Fakta Rudal Anti-Satelit dan Perlombaan Senjata Luar Angkasa

Meskipun ada gairah tentang pengembangan teknologi luar angkasa, seperti munculnya perusahaan swasta SpaceX, tapi juga ada kekhawatiran. Luar angkasa telah jadi medan perebutan pengaruh, baik itu untuk kepentingan ilmu pengetahuan, untuk perkembangan ekonomi atau militer.
Di bidang militer, luar angkasa adalah wilayah yang bisa digunakan untuk menempatkan satelit mata-mata. Dengan satelit itu, maka kinerja intelijen sebuah negara untuk melihat negara lain menjadi lebih terbuka.
Tapi dengan perkembangan itu, negara-negara yang telah unggul dalam teknologi luar angkasa, segera mencari cara untuk pencegahan. Mereka membuat senjata anti-satelit.
Senjata tersebut dapat ditembakkan dari permukaan bumi, menembus langit dan menghancurkan satelit mata-mata dalam sekejap meski berjarak ratusan kilometer.
Belum banyak negara yang memiliki teknologi senjata anti-satelit saat ini. Tapi perlombaan senjata tersebut, telah memicu kekhawatiran ancaman di luar angkasa. Berikut ini adalah fakta senjata rudal anti-satelit, dan beberapa negara yang telah memilikinya.
1. Apa itu Anti-Satellite Weapon (ASAT)

Sejauh ini, penjelasan mengenai Anti-Satellite Weapon (ASAT) atau senjata anti-satelit masih belum menemukan pembakuan. Ini karena, bentuk ASAT bisa beragam model, dari mulai rudal, laser atau perangkat lunak.
Menurut Talia M. Blatt di Harvard International Review, ada dua jenis ASAT yaitu dengan energi kinetik dan non-kinetik.
ASAT energi kinetik (KE-ASAT) cara kerjanya menghancurkan satelit dengan cara menabrakkan secara fisik dalam kecepatan tinggi. Model ini juga bisa diber muatan hulu ledak.
Sedangkan ASAT non-kinetik menggunakan mekanisme non-fisik yang bisa berupa serangan laser atau serangan siber menggunakan perangkat lunak.
Salah satu ASAT yang saat ini menjadi perbicangan banyak ilmuwan dan ahli keamanan adalah yang berbentuk energi kinetik atau KE-ASAT. Beberapa negara telah melakukan uji coba senjata ini, merancang senjata berbentuk rudal untuk menyerang satelit yang ada di luar angkasa.
Rudal yang diluncurkan dari permukaan bumi, meluncur menembus langit dan menargetkan satelit dengan kecepatan tinggi. Rudal yang diluncurkan dapat dikendalikan dan mampu menempuh jarak lebih dari 500 kilometer di orbit bumi.
2. Kekhawatiran teknologi luar angkasa digunakan sebagai senjata

Perkembangan teknologi luar angkasa mulai terjadi secara signifikan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Dua negara itu, saling bersaing untuk mengembangkan teknologi canggih yang dapat menembus langit.
Soviet adalah negara pertama yang mencatatkan diri sebagai pembuat satelit bernama Sputnik. Satelit itu sukses mengorbit di luar angkasa dan membuat AS kaget bukan main. AS khawatir bahwa Soviet akan menggunakan teknologi satelitnya sebagai senjata nuklir yang mampu mengelilingi bumi.
Dari kekhawatiran itulah, AS kemudian mengejar ketertinggalan dan menyusul mengirim satelit mereka sendiri, yakni satelit Explorer.
Dari perlombaan mengirim satelit itu, dua negara adidaya itu juga berlomba menciptakan senjata anti-satelit. Soviet merancang senjatanya dengan model co-orbital, yang bekerja dengan cara menyinkronkan dengan orbit satelit target, kemudian meledak.
Sedangkan AS merancang senjata ASM-135. ASAT milik AS ini menggunakan energi kinetik tanpa peledak, yang diluncurkan untuk menabrak satelit secara langsung. Pada tahun 1985, Presiden Ronald Reagan menyaksikan demonstrasi ASM-135 berhasil menghancurkan satelit yang mati.
ASAT milik AS itu diluncurkan dari jet tempur F-15A, terbang ke luar angkasa dan menabrak satelit Solwind P78-1 dengan sukses. Atas kekhawatiran ancaman dan peperangan luar angkasa, pada tahun 1988 AS menghentikan program ASAT tersebut.
3. China mengejutkan dunia dengan ASAT buatan sendiri

