negara Eropa berhasil dilaksanakan.
Dunia internasional sebenarnya memang sudah menunggu momen yang tepat untuk menghilangkan kolonialisasi yang sangat memberatkan masyarakat Asia dan Afrika. Ketika dominasi negara Eropa selama berabad-abad melemah setelah Perang Dunia II, gerakan nasionalis di wilayah terkait semakin tumbuh dan negara adidaya baru “memanfaatkan” momentum itu untuk memperkuat pengaruhnya di dunia. Meski tak selamanya mulus, proses dekolonialisasi sudah pasti jadi salah satu kejadian yang membentuk dunia modern yang kita kenal saat ini.