Firaun Akhenaten memang dikenal karena kegagalannya saat berupaya menciptakan kultus monoteistik, walau beberapa orang percaya kalau dia adalah orang yang sama dengan Nabi Musa.
Jelas ada beberapa referensi dalam Alkitab dan Al-Qur'an yang menyatakan kalau Musa adalah orang Mesir. Hal ini terlihat dari bentuk bahasa Ibrani dari namanya, Moshe, yang dapat diartikan ke dalam bahasa Mesir dan menjadi Mesu atau Mose yang berarti "putra."
Seorang penulis asal Mesir, Ahmed Osman, menjelaskan kalau Akhenaten dilahirkan di sebuah istana kerajaan sebagai putra dari Amenhotep III, tetapi berada di bawah ancaman pembunuhan dari para imam Amun karena ibunya, Ratu Tiye, bukan pewaris sah atas takhta Mesir.
Akhenaten pun keluar dari istana, kemudian pindah ke Heliopolis untuk belajar, lalu pergi ke Thebes pada usia 16 tahun. Beberapa tahun setelahnya, dia jatuh cinta dengan saudari tirinya, Nefertiti, dan diangkat menjadi raja oleh Amenhotep.
Dia kemudian memusuhi para pendeta Amun dengan membangun kuil-kuil untuk Aten, dewa matahari barunya, dan akhirnya membangun sebuah kuil besar di kota Amarna. Namun setelah Amenhotep meninggal sebuah kudeta terjadi, memaksa Akhenaten untuk melarikan diri bersama para pengikutnya ke Sinai Selatan.
Dia tinggal di sana selama 25 tahun dan membuat aliansi dengan suku Badui Shasu (Midianite). Setelahnya, Akhenaten kembali ke Mesir untuk menantang pemerintahan Firaun Ramses II (Firaun yang disebut di dalam Al-Qur'an dan hidup sezaman dengan Nabi Musa).
Karena Ramses terlalu kuat, Akhenaten berusaha untuk melakukan eksodus kedua, berencana melarikan diri ke Kanaan dan membangun basis kekuatan di sana untuk bersiap menaklukkan Mesir di kemudian hari. Sayangnya, dia disingkirkan terlebih dahulu oleh pasukan putra Ramses, Seti I. Akhenaten akhirnya meninggal di gunung dekat Kanaan.
Diduga kalau kisah firaun penganut monoteis yang diasingkan diubah sedemikian rupa sehingga menjadi kisah Musa untuk membangun iman orang Yahudi.
Osman sendiri berpendapat kalau sebagian besar tokoh yang digambarkan dalam Perjanjian Lama sebenarnya adalah orang Mesir, dan Sepuluh Perintah Tuhan yang terkenal didasarkan pada Mantra 125 dari Kitab Kematian bangsa Mesir.
Dilansir dari laman Biblical Archaeology, versi kontroversial lain dari teori ini berpusat pada spekulasi bahwa monoteisme yang dibuat oleh Akhenaten hanya memengaruhi khotbah Musa dan nubuatnya tentang keimanan terhadap satu Tuhan (Allah).