Ditulis dalam laman Mental Floss, pada mulanya galaksi kita dinamakan Via lactea oleh orang-orang Romawi kuno. Secara harfiah, penamaan tersebut merujuk pada "Jalur Susu" di mana orang-orang zaman dulu bisa melihat hamparan putih di langit pada malam hari yang cerah. Hamparan putih tersebut merupakan bagian kecil dari galaksi kita dan orang kuno menamakannya Jalur Susu karena memang terlihat seperti tumpahan air susu di langit.
Bukan hanya orang Romawi kuno yang terlibat dalam penamaan galaksi kita. Orang Yunani pun juga tak mau kalah dan menamakan galaksi kita sebagai Galaxias Kyklos, yang artinya Galaksi Lingkaran Susu. Nah, di zaman modern, penamaan sedikit diubah menjadi Milky Way atau Jalan Susu. Penamaan ini diserap dari anggapan banyak orang di zaman kuno, di mana hamparan bintang dan gas yang terlihat di malam hari tampak seperti tumpahan susu.
Lantas, bagaimana dengan penamaan Bimasakti dalam bahasa Indonesia? Konon penamaan galaksi Bimasakti terinspirasi dari nama tokoh besar dalam pewayangan, yakni Bima. Nah, menurut legenda, orang-orang zaman dulu bisa melihat bentangan atau bagian galaksi kita pada saat malam cerah. Jika sepintas dilihat, bentangan yang ditarik menjadi garis lurus akan terlihat seperti Bima dan ular naga.
Terlepas dari sejarah penamaan galaksi tersebut, baru pada era 1900-an galaksi dipahami sebagai bagian alam semesta yang terdiri dari miliaran hingga triliunan bintang, planet, dan tata surya. Keberadaan tata surya kita sudah tak akan terlihat lagi karena menjadi bagian yang sangat kecil di galaksi Bimasakti.
Itulah fakta sejarah tentang penamaan beberapa objek yang ada di alam semesta. Nah, bagaimana? Ternyata penamaan objek di alam semesta memang memiliki sejarah yang unik, ya!