Patung Rosa Parks di National Civil Rights Museum, Memphis, Tennessee, AS. (commons.wikimedia.org/Lieske Leunissen-Ritzen)
Banyak yang mengira bahwa tindakan Rosa Parks yang suka melanggar aturan, terutama yang menyudutkan orang-orang kulit hitam, adalah tindakan yang spontan. Namun, sebenarnya tidak. Para pemimpin hak-hak sipil setempat sudah lama ingin menentang peraturan kota yang mengharuskan penumpang berkulit hitam duduk di bagian belakang bus. Jika bagian depan bus sudah penuh diisi orang kulit putih, maka orang-orang kulit hitam yang di bagian belakang bus harus memberikan kursi mereka kepada orang kulit putih.
Kejadin itulah yang menimpa Rosa Parks. Saat sedang duduk di baris pertama dari bagian kursi berwarna, kursi yang diperuntukan orang-orang kulit berwarna atau kulit hitam di bus, Parks disuruh bangun dan memberikan kursi tersebut untuk penumpang berkulit putih. Namun, Rosa Parks menolak untuk pindah. Parks akhirnya ditangkap dan aksi boikot bus pun dimulai.
Berdasarkan laporan History, aksi protes ini bukanlah yang pertama. Pasalnya, aturan ini cukup ketat dan mempersulit penumpang kulit hitam. Jadi, penumpang kulit hitam diharuskan membayar bus melewati pintu depan. Lalu, mereka harus turun kembali dari pintu depan bus dan masuk ke dalam bus melalui pintu belakang. Ribet, kan.
Pada 12 Agustus 1950, seorang laki-laki dari Montgomery bernama Hilliard Brooks naik salah satu bus kota. Dia membayar ongkosnya dan berjalan ke bagian belakang bus tanpa keluar dulu dari pintu depan. Brooks pun melewati seorang remaja kulit putih di dalam bus.
Sopir bus yang melihat aksinya itu langsung meneriakinya untuk turun dari bus dan masuk kembali lewat pintu belakang bus. Hilliard Brooks mengatakan bahwa dia tidak menyakiti siapa pun, dan dia hampir sampai ke kursi bagian belakang. Jadi mengapa harus turun.
Sopir bus tersebut memanggil seorang petugas polisi di dekatnya dan mereka menyeret serta memukuli Hilliard Brooks dengan pentungan. Lalu Brooks ditendang keluar dari pintu bus ke jalanan. Parahnya lagi, petugas polisi itu menembak dan membunuh Brooks. Rosa Parks yang mengetahui kabar tersebut, tentu sangat prihatin. Petugas polisi itu pun tidak pernah dituntut.