Hoaks: Para polyglot sudah "diberkahi" dengan talenta kecerdasan bahasa sejak lahir.
"Anak jurusan Sastra, kamu sering mendengar hal ini?"
Kami yakin, kamu sering mendengar hal tersebut. Hoaks ini sering terdengar dari mulut mereka yang kagum saat kamu mulai cas-cis-cus dalam bahasa asing seperti Inggris, Tionghoa, Jepang, atau bahasa asing lainnya.
Mereka menganggap bahwa menjadi polyglot berarti mereka memiliki beberapa set gen khusus di DNA yang membuat mereka mengerti bahasa lain "SEJAK LAHIR".
Pandangan ini muncul, kemungkinan besar, karena persepsi luas masyarakat yang seolah "fobia" dengan bahasa baru. Dengan kata lain, mereka takut akan kehilangan bahasa ibu. Namun, apakah benar para polyglot memang sudah seperti itu sejak lahir?
Fakta: Semua orang bisa menjadi polyglot!
"Tidak adil kalau dunia seperti itu."
Kalau segalanya beralaskan "berkah" dan "genetik", berarti mutlak, dong, kalau kamu tidak dapat menguasai bahasa? Faktanya, semua orang, bahkan kamu pun, bisa menjadi polyglot! Hanya saja, mereka yang memang suka mendalami bahasa, lebih sering mencari berbagai kiat agar dapat menguasai bahasa lebih cepat.
"Kami lebih sering menelusuri apa saja trik yang bisa dilakukan agar dapat mempelajari bahasa baru secara lebih efektif. Hal tersebut menjadikan kami lebih berani meng-explore bahasa baru. Berani salah, istilahnya." - A (19), mahasiswa Sastra Jepang -
Berbahasa adalah sebuah "kemampuan". Sama seperti musik, basket, badminton, dan lainnya, hal tersebut "bisa" dipelajari, walaupun kecepatan belajar setiap orang berbeda-beda.