5 Tarian Indonesia yang Dahulunya Ditarikan oleh Penari Laki-laki

Apakah kamu mengetahui fakta ini?

Indonesia menyimpan ragam kekayaan budaya yang begitu mempesona. Salah satunya dimanifestasikan dalam bentuk tarian tradisional. Hampir setiap provinsi memiliki karakteristik gerak tari yang berbeda-beda. Namun ada satu fakta unik yang masyarakat belum tahu. Berdasarkan catatan sejarah, ada beberapa tari-tarian di Indonesia yang dahulunya pernah ditarikan oleh penari laki-laki.

Seiring perkembangan zaman, kini tarian tersebut sudah mengalami pergeseran sehingga ditampilkan kepada penari perempuan. Pergeseran ini membawa nuansa baru dalam dunia seni tari dengan perwujudan interpretasi dan adaptasi budaya yang terus berkembang.

Apa saja jenis tarian Indonesia yang sebelumnya dipentaskan oleh penari laki-laki? Temukan jawabannya melalui artikel berikut ini!

1. Tari Gandrung - Jawa Timur

5 Tarian Indonesia yang Dahulunya Ditarikan oleh Penari Laki-lakiPertunjukan Gandrung Sewu Festival (commons.wikimedia.org/Candra Firmansyah)

Tari Gandrung berasal dari kata "gandrung", yang memiliki arti 'tergila-gila' atau 'cinta habis-habisan' dalam bahasa Jawa. Tarian ini masih tergolong dalam satu genre dengan kesenian ketuk tilu di Jawa Barat, tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, lengger di wilayah Banyumas, dan joged bumbung di Bali. Tarian ini melibatkan seorang penari perempuan profesional yang tampil bersama tamu, terutama pria, diiringi oleh musik gamelan.

Kesenian yang didominasi oleh gerakan tarian dan orkestrasi khas ini menjadi populer di wilayah Banyuwangi, yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Tak heran jika Banyuwangi sering kali disebut sebagai Kota Gandrung. Patung penari gandrung bisa kamu temui di berbagai tempat di Banyuwangi.

Berdasarkan catatan sejarah, tarian gandrung awalnya ditarikan oleh para lelaki yang berdandan layaknya perempuan. Menurut laporan Scholte (1927) dalam buku Gandroeng van Banjoewangie, instrumen utama yang mendampingi tarian gandrung versi lelaki ini adalah kendang. Terkadang pada suatu waktu, biola juga dimainkan dalam pertunjukan tari Gandrung. Namun, tarian gandrung laki-laki ini kemudian menghilang dari Banyuwangi pada sekitar tahun 1890-an, diduga karena adanya larangan dalam ajaran Islam terhadap transvestisme atau penampilan seperti perempuan.

Tarian gandrung versi lelaki ini akhirnya benar-benar lenyap pada tahun 1914 setelah kematian penari terakhirnya, Marsan. Kemudian, muncul tarian gandrung wanita pertama yang dicatat dalam sejarah, yang bernama gandrung Semi.

2. Tari Zapin - Sumatera

5 Tarian Indonesia yang Dahulunya Ditarikan oleh Penari Laki-lakiTari Zapin (commons.wikimedia.org/Airiz)

Tarian zapin berkembang melalui pengaruh unsur sosial masyarakat dengan penekanan pada ekspresi dan keadaan batiniah. Asal-usul tarian ini dapat ditelusuri ke lingkungan masyarakat Melayu Riau yang kaya akan nilai-nilai tradisional.

Awalnya, tarian ini muncul dari permainan menggunakan kaki yang diadopsi dari budaya laki-laki Arab dan Persia, di mana dalam bahasa Arab, zapin dikenal sebagai al raqh wal zafn. Perkembangan tari zapin di Nusantara sejalan dengan penyebaran agama Islam yang dibawa oleh pedagang Arab dari Hadramaut.

