Bukan hanya berbahaya untuk lingkungan, keberadaan mikroplastik juga berbahaya untuk satwa endemik Antarktika. Makhluk seperti penguin gentoo (Pygoscelis papua), Adélie (P. adeliae), tali dagu (P. antarcticus) and raja (Aptenodytes patagonicus) diketahui mengonsumsi mikroplastik.
Para peneliti mencatat bahwa penguin Antarktika terpapar mikroplastik saat musim kawin. Jika dibiarkan saja, studi bertajuk "First evidence of microplastics in Antarctic snow" ini memperingatkan bahwa populasi penguin di Antarktika bisa menurun hingga 81 persen per tahun 2100 mendatang.
Dilaporkan sejak 1990, para peneliti mencatat bahwa mikroplastik telah menjadi masalah di perairan Antarktika. Konsumsi mikroplastik oleh makhluk hidup dikhawatirkan bisa mengacaukan rantai makanan Antarktika karena efek negatif untuk kesehatan makhluk hidup di kawasan tersebut.
"Organisme Antarktika telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan ekstrem selama jutaan tahun, dan perubahan lingkungan secara pesat ini... mengancam ekosistem unik tersebut," tulis para peneliti.
ilustrasi mikroplastik di tangan manusia (geographical.co.uk)
Ditandatangani di Madrid, Spanyol, pada 1991 dan berlaku pada 1998, Protocol on Environmental Protection to the Antarctic Treaty adalah bukti kesungguhan dunia untuk melindungi Antarktika. Namun, dengan meningkatnya polusi dunia, kesungguhan tersebut dipertanyakan.
Hasil dari studi ini adalah bukti pertama bahwa mikroplastik telah menjamah daerah Antarktika, sebuah data yang tak tersingkap sebelumnya. Oleh karena itu, para peneliti menyerukan perlunya kebijakan baru untuk menangani bahaya mikroplastik di Antarktika dalam jangka panjang.
Studi ini memang lebih berfokus pada polusi mikroplastik laut Antarktika. Oleh karena itu, para peneliti Selandia Baru berharap penelitian dan kebijakan di masa depan bisa menggunakan pendekatan holistik dan mempertimbangkan dampak udara dan terestrial juga.