60 Persen Negara Belum Memiliki Sistem Pengelolaan Sampah yang Matang

Apakah termasuk Indonesia?

Sampah adalah permasalahan pelik yang dialami oleh semua negara di dunia. Mengutip Greeneration Foundation, produksi sampah di Indonesia mencapai 67,8 juta ton setiap tahunnya. Dan akan terus bertambah seiring meningkatnya populasi manusia.

Oleh karena itu, Alliance to End Plastic Waste (organisasi nirlaba global), menyajikan data terkait sampah dan apa yang bisa dilakukan untuk menguranginya. Simak, yuk!

1. Jumlah sampah plastik yang didaur ulang masih sangat sedikit

Menurut studi yang dirilis oleh Alliance to End Plastic Waste dan didukung oleh Roland Berger (konsultan manajemen internasional), lebih dari 60 persen negara belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang matang. Selain itu, dari seluruh sampah plastik yang dihasilkan, yang didaur ulang sangat sedikit, yaitu kurang dari 8 persen.

Dua negara yang memiliki tingkat daur ulang sampah plastik tertinggi di dunia adalah Jerman (65 persen) dan Korea Selatan (59 persen). Bandingkan dengan Indonesia yang hanya 7 persen.

Mendaur ulang sampah plastik tidak semudah yang kita pikirkan. Mustahil untuk mendaur ulang sampah plastik yang berbeda secara bersamaan. Ini karena plastik tersebut tersusun dari beberapa jenis polimer dan meleleh pada suhu yang berbeda. That's why, plastik harus dipisahkan berdasarkan jenisnya sebelum didaur ulang.

2. Berdasarkan tingkat kematangannya, sistem pengelolaan sampah dibagi menjadi enam

60 Persen Negara Belum Memiliki Sistem Pengelolaan Sampah yang Matangilustrasi tempat pembuangan akhir (pexels.com/Tom Fisk)

Alliance to End Plastic Waste mengklasifikasikan 192 negara menjadi enam kategori berdasarkan tingkat kematangan sistem pengelolaan sampah dan daur ulang, antara lain:

  • Kategori 1 (sistem yang belum berkembang): Negara-negara tanpa atau dengan infrastruktur pengelolaan sampah yang sangat dasar. Hanya mampu mendaur ulang sampah plastik maksimal 5 persen.
  • Kategori 2 (sistem yang sedang berkembang): Negara-negara dengan regulasi dasar terkait sampah, namun masih terbatas dari segi pengumpulan dan perlakuan akhir. Hanya bisa mendaur ulang sampah plastik maksimal 10 persen.
  • Kategori 3 (sistem yang berkembang): Negara-negara dengan sistem pengelolaan sampah yang berfungsi dengan baik. Tetapi, kegiatan pengumpulan, pengurutan, pembakaran, dan daur ulang hanya dilakukan jika memberikan keuntungan ekonomi. Mampu mendaur ulang sampah plastik maksimal 15 persen.
  • Kategori 4 (sistem yang beroperasi): Negara-negara dengan tingkat daur ulang mencapai 25 persen karena pengaruh aturan tertentu.
  • Kategori 5 (sistem memadai dengan tantangan): Negara-negara yang tingkat daur ulang sampah plastiknya mencapai 40 persen, namun masih menghadapi kendala di bagian tertentu.
  • Kategori 6 (sistem yang telah berkembang dengan baik): Negara-negara yang menunjukkan praktik terbaik dan bisa menjadi teladan bagi negara lain. Tingkat daur ulangnya lebih dari 40 persen.

3. Pemulung memiliki peran penting dalam manajemen sampah

Pengumpul sampah atau pemulung (scavengers) adalah orang-orang yang mengumpulkan sampah dari jalanan atau tempat sampah untuk dijual. Menurut Alliance to End Plastic Waste, pemulung punya peran penting di Indonesia, mengingat 34,29 persen dari 21 juta ton sampah di tahun 2022 dibuang di tempat yang tidak tepat.

Kesejahteraan pemulung seharusnya diperhatikan agar mereka mendapatkan kehidupan yang layak. Sayangnya, banyak pemulung yang hidup di bawah garis kemiskinan karena kurangnya perhatian pemerintah.

Baca Juga: 5 Fakta Mengejutkan tentang Keberadaan Sampah, Membahayakan Ekosistem

Topik:

  • Achmad Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya