Masuk Musim Kemarau, Mengapa Mei Masih Diguyur Hujan?

- Dinamika cuaca Indonesia menunjukkan pola peralihan musim dengan cepat berubah, terutama pada sore hingga malam hari.
- BMKG mencatat hujan lebat hingga sangat lebat telah memicu bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah Indonesia.
- Fenomena MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia.
Memasuki minggu terakhir Mei 2025, dinamika cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia masih menunjukkan pola peralihan musim dengan cuaca yang cepat berubah, cenderung cerah pada pagi hingga menjelang siang hari, namun berubah menjadi hujan pada sore hingga malam hari.
Meskipun sebagian wilayah sudah memasuki musim kemarau, curah hujan yang terindikasi signifikan masih kerap terjadi, terutama pada sore hingga malam hari. Di sisi lain, suhu udara yang menyengat pada siang hari terasa relatif lebih hangat akibat kelembaban udara yang lembab.
Kondisi atmosfer dapat menjadi sangat labil akibat interaksi suhu permukaan laut, tekanan udara, dan kelembaban yang tinggi, sehingga memungkinkan adanya pembentukan awan konvektif seperti Cumulonimbus yang berpotensi menimbulkan cuaca ekstrem berupa hujan lebat, petir, angin kencang, hingga hujan es.
Hujan di sejumlah wilayah
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam prospek cuaca mingguan periode 20-26 Mei 2025, dalam sepekan terakhir, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat telah memicu bencana hidrometeorologi di sejumlah wilayah, seperti Aceh, Kepulauan Riau, Riau, Sumatra Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara.
Kejadian tersebut tidak hanya diakibatkan oleh mekanisme konvektivitas lokal yang sering terjadi pada masa peralihan, melainkan juga dipengaruhi oleh dinamika atmosfer berskala lebih luas, yaitu aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang-gelombang atmosfer.
Saat ini MJO terpantau aktif berada di Fase 5 (Benua Maritim) dan diprediksi konsisten berada di wilayah Indonesia untuk sepekan ke depan. Selain itu, gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial juga cenderung persisten berpropagasi di sebagian wilayah Indonesia.
Hujan di musim kemarau

Fenomena-fenomena tersebut berpotensi memberikan pengaruh signifikan dalam memicu peningkatan pertumbuhan awan hujan, khususnya di bagian barat dan tengah Indonesia.
Meskipun lebih banyak wilayah terindikasi memasuki awal musim kemarau pada akhir bulan Mei akibat Monsun Australia yang diprakirakan menguat, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat masih berpotensi terjadi akibat aktivitas MJO dan gelombang atmosfer tersebut.
Mengingat kondisi atmosfer yang masih relatif dinamis dan dapat berubah secara tiba-tiba pada periode ini, masyarakat diimbau untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat sewaktu-waktu terjadi, seperti hujan lebat dengan durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang.
Dinamika atmosfer
Fenomena MJO diprakirakan konsisten berada di wilayah Indonesia (fase 3, 4, dan 5) dalam sepekan ke depan. Selain itu, aktivitas gelombang Rossby Ekuatorial dan Kelvin juga diprakirakan akan memasuki wilayah Indonesia dalam beberapa hari ke depan.
Hal ini menunjukkan potensi curah hujan yang cenderung meningkat, mengingat MJO dan gelombang-gelombang atmosfer tersebut membawa lebih banyak awan hujan dan berpotensi menyebabkan curah hujan di atas normal pada sebagian wilayah.
Sirkulasi Siklonik diprediksi terbentuk di Laut Cina Selatan, Laut Maluku, dan perairan utara Maluku Utara, yang membentuk daerah perlambatan angin (konvergensi) di Wilayah Laut China Selatan, Laut Banda, Laut Maluku, dan perairan utara Maluku Utara.
Sirkulasi Siklonik ini juga membentuk daerah pertemuan angin (konfluensi) yang diprediksi berada di Wilayah Laut China Selatan, Laut Sulu, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram, Laut Halmahera, dan Samudra Pasifik utara Papua Barat.
Kombinasi antara MJO, gelombang Kelvin, gelombang Rossby Ekuator, dan gelombang Low Frequency pada wilayah dan periode yang sama terpantau aktif di Jawa Timur, Bali, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Laut Banda, sehingga berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut.
Potensi cuaca ekstrem

