Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kapal tempur
ilustrasi kapal tempur (pixabay.com/Defence_Imagery)

Perang Dunia I menjadi salah satu masa terburuk dalam sejarah manusia. Saat itu, berbagai pertempuran terjadi di Eropa. Tak hanya di daratan, lautan pun dijadikan sebagai arena pertempuran.

Salah satu pertempuran laut paling terkenal dalam sejarah juga terjadi pada Perang Dunia I. Pertempuran tersebut dikenal sebagai Pertempuran Jutland, pertarungan antararmada laut yang terjadi di Semenanjung Jutland, Denmark, pada 31 Mei–1 Juni 1916. 

Pertempuran ini melibatkan dua kekuatan besar di Eropa kala itu, yakni The Green Fleet dari Inggris dan High Seas Fleet dari Jerman. Meski berlangsung singkat, pertempuran ini memberikan dampak besar dalam sejarah.

1. Blokade Inggris yang membuat Jerman tak nyaman

ilustrasi kapal kontainer (pixabay.com/dendoktoor)

Sejak berabad-abad, Inggris dikenal sebagai kekuatan laut utama di Eropa, bahkan dunia. Armada tempur mereka, Grand Fleet, adalah simbol dominasi Royal Navy (pasukan laut Inggris) atas samudera. Mereka tak segan untuk menghancurkan siapapun yang mengganggu mereka.

Saat Perang Dunia I meletus, Inggris segera memberlakukan blokade laut terhadap Jerman. Hal ini dilakukan untuk mencegah suplai makanan dan bahan baku masuk ke Jerman. Dampaknya, Jerman mengalami pelemahan ekonomi yang berimbas kepada penurunan kemampuan militernya.

Jerman jelas tidak bisa membiarkan kondisi ini berlarut. Oleh karena itu, mereka menyusun strategi untuk menghancurkan blokade laut Inggris secepatnya. Namun, armada laut Jerman, High Seas Fleet, memang lebih kecil dibandingkan Inggris. Kendati demikian, mereka memiliki armada kapal tempur yang lebih modern dengan laksamana yang berani. 

Jerman pun berani menerapkan strategi umpan. Mereka memancing sebagian kapal Inggris keluar dari markas, lalu menghancurkannya dengan kekuatan penuh. Ini merupakan sebuah rencana yang kemudian memicu Pertempuran Jutland.

2. Pasukan Inggris menang secara kuantitas

ilustrasi kapal tempur (pixabay.com/Defence_Imagery)

Pertempuran Jutland mempertemukan dua armada raksasa. Dari pihak Inggris, Laksamana Sir John Jellicoe memimpin Grand Fleet dengan sekitar 151 kapal perang dengan 60 ribu personil. Sementara itu, Laksamana David Beatty memimpin skuadron kapal tempur cepat yang sering menjadi ujung tombak.

Sedangkan, di pihak Jerman, armada dipimpin oleh Laksamana Reinhard Scheer dengan kekuatan sekitar 100 kapal perang dengan 45 ribu personil. Untuk skuadron kapal tempur cepat, Jerman berada di bawah pimpinan Laksamana Franz von Hipper. Walaupun jumlahnya lebih sedikit, kualitas dan disiplin pasukan laut Jerman cukup tinggi. Hal itu membuat mereka yakin bisa menantang Inggris.

3. Pertemuan kapal cepat Jerman dan Inggris

ilustrasi kapal torpedo (pixabay.com/5892437)

Pada 31 Mei 1916 pukul 13.30, pasukan Laksamana David Beatty (Inggris) dan Franz von Hipper (Jerman) saling mendekat. Mereka mendekati sumber uap yang berasal dari kapal kecil dengan bendera Denmark. Namun, mereka tak menyadari kehadiran masing-masing.

Tak lama dari kejadian tersebut, kedua pihak saling melihat satu sama lain yang menimbulkan kobaran perang. Pertempuran Jutland pun dibuka oleh HMS Galatea (Inggris) yang menembak ke arah dua boat torpedo Jerman. Setelah tembakan tersebut, pasukan Jerman lain mendekat ke sumber tembakan dan pasukan Inggris pun demikian.

Perang pun berlanjut dengan skala yang lebih besar. Dalam duel sengit itu, Inggris mengalami kerugian besar. Kapal Indefatigable dan HMS Queen Mary hancur terkena tembakan tepat dari artileri Jerman. Ledakan di kapal-kapal tersebut menewaskan ribuan pelaut Inggris dalam hitungan menit.

4. Armada utama bergabung ke dalam pertempuran

ilustrasi kapal perang (pixabay.com/DarlinDona)

Saat malam tiba, kedua armada utama bertemu dalam pertempuran besar-besaran. Pasukan utama Jerman (High Seas Fleet) sudah siap di bawah pimpinan Laksamana Reinhard Scheer. Mereka sudah memasang formasi kapal menyamping sejak kedatangan Inggris. 

Setelah pasukan utama Jerman tiba, pasukan utama Inggris (Grand Fleet) yang dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe menyusul. Namun, ia membuat kesalahan dengan membentuk formasi lurus dengan kapal perang Jerman. Hal tersebut membuat serangan tak efektif karena tembakan yang dihasilkan hanya dalam skala kecil.

Setelah kesalahan tersebut, pasukan Grand Fleet dari Inggris kemudian mengubah formasi. Mereka mengubah arah kapal menjadi menyamping sehingga bisa meluncurkan serangan dengan skala yang lebih besar. Torpedo dari serangan tersebut terbukti dapat memberikan kerusakan yang lebih besar untuk pasukan Jerman.

Selama malam hari, ratusan meriam kaliber besar melepaskan tembakan. Sementara itu, kapal perusak kecil meluncurkan torpedo di tengah gelap dan kabut. Malam itu, lautan berubah menjadi neraka dengan api, asap, dan suara ledakan yang tak henti-henti.

5. Kerugian besar akibat perang Jutland

ilustrasi ledakan (pixabay.com/ds-grafikdesign)

Pertempuran Jutland yang berlangsung dari siang tanggal 31 Mei 1916, menembus 1 Juni 1916 dini hari. Menyadari risiko yang semakin besar, Laksamana Reinhard Scheer akhirnya memerintahkan armadanya mundur ke pelabuhan. Walaupun berhasil kembali, banyak kapal Jerman mengalami kerusakan parah.

Meski begitu, kerugian Jerman terbilang lebih rendah dibandingkan Inggris. Dari segi angka, Inggris kehilangan 14 kapal perang dan sekitar 6.000 pelaut. Sementara Jerman kehilangan 11 kapal perang dengan korban sekitar 2.500 orang. 

Secara taktis, Jerman bisa mengklaim kemenangan karena menimbulkan kerugian lebih besar pada Inggris. Namun, secara strategis, Inggris tetap unggul. Armada mereka masih mendominasi lautan, sementara Jerman tidak lagi berani menghadapi Grand Fleet secara terbuka di Semenanjung Jutland.

Pertempuran Jutland adalah simbol pertempuran dua kekuatan laut terbesar dunia pada awal abad ke-20. Walaupun tidak melahirkan pemenang mutlak, pertempuran ini memperlihatkan betapa pentingnya laut sebagai medan perang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAtqo Sy