Karena kekosongan kekuasaan setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda mencoba menguasai Indonesia lagi dengan mengibarkan benderanya di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), Surabaya, Jawa Timur. Sontak, rakyat Indonesia bertindak dengan merobek bendera Belanda jadi Merah Putih, dan konflik pun tersulut.
Setelah wafatnya komandan militer Inggris, Brigadir A. W. S. Mallaby, pada pertempuran 30 Oktober, pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Robert Mansergh, mengeluarkan ultimatum pada 10 November agar rakyat Indonesia yang bersenjata menyerahkan diri dan senjatanya yang mereka rampas dari Jepang.
Menganggap hal tersebut adalah penghinaan, Sutomo atau Bung Tomo menggunakan siaran radio pada 10 November 1945 untuk mengobarkan semangat juang rakyat Indonesia di Surabaya, dan tidak menyerah untuk mempertahankan Sang Saka Merah Putih meskipun digempur 30.000 pasukan Inggris!
"Dan, untuk kita saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur, daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: 'Merdeka atau Mati'! Dan, kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar!"
Melihat semangat juang rakyat Indonesia akan kemerdekaannya, dukungan pun membanjiri Tanah Air, hingga dari luar negeri. Mengenang belasan ribu pejuang Indonesia yang wafat pada Pertempuran Surabaya melawan Inggris, 10 November ditahbiskan sebagai Hari Pahlawan.