Dalam beberapa kasus langka, putus cinta memang bisa menyebabkan masalah di heart (dalam artian jantung, lo!). Kondisi ini disebut sindrom patah hati atau Kardiomiopati Takotsubo, kondisi pelemahan ventrikel kiri jantung yang umumnya dikenal sebagai bilik pompa utama jantung. Gejala umumnya adalah sesak napas dan nyeri dada.
Selain faktor pemicu fisik, dari cedera, sakit, hingga KDRT, Harvard Health Publishing mencatat bahwa pemicu kondisi ini bisa berakar dari emosi, seperti kehilangan orang tercinta, mendapatkan kabar buruk, hingga gugup berlebihan. Menariknya Kardiomiopati Takotsubo paling sering terjadi di kalangan kaum hawa (terutama setelah menopause).
Tak ada pengobatan standar untuk Kardiomiopati Takotsubo. Umumnya, pasien bisa pulih total dalam waktu minimal 2 bulan. Namun, tidak jarang kondisi ini menyebabkan gangguan jangka panjang sehingga pasien butuh terus mengonsumsi obat untuk gagal jantung, seperti beta blocker, ACE inhibitor, hingga aspirin (untuk aterosklerosis).
ilustrasi patah hati (IDN Times/Mardya Shakti)
Lalu, adakah alasan lain mengapa putus cinta amat sakit? Ryden menjelaskan bahwa menjalin cinta dan mengakhirinya ada seiring evolusi manusia. Positifnya, indahnya jatuh cinta dan sakitnya putus cinta membantu manusia tetap bertahan hidup.
"Ada banyak penelitian tentang pentingnya hubungan sosial yang tetap. Risiko dan efek patah hati bisa dianggap sebagai bagian dari dorongan motivasi seseorang untuk menemukan hubungan romantis yang tak lekang," tutur Ryden.
Mengulangi pernyataan di atas, seindah-indahnya jatuh cinta, sesakit itu juga putus cinta patah hati. Dari peningkatan hormon hingga ada sindromnya sendiri, putus cinta bukanlah hal yang mudah untuk dilewati, dan butuh waktu untuk pulih. Jika kamu baru putus, jangan terus kecewa. Kamu pasti bisa move on dan mencari yang lebih baik!
"Time does not heal all wounds, but it teaches us how to live with it."