ilustrasi Galileo Galilei (history.com)
Bagi Galileo Galilei, dipaksa menjadi tahanan rumah membuatnya frustrasi. Salah satu putrinya, Maria Celeste, sakit parah, yang membuatnya kesulitan untuk bersaksi karena harus merawat putrinya. Putrinya meninggal ketika dia berusia 33 tahun, setelah serangan disentri. Hanya dalam empat minggu setelah Maria Celeste meninggal, Galileo berada di titik terendah.
Selama 15 bulan di pengasingan, dia mulai menghadapi masalah kesehatan, tidak merasakan lapar, tekanan darahnya tidak terkendali, dan dia berjuang melawan hernia. Dia mengungkapkan rasa sakitnya dalam sebuah tulisan, "Saya merasa terus-menerus dipanggil oleh putri tercinta saya. Saya membenci diri saya sendiri."
Seperti yang dijelaskan Space.com, terlepas dari masalah yang dihadapinya, Galileo masih fokus pada pekerjaan dan menyibukkan diri sampai akhir hayatnya. Dia tetap aktif meskipun hampir buta pada saat dia meninggal. Dalam tiga tahun terakhirnya, ia menerima bantuan dari asistennya, yang membacakan buku-buku dan mengatur urusan sehari-harinya.
Pada saat itu, kondisinya telah memburuk, dan dia terus-menerus berjuang melawan demam dan sakit punggung. Hebatnya, dia tidak pernah berhenti berpikir dan bertanya. Bahkan menjelang akhir hayatnya, ia bertanya pada dirinya sendiri apakah jam bisa didesain ulang agar lebih akurat dan mengerjakan idenya bersama putranya.
Kehidupan memang diwarnai hitam putih, tak terkecuali ilmuwan sekelas Galileo Galilei. Siapa sangka jika penemuannya dulu sempat tidak diterima dan bahkan dia dihukum atas dasar keyakinannya. Semoga kisahnya memberimu semangat ya seperti Galileo.