Kondisi tersebut berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan sebagai salah satu indikator terjadinya cuaca ekstrem, meskipun dengan cakupan area hujan yang tidak sebesar yang biasa terjadi pada periode musim hujan.
Meskipun demikian, pergerakan massa udara kering dari benua Australia tetap mengindikasikan penurunan curah hujan di sebagian wilayah, seiring dengan masuknya musim kemarau.
Kondisi ini juga memicu peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan, serta kenaikan tinggi gelombang di Samudra Hindia Barat Daya Lampung hingga Selatan NTT, Laut Timor, dan Laut Arafuru.
Mengingat masih adanya potensi cuaca signifikan di sejumlah lokasi, baik berupa hujan lebat maupun angin kencang, masyarakat diimbau untuk selalu memperbarui informasi cuaca, serta menjaga kesehatan dengan menjaga lingkungan, khususnya yang berada pada wilayah rentan terhadap dampak cuaca ekstrem.
Prospek cuaca periode 20–22 Mei 2025
Cuaca di Indonesia umumnya didominasi berawan hingga hujan ringan. Tapi perlu diwaspadai adanya peningkatan hujan dengan intensitas sedang yang akan terjadi:
- Aceh.
- Sumatera Utara.
- Sumatera Barat.
- Riau.
- Kepulauan Riau.
- Sumatra Selatan.
- Kepulauan Bangka Belitung.
- Bengkulu.
- Lampung.
- Banten.
- DKI Jakarta.
- Jawa Barat.
- Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Bali.
- Kalimantan Barat.
- Kalimantan Tengah.
- Kalimantan Timur.
- Kalimantan Utara.
- Kalimantan Selatan.
- Sulawesi Utara.
- Gorontalo.
- Sulawesi Barat.
- Sulawesi Selatan.
- Sulawesi Tenggara.
- Maluku Utara.
- Papua Barat Daya.
- Papua Barat.
- Papua Pegunungan.
- Papua.
- Papua Selatan.
Selain itu, hujan dengan intensitas lebat hingga ekstrem, yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang dapat terjadi, dengan kategori tingkat peringatan dini dan wilayah potensi kejadian sebagai berikut:
- Siaga (hujan lebat–sangat lebat): Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Selatan.
- Awas (hujan sangat lebat–ekstrem) : Jawa Timur.
- Angin Kencang: Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Prospek cuaca periode 23-26 Mei 2025

Cuaca di Indonesia umumnya didominasi cerah berawan hingga hujan ringan. Perlu diwaspadai adanya peningkatan hujan dengan intensitas sedang yang terjadi di wilayah:
- Aceh.
- Kepulauan Riau.
- Lampung.
- Banten.
- Jawa Barat.
- Jawa Tengah.
- DI Yogyakarta.
- Jawa Timur.
- Bali.
- Nusa Tenggara Barat.
- Nusa Tenggara Timur.
- Kalimantan Tengah.
- Kalimantan Timur.
- Kalimantan Utara.
- Kalimantan Selatan.
- Sulawesi Utara.
- Gorontalo.
- Sulawesi Tengah.
- Sulawesi Barat.
- Sulawesi Selatan.
- Sulawesi Tenggara.
- Maluku Utara.
- Maluku.
- Papua Barat Daya.
- Papua Barat.
- Papua.
- Papua Selatan.
Menghadapi kondisi cuaca cerah dengan potensi cuaca ekstrem dalam beberapa waktu ke depan, BMKG mengimbau masyarakat untuk:
- Menggunakan tabir surya untuk menghindari paparan langsung sinar matahari.
- Menjaga kecukupan cairan tubuh terutama bagi yang beraktivitas di luar ruangan saat siang hari supaya tidak terjadi dehidrasi, kelelahan, dan dampak buruk lainnya.
- Waspada terhadap kemungkinan hujan lebat yang disertai angin kencang dan petir.
- Menjauhi wilayah terbuka ketika terjadi hujan yang disertai petir, serta menjauhi pohon, bangunan dan infrastruktur yang sudah rapuh ketika terjadi hujan yang disertai angin kencang.
- Siap siaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, yang dapat terjadi kapan saja.