Runtuhnya Soviet dan terbentuknya Rusia, membuat negara itu awalnya tertatih-tatih untuk kembali memulai proyek-proyek luar angkasa. Di sisi lain, industri China yang mulai bangkit dan membuat negara itu jadi kaya, ikut serta dalam pengembangan teknologi luar angkasa.
Meski bisa dibilang terlambat, tapi China secara sukses mampu meraih berbagai pencapaian. China mampu mengirim satelitnya sendiri, berhasil membangun stasiun luar angkasa internasionalnya sendiri, serta mengirim taikonaut (sebutan China untuk astronaut).
Pada tahun 2007, sekitar tiga dekade setelah Soviet dan AS berlomba mengembangkan ASAT, China secara mengejutkan menciptakan ASAT dan mengujinya dengan menghancurkan satelitnya yang tidak aktif.
Melansir NPR, ASAT milik China dibangun berbasis rudal balistik DF-21, menghancurkan satelit di luar angkasa yang jaraknya 500 mil atau sekitar 804 kilometer.
Seorang ahli senjata di Federasi Ilmuwan Amerika, Hans Kristensen, mengatakan, "saya terkejut mereka bisa melakukannya."
Dengan keberhasilan itu, China tampil menjadi salah satu negara unggul, yang mampu mengejar ketertinggalan teknologi luar angkasa, yang sebelumnya hanya dikuasai oleh negara-negara seperti AS dan Rusia.
4. AS luncurkan ASAT untuk hancurkan satelit yang tidak aktif

Keberhasilan China meluncurkan ASAT dan menargetkan satelit miliknya, menimbulkan keprihatinan banyak negara. Inggris, Jepang, Australia dan AS mengkritik apa yang telah dilakukan oleh China.
Tapi satu tahun berselang, AS meluncurkan sebuah rudal balistik SM-3 yang memiliki kemampuan menembus langit. Rudal itu diluncurkan dengan kapal USS Lake Erie dari Samudera Pasifik.
Menurut New Scientist, rudal balistik AS sukses mengenai satelit USA 193 yang sudah tidak aktif. Satelit itu kira-kira seukuran bus dengan berat 2.270 kilogram.
China dan Rusia segera mengecam apa yang dilakukan oleh AS. Beijing menuduh Washington munafik. Di sisi lain, AS mengkritik China dalam uji coba ASAT, tetapi mereka sendiri justru juga melakukannya.
Saat itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Liu Jianchao mengatakan, "pihak China terus mengikuti dengan cermat tindakan AS, yang dapat memengaruhi keamanan luar angkasa dan dapat membahayakan negara lain."
5. India memberi kejutan dengan meluncurkan ASAT Shakti

Uji coba ASAT yang dilakukan baik itu Soviet, AS, dan China telah menghembuskan kekhawatiran para ahli tentang perlombaan senjata luar angkasa. Ancaman perang di luar angkasa semakin nyata ketika negara-negara itu terus bersaing.
Di tengah kekhawatiran itu, India pada tahun 2019 secara mengejutkan meluncurkan misi Shakti. Itu adalah misi uji coba ASAT bernama Shakti untuk menghancurkan satelit di orbit rendah bumi.
Dalam laman resmi pemerintah India, uji coba itu bertujuan untuk menguji ASAT milik mereka guna mencegah dan mencegat satelit di luar angkasa musuh berdasarkan teknologi mereka sendiri.
Reaksi publik saat itu beragam. Tapi banyak yang khawatir tentang pencapaian India. Melansir Space News, Brian Weeden dari Secure World Foundation bahkan mendesak perusahaan komersial untuk memboikot peluncuran satelit menggunakan roket luar angkasa dari India.
Laura Grego dari Union of Concerned Scientists juga menyatakan keprihatinannya. Menurut Grego, uji coba ASAT itu, "meningkatkan risiko krisis yang dipicu karena seseorang menggunakan atau mengancam untuk menghancurkan satelit keamanan nasional yang penting milik negara lain."
6. Rusia sukses menembak satelit tidak aktif di luar angkasa

