pesawat terbang tinggi di atas awan dan di antara pegunungan (commons.wikimedia.org/SuperJet International)
Ketinggian rata-rata Pegunungan Himalaya yang menjulang sekitar 6.000—7.000 meter di atas permukaan laut jadi masalah utama yang membuat banyak maskapai menghindari rute ini. Meski rata-rata ketinggian terbang pesawat modern mampu melebihi ketinggian Pegunungan Himalaya, sebenarnya tetap butuh jarak aman dengan kontur pegunungan.
Pesawat yang melintasi Pegunungan Himalaya harus terbang di ketinggian lebih dari dari angka rata-rata penerbangan normal. Kalau sudah begitu, masalah ketersediaan oksigen bagi seluruh penumpang dan pilot menjadi sesuatu yang harus diperhatikan.
Dilansir Aero Corner, untuk melintasi Pegunungan Himalaya, pesawat setidaknya harus terbang hingga ketinggian stratosfer (10—80 km di atas permukaan laut). Pada ketinggian itu, ketersediaan oksigen di dalam kabin menjadi lebih terbatas yang jelas dapat membahayakan seluruh orang di dalamnya jika berada pada kondisi ini untuk waktu yang panjang.
Jika dalam kondisi darurat, pesawat memang dilengkapi oleh masker oksigen. Namun, penggunaannya sangat terbatas sehingga hal tersebut tidak bisa jadi solusi. Untuk mengembalikan lagi suplai oksigen di dalam kabin, pesawat harus turun sekitar 10 ribu kaki atau sekitar 3 km dalam kurun waktu yang cepat. Hal tersebut mustahil dilakukan di Pegunungan Himalaya yang memiliki kontur tak terduga dan mungkin saja menabrak gunung di sekitar.
Kadar oksigen rendah secara langsung juga membuat turbulensi menjadi lebih kuat dan angin berhembus lebih kencang pada ketinggian tersebut. Berbeda dengan keadaan cuaca yang masih bisa dicitrakan dengan beberapa cara, turbulensi di udara terbilang sukar dideteksi sehingga dapat membahayakan penerbangan. Apalagi, untuk melewati Pegunungan Himalaya, pesawat harus menempuh jarak ratusan kilometer.
Masalah lain yang bisa mengganggu penerbangan pesawat di atas Pegunungan Himalaya adalah bahan bakar yang membeku. Dilansir Simple Flying, semakin tinggi kita terbang, semakin rendah suhu udara sekitar. Jika pesawat terbang pada ketinggian aman untuk melintasi Pegunungan Himalaya, suhu di udara dapat mencapai lebih dari -47 derajat Celcius. Padahal, bahan bakar pesawat umumnya akan membeku pada suhu tersebut.
Masalah terakhir yang membuat banyak maskapai pesawat ogah membuka rute melewati Pegunungan Himalaya adalah ketersediaan bandara. IFL Science melansir, sangat sedikit tempat pendaratan darurat di Pegunungan Himalaya. Minimnya lokasi pendaratan darurat jelas akan dihindari karena hal ini berimbas pada masalah keselamatan jika terjadi kondisi darurat saat penerbangan berlangsung.
Apalagi, bandara-bandara yang beroperasi di Pegunungan Himalaya hanya ada dua. Pertama, Bandara Lhasa Gonggar dengan landasan sepanjang 4 ribu meter. Kedua, Bandara Internasional Kathmandu Tribhuvan dengan landasan pacu sepanjang 3.350 meter.