Di Riau, tari zapin awalnya hanya dilakukan oleh penari lelaki. Saat itu, penari zapin sering menjadi pilihan yang diinginkan oleh orang tua untuk dijodohkan dengan anak perempuannya. Gerakan cepat kaki dalam tari zapin mengikuti irama pukulan marwas pada gendang kecil, semakin diperkaya dengan harmoni instrumen petik gambus.

Meskipun memperoleh pengaruh dari budaya Arab, tarian ini tetap mempertahankan unsur edukatif tanpa menghilangkan aspek hiburan, dengan menyisipkan pesan agama dalam syair lagunya. Cerita tarian zapin sering menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu, termasuk gerakan seperti meniti batang, pinang kotai, pusar belanak, dan lainnya.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Keumamah, Lauk Ikan Kering Pejuang Aceh Zaman Dulu

3. Tari Saman - Nanggroe Aceh Darussalam

5 Tarian Indonesia yang Dahulunya Ditarikan oleh Penari Laki-lakiPertunjukan Tari Saman di Taman Mini Indonesia Indah (commons.wikimedia.org/Herusutimbul)

Sejarah tari saman di Aceh diyakini telah berlangsung selama ribuan tahun, dan para sejarawan meyakini bahwa tarian ini telah dikenal oleh masyarakat setempat sebelum masa kolonial, bersamaan dengan penyebaran ajaran Islam di Nusantara.

Seiring berjalannya waktu, tari saman, yang diperkenalkan oleh Syekh Saman, menyebar ke berbagai wilayah di Aceh, termasuk Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Timur, hingga Kabupaten Aceh Tamiang (Tamiang Hulu). Pertumbuhan pesat tari saman di wilayah ini dipengaruhi oleh kecintaan banyak anak muda terhadapnya. Menurut cerita lokal, anak-anak muda yang sedang tidak bekerja akan memainkan tarian ini sebagai bentuk hiburan.

Tarian saman di Aceh tidak hanya terbatas pada gerakan tangan dan pujian kepada Tuhan. Masyarakat Aceh juga menambahkan syair-syair nasihat yang terkait dengan ajaran agama, seperti nasihat untuk hormat kepada orang tua, ganjaran dosa, dan nilai-nilai agama lainnya.

Tarian ini awalnya hanya dipersembahkan sebagai hiburan rakyat dan pada masa lampau, hanya dapat dilakukan oleh kaum pria dengan jumlah penari harus ganjil. Namun, dalam perkembangannya, tari saman juga dilakukan oleh perempuan.

Salah satu momen penting dalam penyebaran tari saman ke tingkat internasional adalah saat pertunjukan tarian ini pada Festival Internasional Jakarta 1978. Kemudian, tari saman diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh ICH UNESCO, menjadikannya sebagai warisan budaya kesenian ke-12 Indonesia yang diakui oleh UNESCO. Tarian ini juga menjadi salah satu kebanggaan seni Indonesia.

Pada tahun 2017, tari saman mencetak rekor MURI sebagai tarian dengan jumlah penari terbanyak di Indonesia, melibatkan 12.262 penari. Rekor ini dipecahkan di Stadion Seribu Bukit Blangkejeren Gayo Lues Provinsi Aceh pada Agustus 2017. Kesuksesan tarian ini juga terlihat ketika menjadi bagian dari pembukaan Asian Games 2018, yang berhasil memukau penonton global.

4. Tari Topeng Cirebon - Jawa Barat

5 Tarian Indonesia yang Dahulunya Ditarikan oleh Penari Laki-lakiPenari Topeng Cirebon (commons.wikimedia.org/Rifki Hidayat Indramayu)

Cirebon dikenal dengan Tari Topeng Cirebon, suatu bentuk pertunjukan yang telah menjadi simbol ikonik daerah tersebut. Dengan keunikan khasnya, pertunjukan ini mampu memikat perhatian dan terbukti memiliki daya tarik yang tetap bertahan hingga sekarang. Nama "Tari Topeng Cirebon" berasal dari penggunaan penutup wajah atau kedok yang digunakan oleh penari dalam pertunjukan tersebut.