Desakan untuk menjadikan luar angkasa sebagai wilayah yang damai terus dilakukan. Hal itu didasarkan pada kepentingan bersama umat manusia. Negara-negara maju disarankan untuk tidak bersaing mengembangkan senjata ASAT.
Namun, desakan-desakan seperti itu sepertinya tidak cukup berhasil. Pada tahun 2021, Rusia mengabarkan bahwa mereka telah sukses menghancurkan satelitnya yang tidak aktif yang berada di orbit bumi dengan ASAT.
Peluncuran rudal balistik Rusia itu dilakukan ditengah ketegangan dengan AS dan sekutu. Hubungan AS dan sekutu dengan Rusia sedang tidak baik terkait berbagai masalah seperti ketegangan di Ukraina.
Melansir Russia Beyond, satelit yang dihancurkan itu bernama Celina-D. Uji coba itu dilakukan sebagai tindakan balasan karena AS membentuk komando luar angkasa pada tahun 2020.
Komando militer Rusia mengatakan, "salah satu tujuan utama (uji ASAT) adalah 'menciptakan keunggulan militer yang komprehensif di luar angkasa'.”
Rusia telah lama merancang rudal balistik yang memiliki fungsi pertahanan dan penyerangan. Rudal balistik itu adalah rudal permukaan-ke-udara generasi kelima yang bernama S-500 dan S-550.
Igor Korotchenko, pemimpin redaksi sebuah majalah pertahanan mengatakan, "kita dapat berasumsi bahwa itu adalah peluncuran nyata dari sistem rudal permukaan-ke-udara generasi kelima S-500 yang mampu memilih target spesifik di dekat ruang angkasa dan menembak jatuh satelit."
Tapi ada analisa lain. Menurut Space News, ASAT yang baru saja diluncurkan Rusia adalah PL-19 Nudol yang memiliki kemampuan direct ascent. Senjata itu disebut juga DA-ASAT.
7. Sampah luar angkasa yang berbahaya

Selain fakta bahwa pengembangan ASAT menimbulkan ancaman nyata di luar angkasa, fakta lain adalah uji coba seperti menembak satelit itu telah menimbulkan ribuan sampah yang melayang di orbit bumi.
Sampah luar angkasa telah menjadi kekhawatiran banyak kalangan, karena itu nanti akan berbahaya bagi stasiun luar angkasa internasional atau akan mengganggu perjalanan roket yang ingin melakukan eksplorasi.
Erin Pobjie yang menulis untuk Just Security menjelaskan bahwa uji coba ASAT telah menciptakan medan puing sampah luar angkasa yang tahan lama. Sebagian besar sampah itu terus terbang di orbit bumi.
Uji ASAT China telah menciptakan 2.300 keping sampah dan uji ASAT Amerika pada 2008 menciptakan 400 puing sampah luar angkasa. India yang melakukannya pada tahun 2019 juga sama, yaitu menciptakan ribuan puing dari pecahan satelit yang ditembak.
Semua puing-puing sampah luar angkasa itu sangat berbahaya karena bertahan di orbit bumi dalam jangka panjang. Uji coba ASAT terbaru milik Rusia, menurut Jenderal James Dickinson, kapal Komando Luar Angaksa AS, menghasilkan sekitar 1.500 keping puing, dan, "kemungkinan menghasilkan ratusan ribu keping puing orbital yang lebih kecil."
Infrastruktur sipil seperti satelit untuk memantau produksi pangan, kesehatan, bantuan bencana, transportasi, komunikasi, dan perdagangan serta navigasi global seperti GPS akan dapat terganggung dengan uji coba ASAT.
Perkembangan ASAT telah jadi keprihatinan. Uji coba seperti itu akan berdampak langsung pada kehidupan manusia di bumi. Semoga saja, negara-negara yang menguasai teknologi seperti itu bisa bersikap bijaksana. Menurut kamu, apakah Indonesia juga perlu mengembangkan ASAT?