ilustrasi Japan Skytree (pexels.com/Hakan Nural)
Dilansir Voyapon, ada sekitar 5 ribu gempa kecil yang tercatat terjadi di Jepang per tahunnya. Lebih dari setengahnya berkekuatan 3—3,9 dan mungkin tidak terlalu dirasakan. Meski demikian, ada sekitar 160 gempa bumi berkekuatan 5 atau lebih tinggi yang mengguncang kepulauan Jepang tiap tahunnya.
Dengan jumlah yang demikian, tentu akan sangat berdampak pada negara dan masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, teknologi pun dikembangkan untuk membuat bencana alam yang sulit diprediksi ini jadi bisa diantisipasi.
Salah satu upayanya adalah dengan membuat Tokyo Skytree. Tower dengan ketinggian 634 meter ini merupakan menara radio tertinggi di dunia yang mengurangi getaran oleh gempa bumi melalui sistem kontrol getaran kolom inti (shinbashira). Singkatnya, Tokyo Skytree merupakan penyeimbang ketika terjadi gempa bumi, melansir situs pemerintah Jepang.
Jepang juga memberikan upgrade fitur pada tiap fasilitas yang dibangun negara untuk menjadi lebih siap menghadapi gempa. Pada kereta cepatnya alias Shinkansen, terdapat Sistem Peringatan Dini Gempa Bumi. Teknologi tersebut mampu mendeteksi getaran dari seismograf yang terletak di sepanjang rel, dasar laut, dan daratan. Selanjutnya, teknologi ini dapat menghentikan kereta api dan aliran listrik.
Di luar itu, masyarakatnya pun dibuat melek akan risiko dan evakuasi apabila terjadi gempa bumi. Pelatihan siaga gempa dimulai sejak dini ketika anak-anak berada di sekolah. Latihan menghadapi gempa bumi pun secara rutin diadakan. Masyarakat juga diimbau mengundung aplikasi peringatan bencana dan menyiapkan perlengkatan darurat dasar di rumah sebagai antisipasi, melansir Plaza Homes.
Mengapa Jepang sering terjadi gempa bumi berkaitan erat dengan kondisi topografi negara tersebut. Mengetahui potensi bencana alam yang lebih besar, Negara Sakura pun mempersiapkan berbagai teknologi guna mengurangi dampak negatifnya.