Ilustrasi seseorang merasa lelah dan mengantuk di tengah waktu bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Melihat atau mendengar seseorang menguap tampak seperti merangsang wilayah otak yang terlibat dalam imitasi dan empati, khususnya berkat neuron cermin.
Neuron-neuron ini diaktifkan dengan mengamati tindakan—misalnya ketika seorang anak mengikuti gerakan orang tuanya untuk mengikatkan tali sepatu.
Namun, area otak tertentu yang secara khusus terlibat dalam menguap yang menular merupakan bagian dari jaringan saraf yang terkait dengan empati dan interaksi sosial.
Empati tampaknya memainkan peran kunci untuk kasus menguap yang menular. Individu dengan gangguan sosial, seperti autisme atau skizofrenia, tampaknya kurang reseptif untuk meniru menguap dari orang lain.
Penelitian bahkan menunjukkan bahwa faktor eksternal seperti pernapasan dan suhu tubuh masing-masing dapat mengurangi dan meningkatkan penularan menguap.
Pengamatan ini memperkuat gagasan bahwa persepsi penularan mungkin dibesar-besarkan, sebagian karena penelitian sering kali melibatkan pengamatan individu dalam kelompok.
Dinamika ini dapat memengaruhi frekuensi menguap yang diamati, menunjukkan bahwa tidak selalu melihat seseorang menguap memicu reaksi yang sama, melainkan kehadiran dan interaksi dalam kelompok.
Jadi, jika mendapati diri menguap saat rekan kerja menguap setelah makan siang, mungkin saja bukan masalah "menguapnya". Sebaliknya, bisa jadi itu hanyalah konteks bersama yang memicu reaksi menular.