Difteri adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan, disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyakit ini sudah diidentifikasi sejak 5 SM oleh "Bapak Kedokteran" asal Yunani, Hippokrates, dan penyebabnya ditemukan pada 1882 oleh ilmuwan Jerman-Swiss, Edwin Klebbs.
Menyebar antar manusia, C. diphtheriae menyebar melalui droplet dari bangkis dan bersin atau menyentuh luka pasien difteri. Butuh 2-5 hari untuk difteri agar menunjukkan gejala, yang meliputi:
- Kelemahan
- Sakit tenggorokan
- Demam ringan
- Pembengkakan daerah leher
C. diphtheriae memproduksi racun yang membunuh jaringan sehat pada saluran pernapasan, sehingga dalam 2-3 hari, muncul membran semu berwarna putih keabu-abuan yang menutupi lapisan hidung, tenggorokan, laring, dan tonsil, menyebabkan kesulitan bernapas dan menelan.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bakteri difteri dapat menginfeksi kulit sehingga menimbulkan luka. Untungnya, tidak ada komplikasi parah yang disebabkan oleh luka tersebut.
Racun C. diphtheriae juga berbahaya jika masuk ke peredaran darah dan menyebabkan radang otot jantung (miokarditis), gangguan saraf (polineuropati), gagal ginjal, hingga paralisis. Jika tidak ditangani, difteri dapat menyebabkan kematian.
Pada 1923, percobaan vaksin untuk difteri pertama kali dikembangkan di Prancis dan Inggris, masing-masing oleh Gaston Ramon dan Alexander Thomas Glenny. Ramon mencoba untuk menonaktifkan C. diphtheriae dengan panas dan formalin.
Akan tetapi, vaksin tersebut tidak memicu reaksi antibodi yang diinginkan. Pada 1926 kemudian, Glenny menyempurnakan vaksin difteri dengan adjuvan berupa garam aluminium! Pada 1948, vaksin difteri kemudian disertakan dengan vaksin pertussis dan tetanus. Varian vaksin kombinasi difteri, tetanus, dan pertussis terbagi jadi tiga:
- TD: berisi vaksin tetanus dan difteri
- DTP: berisi vaksin difteri, tetanus, dan pertussis
- DTaP: berisi vaksin difteri, tetanus, dan pertussis aseluler.
Pada 1974, WHO merekomendasikan vaksin DTP/DTaP untuk mencegah difteri. Per 2015, kasus difteri hanya berjumlah 4.500 dibandingkan dengan 100.000 pada 1980, dengan 84 persen populasi dunia telah divaksin DTP/DTaP. CDC juga merekomendasikan 5 dosis suntikan DTP/DTaP untuk anak di usia:
- 1-2 bulan
- 4 bulan
- 6 bulan
- 12-23 bulan
- 4-6 tahun
ilustrasi vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)
Itulah 14 penyakit mematikan yang dunia kalahkan dengan vaksin. Tidak diragukan lagi, vaksin memang memiliki peran besar dalam hidup manusia. Berkat vaksin, manusia tidak begitu takut dengan penyakit. Meskipun kerap mengundang kontroversi, vaksin tetap menjadi "senjata" utama manusia melawan penyakit dan kematian.
Kembali ke masa kini dengan pandemi COVID-19. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, manusia mencetak rekor dengan memproduksi vaksin dalam waktu kurang dari setahun! Jasa mereka patut dihargai. Caranya? Dengan menyertakan diri di vaksin.
Memang, vaksin pun belum cukup. Pencegahan COVID-19 dimulai dari diri sendiri dengan menjaga kebersihan diri, sadar akan protokol kesehatan, dan menjaga gaya hidup sehat dengan olahraga rutin, konsumsi sehat, serta istirahat cukup! Ayo, hidup sehat, dan jangan takut dengan vaksin!