Menurut studi yang dilakukan oleh Rosiana pada tahun 2021 tentang Makna Simbolik Tari Topeng Tumenggung Gaya Slangit Cirebon, dahulunya penari Tari Topeng Tumenggung adalah laki-laki, meskipun ada kemungkinan pula tarian ini ditampilkan oleh perempuan.

Pada awalnya, Tari Topeng Tumenggung Gaya Slangit hanya ditarikan oleh penari laki-laki, sebagai representasi bahwa seorang imam dan kepala keluarga seharusnya berjenis kelamin laki-laki, bukan perempuan. Namun seiring berjalannya waktu, muncul generasi Tari Topeng Slangit yang ditarikan oleh penari perempuan, memberikan peluang bahwa dalang topeng juga dapat berjenis kelamin perempuan

5. Tari Lengger Banyumas - Jawa Tengah

5 Tarian Indonesia yang Dahulunya Ditarikan oleh Penari Laki-lakiPenari Lengger Banyumasan (commons.wikimedia.org/Riza Arif Nur Saputra)

Seni Lénggér Banyumasan adalah seni yang muncul, tumbuh, dan berkembang di kawasan budaya Banyumas, sebuah daerah agraris dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani dan bertani.

Pada tahun 1755, seni Lénggér Banyumasan lahir sebagai hasil inspirasi dari lingkungan budaya Banyumas yang dipenuhi dengan petani dan pertanian. Hingga saat ini, pencipta pasti seni Lénggér Banyumasan tidak diketahui karena seni ini berasal dari masyarakat, diciptakan oleh masyarakat, dan ditujukan untuk masyarakat.

Lénggér Banyumasan tidak hanya menampilkan gerakan tari, tetapi juga membawakan lagu-lagu tradisional Banyumasan dengan diiringi musik gamelan atau khususnya alat musik calung.

Mengutip Warisan Budaya Kemdikbud, Istilah "Lénggér" merupakan gabungan kata dalam bahasa Jawa dengan makna "Darani Léng Jêbulé Jénggér," yang dapat diartikan sebagai menyamar sebagai wanita padahal sebenarnya laki-laki. Artinya terkait dengan sejarah sebelum kemerdekaan di mana penari Lénggér adalah laki-laki yang berpakaian dan berdandan layaknya wanita, digunakan untuk mengecoh para pria hidung belang terutama para antek-antek atau anggota kompeni.

Tindakan ini sebagai strategi tipu daya yang dilakukan oleh pejuang atau tokoh agama yang tidak menyukai perilaku tidak senonoh yang dilakukan oleh penjajah dan pendukungnya, seperti tindakan saweran atau memberi uang dengan cara menyelipkan uang ke dalam mêkak mêkak atau kemben, yang dianggap sebagai perilaku tabu.

Saat ini, seni Lénggér Banyumasan umumnya ditampilkan oleh penari wanita, tetapi di beberapa daerah masih ada Lénggér lanang yang menampilkan penari pria yang berdandan seperti wanita.

Jadi, dengan munculnya fakta unik mengenai tarian tradisional yang pernah ditampilkan laki-laki, wawasanmu terkait budaya Indonesia semakin bertambah, bukan? Terlepas dari siapa yang menjadi pelaku dalam menarikan tarian tradisional tersebut, sebagai generasi muda, kamu memiliki tanggung jawab untuk merawat dan mengembangkan warisan budaya Indonesia. Peranmu sebagai penerus nilai-nilai budaya memiliki dampak besar dalam menjaga kesinambungan tradisi dari para leluhur.

Tugas melestarikan budaya Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi kewajiban setiap warga negara untuk memastikan bahwa kekayaan budaya ini dapat terus berkembang dan diwariskan kepada generasi mendatang.

 

Baca Juga: 8 Cafe Bertema Unik di Banyumas, Pecinta K-Pop Wajib Merapat

Reyvan Maulid Photo Verified Writer Reyvan Maulid

Penyuka Baso Aci dan Maklor

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dwi Rohmatusyarifah

Berita Terkini Lainnya