ilustrasi perjamuan terakhir Yesus Kristus. (pexels.com/Magda Ehlers)
da Vinci merepresentasikan ruang dengan menggunakan perspektif linier, sebuah teknik yang ditemukan kembali pada zaman Renaisans, menggunakan garis-garis paralel yang menyatu pada satu titik hilang untuk menciptakan ilusi kedalaman pada permukaan datar.
Dia menempatkan titik hilang di pelipis kanan Yesus, sehingga menarik perhatian pemirsa ke subjek utama. Meskipun perspektif linier tampak seperti metode sistematis dalam menciptakan ilusi ruang, perspektif ini menjadi rumit karena ketergantungannya pada satu titik pandang.
Setiap posisi pengamatan selain dari sudut pandang menunjukkan ruang lukisan yang sedikit terdistorsi. Belakangan, para ahli menemukan bahwa tempat yang menguntungkan untuk Perjamuan Terakhir adalah sekitar 15 kaki (4,57 meter) di atas tanah.
Leonardo kemungkinan memilih ketinggian yang relatif tinggi karena tepi bawah lukisan berada 8 kaki (2,44 meter) di atas tanah dan jika dilihat dari lantai, berarti penonton hanya dapat melihat bagian bawah meja, bukan peristiwa yang sedang terjadi di atas.
Akibatnya, ruang yang dilukis pada Perjamuan Terakhir selalu tampak bertentangan dengan ruang makan. Ini adalah salah satu dari banyak paradoks visual yang diamati para pengamat tentang lukisan itu.
Mereka juga mencatat bahwa meja tersebut terlalu besar untuk muat di ruangan yang digambarkan, namun tidak cukup besar untuk menampung 13 orang tersebut.