ilustrasi memilih pakaian (Pexels.com/ Ron Lach)
Orang-orang sudah lama sadar akan pentingnya memiliki rutinitas dan kebiasaan sehat dalam hidup. Melakukan rutinitas pagi yang sama setiap hari membuat kita terbiasa, dan memberi sinyal ke otak kita, "Ini waktunya bangun", "Ini waktunya bekerja", dll.
Namun, mempercayai bahwa "kesamaan" akan membawa sebuah kesuksesan adalah tujuan yang hampa.
Ini ibarat orang yang mengejar kebahagiaan sebagai tujuan akhir dalam hidup, alih-alih memahami kalau kebahagiaan datang dengan mengajar hal yang membuat orang menjadi dirinya sendiri.
Sebagaimana analogi yang mengatakan seekor capung akan mendarat di tanganmu kalau kamu tidak mengejarnya. Dengan cara yang sama, kebahagiaan datang bukan sebagai hasil dari pengejaran, melainkan sebagai buah dari menjalani dan mengalami hidup secara sepenuhnya.
Membenarkan "kesamaan" dengan pseudosains tentang decision fatigue, membuat data ilmiah menjadi bagian-bagian komponen yang tidak masuk akal. Kebenaran sains adalah tentang bagaimana kemauan bekerja berhubungan dengan penipisan energi kognitif selama sehari.
Itu bukan tentang menghapus keputusan harian (memilih pakaian) yang hampir tidak berdampak pada kemampuan atau cadangan kognitif kita.
Jadi, decision fatigue (cognitive fatigue) adalah istilah yang lebih tepat digunakan pada orang yang mengalami penurunan kemampuan otak akibat trauma atau kondisi bawaan.
Konsep itu tidak bisa diaplikasikan begitu saja pada gaya berpakaian monoton yang selama ini dikaitkan dengan rahasia sukses orang-orang besar.
Dari apa yang disampaikan oleh pakar kesehatan, memangkas keputusan hal-hal dasar tidak berpengaruh signifikan pada kesuksesan karena kemampuan kognitif manusia normal melampaui itu.
Penulis: Dian Rahma Fika Alnina